Seorang perempuan tanpa sengaja melihat pintu rumah yang ada disampingnya terbuka, dan ia pun berjalan untuk menghampirinya.
"Hai!" Sapa Sarah pada seseorang yang ada di dalam sana.Mendengar seruan tersebut membuat Naura menoleh yang saat itu tengah menyapu rumah."Sarah..." senyum Naura menyambutnya."Kamu ke mana saja? Sedari pagi aku tidak melihatmu.""Em semalam aku ada urusan dan aku menginap di sana.""Lalu kenapa kamu sekarang ada di sini? apa kamu tidak bekerja?""Aku sudah tidak bekerja lagi," jawab Naura yang membuat Sarah terkejut."T-tapi kenapa?"Saat itu juga Naura menyeret tangan Sarah untuk masuk ke dalam rumahnya dan mereka pun duduk di sebuah kursi kayu."Aku akan segera menikah-""APA!?" seru Sarah yang membuat Naura menutup telinganya, "Memangnya siapa yang akan menikah denganmu? Bukannya selama ini kamu tidak memiliki kekasih?""Pelankan suaramu, telingaku begitu sakit ketika mendengarnya."Sarah memamerkan sederet giginya, "Sorry... jadi bisakah kamu menceritakan semuanya padaku? Aku begitu terkejut ketika mendengarnya sekaligus marah karena aku baru mengetahui bahwa sahabatku akan menikah dalam waktu dekat ini.""Apa kamu mau berjanji padaku untuk tidak mengatakan atau membocorkan rahasia ini pada siapapun?" bersamaan dengan itu Naura mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Sarah."Janji," balasnya yang kemudian mengaitkan jari kelingking mereka."kamu tahu Aska Dirgantara kan?""Tentu saja aku tahu! bukankah kamu selalu menceritakan tentang keburukannya setiap hari? Bos yang sangat menyebalkan," jawab Sarah karena memang itulah faktanya."Dan aku akan menikah dengannya-""APAAAA!!!" bahkan kini teriakan Sarah lebih keras dari yang sebelumnya."Astaga... kamu sangat berisik sekali.""Kamu pasti bercanda kan? Aku benar-benar tidak percaya Jika kamu akan menikahinya, bukannya kamu sangat membenci Pak Aska?"Naura mengangguk pelan, "Seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa aku terpaksa menikah dengannya.""Jika kamu terpaksa lalu mengapa Kamu menerimanya? Kamu benar-benar aneh! setiap hari kamu menceritakan tentang keburukannya, dan bagaimana dia mengomelimu di setiap harinya ketika kamu membuat salah, dan sekarang kamu justru malah ingin menikah dengannya.""Jika aku bisa memilih, tentu saja aku tidak ingin menikah dengannya karena Pak Aska sudah memiliki anak dan Bu Mega telah salah paham pada kami.""Anak? Salah paham bagaimana maksudmu? Bukannya Pak Aska belum menikah? Lalu bagaimana dia bisa memiliki seorang anak?" tanya Sarah beruntun karena ia yang begitu terkejut dan bertanya-tanya.Saat itu juga Naura menceritakan apa yang sudah terjadi pada Sarah."Dia benar-benar lelaki br*ngsek!" maki Sarah."Benar sekali! jika kesalahpahaman ini tidak terjadi mungkin aku tidak akan memilih jalan ini, tapi setelah dipikir-pikir ini cukup menguntungkan.""Aku harap setelah berjanjian ini telah selesai kamu akan menjauh darinya! Aku tidak bisa ikhlas Jika dia benar-benar menjadi suami sungguhan untukmu karena aku tidak akan membiarkan lelaki br*ngsek itu menjadi masa depamu, walaupun dia tampan dan kaya raya karena aku tidak ingin kamu tersakiti olehnya karena lelaki seperti itu tentunya tidak akan pernah cukup dengan satu wanita."Naura bergidik ngeri, "Tentu saja! Aku juga tidak ingin hal itu sampai terjadi.""Jangan sampai Ibumu tahu karena pastinya beliau akan sedih jika mengetahui hal ini, pastinya kamu akan kena ceramahnya karena telah berani mempermainkan sebuah pernikahan yang tentunya sangat sakral.""Aku tau... itulah kenapa aku memberitahumu karena aku sangat mempercayaimu, jujur saja aku membutuhkan seseorang yang bisa mendukungku dan menjadi tempat berbagi. Dan aku tahu kamu pasti akan marah jika aku membunyikan hal ini darimu," lanjut Naura."Tentu saja! Aku adalah sahabatmu dan sudah seharusnya kamu memberitahuku segala hal termasuk hal ini.""Rasanya begitu melegakan ketika aku sudah bercerita dan membagi semuanya denganmu.""Aku senang mendengarnya, ngomong-ngomong apa kamu sudah mengemasi semua barang-barang kamu?" tanya Sarah kemudian."Aku baru membersihkan rumah dan belum mengemasi apapun."Sarah berdiri dari tempat duduknya, "Ayo kita berkemas! Aku akan membantumu.""Ayo!" Angguk Naura setuju.Kemudian mereka berdua berjalan menuju sebuah kamar yang berukuran kecil dan itulah kamar Naura, mereka lalu mengambil sebuah koper dan juga tas untuk mengemasi barang-barang milik Naura."Jika kamu menjadi istri dari Aska Dirgantara sudah pasti kamu akan menjadi sultan, apapun yang kamu inginkan pasti bisa terpenuhi. Bukan begitu?" lirik Sarah pada sahabatnya."Perlu digaris bawahi jika aku hanya istri kontraknya bukan istri sungguhan."Sarah terkekeh, "Meskipun begitu kamu sudah pasti mendapatkan keuntungan walaupun hanya menatap wajahnya yang tampan! jika aku menjadi Kamu mungkin aku akan jatuh cinta padanya, tanpa melihat betapa buruknya dia karena aku tahu dan sering melihat majalah yang memuat wajahnya yang begitu tampan dan penuh kharisma.""Kamu hanya tahu dia melalui media sedangkan aku berhadapan langsung, dia memang tampan namun sikapnya akan membuatmu jengkel. Aku rasa kamu bisa mati muda jika kamu menjadi aku," gurau Naura."Hati-hati kamu menjilat ludahmu sendiri," senggol Sarah."Tidak mungkin," yakin Naura yang kembali memasukan beberapa bingkai foto ke dalam tasnya."Jika hal itu benar-benar terjadi, kamu harus mengakuinya dan mentraktirku makan sepuasnya!""Setuju!" jawab Naura yang sudah yakin jika ia tak mungkin menyukai bosnya itu.bersambung,Di depan pintu kamar, saat Zea hendak membuka pintu, tiba-tiba saja ia melihat Naura yang berjalan menghampirinya.Zea memiringkan kepalanya, mengamati Naura dengan tatapan yang sulit dibaca. "Ngapain kamu ngikutin saya?" tanya Zea dengan ketus.Naura menjawab, "Zea, apa boleh aku melihat Vio sebentar?"Zea tampak berpikir, "Akan sangat bagus jika Naura ada di samping Vio, pasti Vio akan lebih cepat tidur dan aku bisa beristirahat dengan tenang. Tapi bagaimana jika Aska kemari dan melihat bahwa Vio hanya bisa patuh pada Naura? Yang ada aku bakalan gagal buat cari perhatiannya Aska."Naura menyentuh lengan Zea yang justru melamun. "Ze..."Zea tersadar, dengan pandangan mata yang ia edarkan ke sekelilingnya, sampai akhirnya ia menatap lurus ke arah Aska yang baru saja masuk ke ruang kerjanya di lantai tiga. "Iya, boleh," singkatnya.Naura tersenyum lebar. "Terimakasih, Ze."Lantas mereka berdua pun memasuki kamar yang penuh dengan hiasan dan juga mainan bayi. Laras, yang sedang menga
Dua hari kemudian,Naura memainkan garpu di piringnya, sambil mendengarkan percakapan antara Aska dan Zea di malam ini. "Bagaimana? Apa kamu betah tinggal di rumah ini, Sayang?" Bersamaan dengan itu Aska menoleh ke arah Zea yang duduk di sampingnya.Zea, dengan senyum yang cerah, menjawab, "Tentu saja! Apalagi aku bisa bertemu denganmu dan Vio setiap hari."Aska mengangguk, melanjutkan pertanyaannya. "Jadi kamu sama sekali tidak keberatan menjaga Vio? Maksudku, apa selama ini Vio tidak merepotkanmu?"Dengan cepat dan tegas, Zea menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali, aku justru senang bisa merawatnya, dia sangat lucu dan menggemaskan." Sedangkan dalam hatinya Zea merasa sangat benci akan kerewelan bayi kecil itu.Naura, yang mendengarkan semua itu, melirik ke arah Zea dengan pandangan yang sulit diartikan. Karena ia tahu betul bahwa Zea tidaklah setulus itu untuk merawat Vio.Kemudian Aska melirik ke arah Naura, yang akhir-akhir ini menjadi pendiam. "Oh iya, Bagaimana menurutmu,
Di tengah sarapan pagi, Aska tiba-tiba berdiri dari kursinya dan berkata pada Zea, "Aku harus segera pergi, Sayang." Zea menoleh, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan cekatan, ia membetulkan dasi yang dikenakan oleh Aska, sambil menatap matanya penuh kehangatan. Setelah itu, Zea mengantarkan Aska sampai ke depan pintu rumah, lalu berpisah dengan kecupan singkat di keningnya.Zea kembali masuk ke rumah, dan tak disangka ia berpapasan dengan Naura yang baru saja turun dari kamar. Ia tersenyum pada Naura. "Naura, kamu jaga Vio ya, aku benar-benar lelah dan harus pergi ke salon untuk perawatan tubuh." Naura tampak terkejut dan tak habis pikir, bagaimana bisa Zea meminta dirinya mengurus anaknya, padahal ia tahu betul Zea seharusnya bertanggung jawab atas anak itu. "Apa kamu gila? Kamu hendak meninggalkan Vio? Bukannya dari kemarin kamu menginginkan aku untuk menjauhinya? Dan sekarang setelah Aska pergi kamu berubah, apa sebenarnya niatmu?" tanya Naura, yang benar-benar tak menyang
Di kamarNaura membelai lembut pipi Vio yang sudah terlelap dalam pelukannya."Melihat sikap Zea yang begitu berlebihan membuatku khawatir, apakah dia benar-benar mampu dan bisa menjaga Vio?" batin Naura dengan tatapan sendu yang ia tunjukkan.Tak berselang lama Laras datang untuk menghampirinya. "Maaf Nyonya..."Naura menoleh. "Ada apa, Ras?""Nona Zea meminta saya untuk mengawasi Non Vio," jawab Laras dengan tak enak hati.Hati Naura mencelos. "Apa aku seburuk itu dimatanya? Sampai-sampai Zea melakukan hal ini? Sudah jelas bahwa aku hanya ingin menenangkan Vio."Laras duduk di sisi ranjang dekat Naura. "Nyonya benar, Non Zea memang sangat berlebihan dan tidak sabaran.""Aku khawatir jika aku pergi, bagaimana nasib Vio? Akankah Zea bisa merawatnya dengan baik?" Laras sedih mendengarnya. "Apa Nyonya tidak bisa bertahan untuk Non Vio dan Pak Aska? Kalian terlihat lebih cocok jika berpasangan.""Aku pernah menceritakan hal ini padamu, bukan? Semua keputusan ada pada Aska, dan aku tidak
Malam pun tibaZea kini tampak emosi karena Vio yang terus menangis, ia tak tau kenapa bayi ini begitu rewel saat bersama dengannya."Astaga Laras... kenapa Vio masih menangis?" tanya Zea ketika Laras menimang Vio, dan berusaha memberinya susu."Saya juga gak tau Non, mungkin Vio kangen sama Nyonya Naura makanya Nona kecil rewel."Mendengar nama Naura tentu membuat Zea kesal, dan akhirnya ia pun mengambil alih Vio dari gendongannya Laras."Sini susunya!" pinta Zea yang kemudian Laras pun memberikan dot yang ada di tangannya pada Zea.Zea mencoba memberikan susu tersebut pada Vio. "Vio Sayang... kamu minum ya susunya? Tante pusing kalo denger kamu nangis terus, ini udah malam dan Tante butuh istirahat."Bukannya berhenti Vio justru semakin rewel, dan menangis dan tentunya itu membuat Laras sangat iba."Apa perlu kita panggil Nyonya Naura untuk -""Tidak perlu! Aku tidak mau Naura ada di sini, kalau seperti ini caranya bisa-bisa Vio tidak mau dekat denganku!" potong Zea yang menolak sar
Saat ini Aska, Naura dan Zea sedang duduk di meja makan untuk menikmati makan siang mereka."Naura, ada hal yang ingin saya sampaikan padamu." bersamaan dengan itu Aska melirik ke arah Naura.Naura yang merasa terpanggil pun lantas mengalihkan perhatian. "Ada apa?""Mulai hari ini Zea akan tinggal bersama kita," kata Aska yang dibalas anggukan kepala oleh Naura. "Tapi, kamu harus pindah dari kamar Vio ke kamar tamu."Naura menghentikan pergerakannya. "Pindah? Terus yang bakal jaga Vio semalaman siapa?""Aku," potong Zea dengan senyuman penuh kemenangan. "Aku yang akan menggantikan kamu untuk menjaga Vio, bagaimana pun juga pernikahan kami akan terjadi dan aku akan menjadi ibu bagi Vio. Bukankah sudah seharusnya aku menjalin hubungan yang baik dengan anak sambungku."Naura sebenarnya merasa keberatan apalagi ia kurang percaya pada Zea, namun ia tak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Lagipula pernikahannya dan Aska adalah pernikahan di atas materai, dan sudah pasti hal ini aka