Share

Hanya Sebagai Alat Tukar

Kata-kata Lexie sedikit menusuk hatinya, tapi tidak peduli seburuk apa pun Lexie mengatakan mengenai dirinya, semua kata-kata itu dia telan begitu saja tanpa memiliki perasaan apa pun. Pesona Lexie yang mempengaruhinya jauh lebih besar, membutakan mata dan hatinya.

Bahkan setelah wanita itu pergi, yang dia lihat hanya semua keindahan Lexie. Kata-kata kasar yang diucapkan Lexie padanya tadi seolah menguap begitu saja.

“Zane!”

Tiba-tiba saja suara melengking dari Nancy menghancurkan lamunannya. Entah kenapa, Zane baru menyadari jika suara Nancy begitu buruk sampai membuat telinganya sakit.

Mata Zane yang berbinar tadi berubah kusut saat pandangannya menangkap wajah Nancy yang memotong pandangannya pada Lexie. “Apalagi yang kau inginkan?”

“Apalagi kau bilang? Apa maksudmu mengatakan semua itu tadi?”

“Memang apa yang aku katakan? Aku hanya melakukan apa yang kau inginkan, dan sekarang kau datang dan marah-marah. Kau tau, tadinya aku hanya membual tentangmu, tapi aku baru sadar jika apa yang aku katakan mungkin memang benar.”

“Kau―” Sisa kata-katanya tidak bisa dia teruskan ketika Zane berbalik, meninggalkannya begitu saja.

Perasaan marah yang tidak tersalurkan dan pengabaian sangat membuatnya tidak nyaman. Nancy menggertakkan giginya. Untuk pertama kalinya, Zane telah mengabaikannya dan itu karena Lexie!

Bahkan setelah mengatakan itu, Lexie tidak peduli apa yang akan dilakukan Zane padanya nanti. Dia sudah memiliki Greg di belakangnya.

Beberapa video amatir mengenai kemunculan Lexie dengan penampilan barunya langsung menyebar pesat seperti kobaran api. Dalam sekejap, status Lexie telah diangkat menjadi selebiriti sekolah. Kecantikannya tidak bisa dibandingkan dengan siapa pun lagi.

Karena video itu juga banyak lelaki yang tidak segan untuk mencoba mendekatinya. Mereka muncul di sekeliling Lexie, berputar-putar seperti kumbang gelandangan.

Di masa lalu, Lexie sangat menyukai tampilan pria di kota ini. Mereka modis dan keren. Tapi sekarang, semua itu terasa hambar. Justru dia merasa sedikit terganggu. Baginya, tidak ada yang lebih menarik daripada Greg.

Calon suaminya itu jauh lebih baik dan tidak bisa dibanding dengan siapa pun. Mengingat ini, dia tidak sabar untuk pulang lalu pergi menemui Greg.

Hanya saja, dia tidak yakin di mana dia harus menemui pria itu. Di masa lalu, meskipun mereka sudah menikah selama 6 tahun, komunikasi mereka sangat buruk. Dia sendiri tidak mau tahu ke mana Greg pergi. Di sisi lain, Greg sering mengurungnya di rumah, tidak pernah diizinkan keluar.

Di masa lalu, semua orang berkata jika Greg tidak akan mampu memimpin perusahaan. Seorang pria dengan tempramen buruk hanya akan membawa dampak negatif, mengacau dan merusak tatanan perusahaan.

Itu sebabnya Sekretaris keluarga Gilbert yang terjun ke lapangan. Kabarnya, jika Greg muncul, masalah besar pasti akan terjadi setelahnya.

Tapi sekarang dia tahu, Greg bukan pria seperti itu. Jika Greg tidak pernah ke perusahaan, ke mana dia harus menemuinya?

Tidak mungkin dia pergi ke Vila Biru, Greg tidak pernah membicarakan mengenai vila ini padanya. Sedangkan dia baru mengetahui jika Greg memiliki vila paling indah di kota ini setelah mereka menikah.

Lexie mencoba memutar semua ingatakannya. Ternyata hubungannya dengan Greg benar-benar buruk. Dia bahkan tidak tahu apa yang dilakukan Greg di masa lalu setiap harinya. Jika pria itu pulang, dia akan mencari segala cara untuk menghindari kontak dengannya. Jika mereka bertemu dalam obrolan, hanya pertengkaran yang terjadi.

Sekarang Lexie benar-benar menyesal. Setelah ini, dia pasti akan memberikan semua perhatiannya pada Greg.

Ketika Lexie mengingat ini, tiba-tiba dia ingat jika Vila Biru menyimpan banyak stik golf. Lalu, dia sendiri juga beberapa kali melihat Greg pulang dengan pakaian olahraga.

Mungkinkah dia ada di lapangan golf? Jika benar, melihat bagaimana sikap Greg yang suka menyendiri selama ini, sepertinya dia tahu tempat golf mana yang akan dia tuju.

Tepat saat jam pulang, Lexie meninggalkan sekolah lebih awal. Dia terlihat sangat terburu-buru sampai mengabaikan banyak pria yang menyapanya.

Setelah tiga puluh menit dalam perjalanan dengan taxi, dia sudah berdiri di tempat lapangan golf yang katanya itu adalah tempat penyewaan golf paling mahal, tidak bisa dijangkau dengan sembarang orang.

Kabarnya, hanya orang-orang yang memiliki akses keanggotaan yang bisa bermain di sana. Informasi ini dia dapat dari Zane saat dia berhubungan dengan pria itu dulu. Dengan latar belakang tempat ini dan sikap Greg, keyakinannya semakin kuat jika Greg berada di dalam.

Hanya saja, dia langsung dihentikan saat baru saja kakinya melangkah ke halaman mereka.

Penjaga berkata, “Nona, Anda tidak diizinkan masuk selama Anda tidak memiliki kartu keanggotaan atau Anda memiliki janji dengan seseorang di dalam.”

Dia tidak memiliki kartu seperti itu, juga tidak memiliki janji dengan Greg. Meskipun saat ini mereka telah bertunangan, tapi di masa lalu, Greg memang sangat dingin padanya. Apa dia mau menerima kedatangannya yang tiba-tiba?

“Ya, saya memiliki janji dengan Greg.”

Ada kilatan keraguan di mata Lexie, dan itu mudah terbaca oleh pengawal. Hanya saja, karena ini bersangkutan dengan pria yang tidak bisa dia tentang, pengawal itu tidak ingin membuat kesalahan. Dia menghubungi seseorang dan menyampaikan pesan Lexie.

Di dalam sana, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan rumput seolah-olah setiap bagian tanah di wilayah ini dibungkus dengan karpet hijau.

Memang benar jika tempat golf ini tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang, karena tempat ini hanya diperuntukkan Greg untuk melakukan kesepakatan bisnis dalam jumlah besar saja. Selain Greg, mereka yang datang hanya jika memiliki janji dengan pria itu saja karena seluruh tempat ini memang miliknya.

Di tengah-tengahnya, seorang pria berdiri dengan gagah, memegang tongkat golf dengan memakai celana olahraga putih yang senada dengan kos ketatnya. Hanya saja, pemandangan kali ini berbeda.

Jika seseorang memukul bola golf agar bola itu masuk ke lubang yang ditentukan, maka sasaran Greg kali ini bukan sebuah lubang. Seorang pria menyedihkan dengan banyak luka di wajahnya sudah bertekuk lutut entah sejak kapan.

Luka-luka di wajah itu jelas merupakan sebuah hantaman benda tumpul, bahkan beberapa sudah membekas menyerupai bola. Kedua matanya pun menghitam, retinanya merah dan berair. Tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang dia terima dari pukulan bola Greg, selama pria itu belum mau melepaskannya, dia tidak akan bisa bebas. 

Melihat tongkat di tangan Greg berayun lagi, dia berharap itu tidak tepat mengenai matanya. Jika tidak, maka kedua matanya benar-benar akan rusak dan dia pasti buta. Pukulan dari Greg sangat kuat hingga kedua matanya yang sudah mendapatkan pukulan pertama untuk masing-masing tidak bisa melihat dengan benar sekarang. Kedua kalinya, mungkin bola matanya akan hancur!

Tongkat pemukul sudah berada di udara. Ketakutannya tidak berarti saat kedua tangan dan kakinya terikat satu sama lain. Dia berpikir jika dia mungkin akan berakhir di sini, di tangan pria kejam yang mengerikan ini. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Sebersit keinginannya untuk mati ditembak saja itu terasa lebih baik saat ini.

Saat rasa takutnya memuncak, tiba-tiba suara seorang pria terdengar seperti memecah langit.

“Tuan ….”

Refleks Greg menghentikan gerakannya, tapi kedua tangan itu masih melayang di udara.

Dihentikan saat hampir melakukan pukulan sangat mengganggu. Sekujur tubuhnya semakin memancarkan aura berbahaya.

“Katakan!” Suaranya terdengar semakin dingin. Saat dia bicara, pandangannya tidak lepas dari sasarannya sama sekali.

“Seorang perempuan bernama Lexie Grey ada di luar. Dia bilang jika dia memiliki janji dengan Anda.”

Lexie Grey? Nama ini terulang kembali dalam kepalanya. Eskpresi kaku di wajah pria itu mengendur perlahan, seperti sedang memikirkan sesuatu dalam kepalanya.

“Biarkan dia masuk.” Setelah dia mengatakan ini, kedua tangannya yang masih bersiap memukul tadi berayun kencang. Bola terakhir tepat mengenai mata kanannya, dan itu adalah puncak pukulan paling keras yang dia lakukan.

Jeritan keras terdengar mengerikan dari ‘sasaran hidup’ Greg sebelum pria itu tergeletak tak sadarkan diri. Pengawal yang berjaga baru berani mendekatinya setelah itu, membawanya keluar setelah bersimpah darah.

Saat ini Lexie sedang berjalan memasuki lapangan. Kekagumannya pada tempat ini langsung lenyap begitu dia melihat seorang pria dengan luka mengerikan di semua wajahnya terkapar tak sadarkan diri.

Bekas luka itu, jelas itu sebuah pukulan bola. Salah satu matanya mengalirkan darah dan sisanya sudah menggelap.

Jantung Lexie bergetar untuk beberapa waktu. Ketika pria itu dibawa pergi, matanya bergulir untuk melihat seorang pria yang masih membawa stik golf di sana.

Greg Gilbert? Dia yang melakukan itu?

Hanya melihat punggungnya, sekujur tubuh Lexie membeku seperti disiram dengan seember air dari Kutub Utara. Tubuhnya menggigil. Sungguh dia tidak tahu jika Greg memang semengerikan ini di belakangnya.

Dia bukan hanya tidak memahami suaminya di masa lalu, tapi dia benar-benar tidak mengenalnya sama sekali. Jika pria itu mampu melakukan hal seperti ini, bukankah saat Greg menghukumnya dengan mengurungnya di vila adalah toleransi terbesar?

Dilihat seberapa kejam pria itu, bisa saja Greg mencekiknya sampai biru dulu, apalagi ketika dia tertangkap keluar bersama Zane. Tapi Greg tidak melakukan itu, dan dia sudah memberi lebel Greg adalah pria paling kejam di muka bumi ketika dia terkurung dalam vila.

“Nona, Tuan tidak suka menunggu. Silakan!”

Seorang pengawal menarik kesadaran Lexie. Pandangannya kembali fokus pada seorang pria yang masih berdiri di sana. Di bawah terik matahari, siluetnya semakin memancarkan keagungan. Saat dia mengambil botol air dan meneguknya, semua gerakan yang dia lakukan terlihat keren.

Oh, shit! Bagaimana seorang pria bisa terlihat menarik dan mengerikan sekaligus?

Bayangan kematiannya dengan pria itu kembali melintasi mata Lexie. Hingga saat ini, dia masih ingat bagaimana Greg memeluknya begitu erat seolah dia tidak membiarkan satu bagian dari tubuhnya terbakar.

Dari kerinduan yang meletup-letup, lalu perasaan takut padanya, dan sekarang kerinduan itu muncul dengan kekaguman, Lexie merasakan perubahan emosi kompleks dalam waktu singkat. Tidak peduli apa yang sudah dilakukan Greg, dia hanya ingin menemuinya, menyapanya dan mungkin sedikit mengobrol.

Kaki Lexie bergerak seolah tanpa kesadaran. Saat dia berada tepat di depan Greg, dia baru sadar ternyata dia tidak memiliki nyali sebesar itu.

Greg menyelesaikan minumnya, meletakkan botol air itu, lalu menatap Lexie dengan datar dan dingin. Bahkan setelah Lexie merubah penampilannya, tidak ada satu pun keterkejutan atau perubahan ekspresi di wajah pria itu.

Apa yang terjadi di masa lalu? Apakah memang Greg mencintainya di saat terakhir kehidupan mereka?

Awalnya Lexie ingin bicara banyak hal, tapi tatapan yang dikirim Greg mengerdilkan nyalinya. Begitu matanya bertabrakan dengan mata Greg yang dalam dan gelap, otaknya terasa kosong untuk beberapa waktu. Dia bahkan tidak tahu apa tujuannya kemari menemuinya.

Bulu mata panjangnya hanya berkedip-kedip, sementara tenggorokannya terasa begitu kering seperti kulit pohon.

Meskipun dia telah menjadi suaminya selama 6 tahun di masa lalu, tapi melihat dan menatapnya tanpa perasaan kebencian ternyata membuat dia menyadari bahwa suaminya ini memang begitu tampan.

Tatapan matanya seperti mantra sihir, menjebaknya dalam pusaran air. Pria ini, dia adalah orang yang rela mati dengannya. Dia ingin memeluknya, mengucap kata maaf dan terima kasih, mengatakan bahwa dia akan mengabdikan seluruh hidupnya sebagai istri yang baik, tapi sekujur tubuhnya membeku.

Dia ingin mendekatinya lebih dekat, tapi kakinya mengakar kuat, jauh ke dalam tanah. Seakan ini pertama kalinya mereka bertemu, dia merasakan debaran yang begitu hebat dalam hatinya.

“Sudah puas memandangiku?” Greg bertanya, dan itu mengguncang hati Lexie. Suaranya … dia sangat merindukan suara ini. Meskipun itu terasa dingin, tapi kerinduan yang dia rasakan jauh lebih besar.

Lexie mengerjap. Bola matanya bergoyang, lalu senyuman tulus menggantung di sudut bibirnya.

Saat dia tersenyum, Greg memalingkan pandangan dan berkata, “Katakan apa tujuanmu kemari, karena aku tidak memiliki banyak waktu di sini.”

“Aku … aku hanya ingin menemui calon suamiku dan menyapanya.”

“Apa aku memintamu ke sini?” Greg berputar menatapnya, dan kali ini dia menunjukkan wajah semakin dingin lagi. “Aku hanya menerimamu sebagai pengantin, jadi bersikaplah seperti itu. Kau hanya perlu datang saat upacara pernikahan, tidak perlu bertindak berlebihan.”

Kata-kata ini sedikit menyakiti hati Lexie, tapi dia tahu, cepat atau lambat, Greg pasti akan mencintainya. Senyuman tulus tadi tetap dia pertahankan saat dia berkata, “Apa hanya melihat bagaimana wajah calon suamiku saja tidak bisa?”

“Sepertinya kau terlalu melebihkan kebaikanku. Perlu kau tau, kau hanyalah alat tukar keluargamu, jadi jangan melebihi batasanmu!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status