"Siang ini Mom dan Dad akan berangkat ke Jepang," Elleana yang baru saja memasuki mansion Miller setelah mengantar David pergi kerja itu langsung menoleh ke ruang tamu kala mendengar suara Mom Samantha.Elleana mengernyitkan keningnya. Ia tidak salah dengar, kan? Ibu mertuanya itu ingin pergi ke Jepang? Ada masalah apa? Dan kenapa tiba-tiba sekali? Mendadak rasa tak enak hati dan pikiran negatif mulai menyerang Elleana. Jangan-jangan penyebab kepergian ibu mertuanya itu karena Elleana? Cepat-cepat Elleana menepis pikiran itu dari benaknya dan bergabung ke ruang tamu. Mertuanya itu sedang duduk santai sambil minum secangkir kopi bersama Juliant."Tumben sekali," Cicit Juliant tiba-tiba. Elleana mengulum senyum tipis kala Juliant melambaikan tangan kepadanya sambil tersenyum, menyapa. Perlahan Elleana menghempaskan bokongnya di sofa panjang, duduk di samping Juliant kala mendapatkan isyarat dari ayah mertuanya untuk bergabung."Oh, jangan bilang kalau Mom dan Dad ingin pergi bulan madu
Trap...Trap...Trap!Terdengar bunyi langkah kaki yang mengalun tegas memenuhi seluruh mansion Miller. Suara yang tak asing di gendang telinga, membuat Elleana yang baru saja selesai merapikan seprai kamarnya langsung setengah berlarian keluar kamar menghampiri sumber suara. Dari atas, Elleana dapat melihat David yang sudah pulang, padahal baru pukul empat sore. Tumben sekali suaminya itu pulang lebih awal, ujar Elleana dalam hatinya.Elleana mengulum senyum manisnya sambil mengedikkan bahu tak peduli. Ia memperhatikan David yang masih setia berdiri di bawah, tak ada tanda-tanda kalau pria itu hendak menaiki anak tangga. Mata Elleana memicing, mendapati pria mata hazel itu sedang meringis seraya tangannya memegangi perut berototnya yang seperti roti sobek itu. Kening Elleana mengernyit, dalam hati bertanya-tanya apa yang terjadi dengan suaminya itu."Dave?” Gumam Elleana setengah kencang, membuat David refleks menoleh padanya. “Kau kenapa? Hmm
Elleana menaiki anak tangga satu per satu, tangannya membawa nampan berisi semangkuk bubur yang masih mengepul asapnya dan teh hangat. Ia belajar semuanya itu dari Nyonya Regina. Setiap kali Elleana sakit pasti Nyonya Regina selalu memberikan semangkuk bubur dan teh hangat, lalu besoknya Elleana sudah merasa lebih baik. Jadi, Elleana buatkan hal yang sama untuk David dengan harapan pria itu merasa baik ketika bangun besok pagi.Tangan Elleana terulur membuka pintu kamar, pemandangan yang pertama kali di lihatnya adalah David yang baru keluar dari kamar mandi sambil meringis dan memegangi perutnya. Wajah suaminya itu masih pucat, kedua pipinya juga memerah bak kepiting rebus mungkin karena mati-matian menahan gejolak di perutnya. Elleana menghampiri David yang berjalan tertatih-tatih ke kasur seraya berulang kali menghela napas kasar.“Sudah berapa kali bolak-balik kamar mandi selama aku pergi membuatkanmu bubur?” Tanya Elleana lembut sambil meletakkan nampan berisi bubur itu di atas n
Dengan napas yang memburu, Elleana menyambar baju hangatnya yang tergantung rapi di lemari lalu memakainya dengan cepat. Ia mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi bak ekor kuda. Setelah berkutat dengan hati dan pikirannya, akhirnya Elleana memutuskan untuk pergi menjemput Audrey. Bagaimana pun juga Mom Samantha telah mempercayakannya untuk menjaga rumah ini selama ia pergi, berarti termasuk juga untuk menjaga ketiga anak-anaknya.Elleana mendaratkan pandangannya pada David yang tengah tertidur nyenyak. Menatap sendu wajah suaminya yang nampak begitu damai. Elleana mengulum bibir bawahnya sambil menghela napasnya pendek. Mendadak batinnya kembali mengalami peperangan lagi. Haruskah Elleana membangunkan David dan mengatakan tentang Audrey yang belum juga pulang karena sedang berada di club?Elleana berdecak pelan seraya menggelengkan kepalanya, ia mengusir jauh-jauh pikiran itu. Membangunkan David bukanlah ide yang bagus. Kasihan suaminya itu sedang sakit saat ini dan baru saja tertid
Langkah kaki Elleana berhenti. Matanya menatap bingung sekitaran panti. Dalam hati bertanya-tanya mengapa semua penghuni panti berkumpul di halaman depan? Mengapa ada tiga orang asing yang sedang bertolak pinggang sambil marah-marah? Dan mengapa terselip kesedihan di mata Nyonya Daisy–si pemilik panti, juga ketakutan yang menguasai anak-anak terutama Alexa – si anak periang. “Kalian semua angkat kaki dari sini!” Usir salah satu dari orang asing itu. Telunjuknya mengacung di udara. Elleana yang merasa kalau perbuatan orang asing itu sudah kelewat batas pun segera menghampirinya. “Anda tidak bisa seenaknya mengusir mereka dari sini, Tuan! Panti ini sudah lama berdiri dan ini milik Nyonya Daisy! Jadi, anda sama sekali tidak berhak mengusir kami semua dari sini, Tuan!” desis Elleana dengan penuh penekanan. Ia terlihat sangat berani bak pahlawan. Orang asing itu tersenyum sinis, “Yang berhak atas rumah ini adalah ayah saya, Daisy itu hanya anak haram dari mendiang kakek saya. So, tujuan
"Kafe Victoria, jam 7 malam. Aku menunggumu di sana. Jangan membuatku kecewa dengan tidak datang, Sayang." Elleana menghela napas berat, meletakkan kembali benda pipih itu ke meja. Jujur, dia merasa kecewa. Tidak ada satu pun orang yang bisa membantunya keluar dari masalah ini. Mau tidak mau, dengan berat hati Elleana memang harus menerima tawaran Rachel hanya demi uang dua juta dollar itu. Dan, di sinilah Elleana sekarang. Bersama Rachel, ia tengah menunggu pria superkaya yang rela mengucurkan uang untuk menidurinya hanya semalam. "Nah, itu dia!" seru Rachel tiba-tiba. Matanya memandang lurus ke depan. Elleana menoleh, mengikuti arah pandangan Rachel. Seorang Pria dengan kemeja biru gelap yang lengannya digulung hingga siku. Pria tinggi, tegap, bertubuh atletis. Wajah yang tegas dengan rahang yang kokoh, mata hazel yang tajam bak pisau, hidung mancung, bibir tipis. Dagu yang ditumbuhi bulu halus, juga kumis tipis yang beraturan seakan baru dicukur, sehingga lebih mempertegas kepri
“Kau sangat menjijikkan, Ellea!” Elleana menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya yang sembab, wajah yang sedikit pucat, rambut awut-awutan, sungguh mengerikan sekali penampilannya itu. Tangan Elleana perlahan menelusuri tanda merah di leher bahkan dadanya. David benar-benar melahapnya semalam. Pria itu bahkan meninggalkan begitu banyak jejak kepemilikan di tubuhnya yang semula mulus tanpa noda. “Keluar kalian semua!” Samar-samar, Elleana mendengar keributan di luar panti. Cepat-cepat ia tutupi tanda merah di lehernya dengan bedak agar tidak terlalu mencolok sekali. Lalu ia ikat asal rambutnya sebelum keluar dari kamar kecilnya yang nyaman. Elleana melangkahkan kakinya semakin dekat, ia melihat semua orang sudah berkumpul di sana, bahkan anak-anak panti juga saling berpelukkan. Mereka nampak ketakutan. "Saya mohon jangan seperti ini, Yopi. Ke mana kita semua akan pergi?" Wanita pemilik panti itu tengah memohon sambil menyatukan kedua tangannya. "Saya tidak peduli!" "Kasihani
“Malam itu ….” Malam itu, ketika David Miller telah di puncak hasratnya, Elleana memberikan sedikit permainan. Untuk mengulur waktu, gadis itu mengajak David yang sudah dimabuk hasrat meminum wine terlebih dulu. Mengaku bernama Rina dan baru seminggu berprofesi sebagai jalang, wanita itu berperan seolah meyakinkan. Elleana tidak menolak sentuhan David yang begitu memabukkan. Ia bahkan menyukai sikap dominan David atas tubuhnya. Sentuhan-sentuhan kasar, tetapi mampu membangkitkan gairahnya semakin tinggi. Gadis itu bahkan melenguh Elleana kala lidah David tanpa permisi menerobos masuk dan mengaduk-aduk dengan tempo cepat. ‘Astaga, kenikmatan ini bisa membuatku gila!’ Untuk itu, sebelum ia hilang kendali atas dirinya sendiri, dengan kesadaran dan keberanian penuh, kaki jenjang Elleana menendang pria tersebut. Naas, tendangan itu mengenai sesuatu yang sudah mengeras sedari tadi. "Argh!" David meringis kesakitan, tendangan Elleana sangat kencang sekali. Tak ingin melewatkan kesempat