#Istri_Gaib
Bab 6 : Tidak Gila
“Jadi, Adek menyuruh Abang untuk menerima perjodohan itu?” tanya Haikal sambil memegang bahu Maura, ia masih berusaha meyakinkan ucapan dari sang istri.
“Iya, Bang, tapi Abang tak boleh mencintai dia. Pernikahan kalian hanya formalitas saja, tapi istri yang Abang sayangi tetap harus Adek.” Maura menatap Haikal dengan tatapan tajam, cahaya merah seakan keluar dari matanya saat mereka berada pandang.
“Baiklah, Sayang, Abang akan menuruti semua maumu,” jawab Haikal lembut dengan hati yang mendadak luluh, padahl tadi ia ingin menentang saran dari istrinya itu.
Taklama berselang, keduanya mulai bergandengan menuju kamar dan akan kembali memadu cinta seperti malam-malam terdahulu.
*******
Keesokan harinya. Setelah sarapan seorang diri, Haikal langsung meraih tas kecilnya lalu melangkah menuju pintu samping dan mengeluarkan motor.
Setelah memanaskan motor beberapa menit, Haikal langsung tancap gas menuju tempat kerjanya. Padahal saat keluar dari perkarangan rumah, ia melihat sang ibu menatap ke arahnya saat menyapu halaman. Ia masih belum mau memberikan jawaban atas permintaan ibunya itu.
Tiga puluh menit kemudian, Haikal telah tiba di kantor tempat ia bekerja. Saat itu, tim dua dan tim tiga baru saja hendak berangkat ke lokasi. Ia hanya melambaikan tangan pada teman-temannya yang sudah bersiap di atas mobil kebanggaan mereka.
Haikal masuk ke ruangan lalu menyapa teman satu timnya yang disuruh siaga. Ada Zeki, Santo, Niko, dan Tyo. Keempat temannya itu sudah bersiap dengan helm dan jas.
“Eh, Kal, ada gosip hangat, mau dengar gak?” Zeki mendekati Haikal yang sedang memakai perlengkapan bertugasnya.
“Nggak!” jawab Haikal acuh.
“Hmm ... nyesal kamu kalau gak mau dengar. Yakin nih gak mau dengar?” Zeki mengulum senyum.
Haikal menghela napas dan menautkan alisnya, lalu berkata, “Pagi-pagi udah ngajakin ngegosip, kayak emak-emak rempong aja.”
Zeki melenngos lalu mengusap dagunya.
“Si Ella mantan kamu itu ... dia ngungsi ke rumah tantenya, dan rumah tantennya itu bersebelahan ama rumahku,” ujar Zeki sambil menyikut Haikal.
“Udahlah, gak usah bahas dia lagi. Gak ada penting-pentingnya juga kok,” jawab Haikal sedikit kesal dengan sikap pria bertubuh kurus tinggi kayak tiang listrik itu.
“Satu lagi gosipnya, Ella udah jadi janda,” bisik Zeki.
Haikal tertegun sesaat, hatinya seolah bersorak girang mendengar kabar itu. Entah apa penyebabnya, ia juga tak mengerti.
“Suaminya meninggal lima bulan yang lalu, kena serangan jantung. Kemalangannya begitu beruntun, kini malah rumahnya yang habis terbakar. Kasihan dia, Kal,” ujar Zeki lagi.
“Begitulah takdir, kadang kita di atas dan kadang kita bisa jatuh ke bawah,” jawab Haikal sambil meninggalkan Zeki.
Zeki berlari mengikuti Haikal, gosipnya belum kelar.
“Kal, kemarin aku ngobrolin kamu sama Ella dan doi minta nomor ponselmu. Kayaknya dia mau ngajakin CLBK deh.” Zeki menepuk pundak Haikal.
“Ngaco aja nih, Tiang listrik! Aku udah punya istri, Ella hanya masa lalu. Buat kamu ajalah, Zek, kalian sama jomlo itu.” Haikal duduk di kursi panjang sambil mengeluarkan ponselnya.
Zeki kembali melengos. Ia sebenarnya tak percaya kalau Haikal sudah punya istri, sebab sudah beberapa kali ia mampir ke rumah pria bertubuh tegap itu, ia belum pernah melihat istri yang selalu ia sebut-sebut itu.
“Hmmm ... ya deh. Eh, btw ... boleh dong sesekali kenalin kita ama istri kamu, Kal. Kasih lihat fotonya juga boleh,” ujar Zeki lagi.
Haikal melirik Zeki, satu-satunya teman yang begitu usil dan selalu penasaran akan kehidupan pribadinya.
“Okelah, kapan-kapan aku ajakin kalian makan malam ke rumah,” jawab Haikal akhirnya.
“Bro, ayo berangkat sekarang! Panggilan darurat di bangunan bertingkat sarang walet di Pasar lama,” ujar Tyo sembari mempercepat langkah menuju mobil mereka.
Haikal kembali menjalankan tugas bersama empat temannya. Mereka mulai menuju ke lokasi kebakaran lalu bertarung dengan Si Jago Merah.
********
Jam sudah menunjukkan pukul 13.25, barulah api di bangunan bertingkat sarang walet itu berhasil dipadamkan. Memang tak ada korban jiwa di sana, tapi sarang walet yang harganya ratusan juta milik para pengusaha Cina itu sudah ludes menjadi abu.
Haikal dan empat temannya masuk kembali ke dalam mobil merah berlambang Damkar itu, lalu menuju kantor. Ia sudah merasakan perutnya melilit sejak dari tadi. Untung saja pass nyampai di kantor, jatah makan siang sudah ada di atas mejanya.
Sambil menikmati makan siangnya, Haikal sembari mengetik sebuah chat untuk istri. Hatinya tiba-tiba sangat merindukan wanita berambut merah dengan bulu mata lentik itu.
[Sayang, lagi apa?] Haikal langsung mengirimkan pesan itu.
Beberapa menit kemudian, pesannya langsung mendapatkan balasan.
[Lagi kangen Abang nih.]
Haikal mengulum senyum membaca chat istrinya.
[Sama, Abang juga kangen Adek.]
[Abang udah makan?]
[Ini lagi makan, Sayang. Video call yuk! Abang benar-benar rindu.]
[Oke, Bang.]
Beberapa saat kemudian, Haikal sudah bisa melihat penampakan wajah cantik sang istri. Wanita berambut panjang dengan warna merah itu terlihat sedang duduk di pinggir pantai sebab rumah orangtuanya memang terdapat di sekitar pantai.
“Sayang, I love you,” ujar Haikal.
“I love you too, Bang.” Muara memajukan bibir sexinya. “Abang, selamat bekerja ya, sampai ketemu nanti malam.”
“Iya, Sayang.”
Haikal mengakhiri panggilan videonya. Ia semakin tak sabar untuk segera pulang ke rumah dan bermanja di pelukan sang istri yang membuatnya begitu mabuk kepayang.
*******
Seminggu berlalu, malam ini Bu Ida sengaja menunggu Haikal di teras rumah. Kalau anak bungsunya itu sudah pulang bekerja, ia akan menghampirinya.
Beberapa saat kemudian, pria berjaket kulit dan motor ninja hitam itu masuk ke perkarangan rumahnya. Bu Ida langsung berlari ke jalanan, lalu menyebrang dan menghampiri Haikal yang sedang mendorong kendaraanya itu masuk ke dalam garasi.
“Baru pulang kerja, Kal?” sapa Bu Ida berbasa-basi.
“Iya, Bu. Hari ini banyak kebakaran, sekarang saja masih ada tim yang bertugas, dan untungnya Haikal tidak ada jadwal malam ini,” jawab Haikal sambil mngeluarkan kunci rumah dan memasukkannya ke knop pintu.
Bu Ida mengikuti Haikal masuk ke dalam, lalu duduk di depan televisi dan menghidupkannya. Suasana rumah sepi, Haikal mencari istrinya ke kamar, tapi Maura tak ada di sana. Ia meraih handuk dan mandi, sebab tubuhnya sangat gerah karena kesibukan hari ini yang begitu padat.
Selesai mandi dan berpakaian, Haikal menghampiri Ibunya yang sedang menonton televisi. Ia sudah tahu maksud dan tujuan kedatangan wanita berdaster bunga-bunga itu.
“Kal, ini sudah seminggu. Ibu mau dengar jawaban darimu. Ibu udah ketemu Pak Ustad Bumi, ahli ruqyah, dia pemilik ‘Rumah Ruqyah’ yang ada di Jalan Pawan 1.” Bu Ida menatap putra bungsunya yang kini duduk di hadapannya.
“Haikal nggak gila, Bu, nggak perlu diruqyah. Haikal mau kok dijodohkan dengan Nindi. Ibu atur saja semuanya,” jawab Haikal dengan tampang masam sambil beranjak mengambil tas kecilnya yang ada di atas meja ruang tamu.
Bu Ida langsung tersenyum senang, ia memanjatkan syukur atas perubahan anaknya itu yang sudah mau untuk menikah dan ia berharap Haikal tak lagi berhalusinasi setelah punya istri yang nyata nanti.
Bersambung .....
Istri_GaibBab 7 : Lamaran“Bu, ini atm Haikal, Ibu peganglah! Di situ ada uang tabungan, Ibu uruslah semuanya!” ujar Haikal sambil menyerahkan kartu berwarna merah dengan lambang bank daerah itu.“Jadi, kamu mau Ibu mengurus pernikahan dengan Nindi secepatnya?” Bu Ida kembali mengembangkan senyum.“Iya, lebih cepat lebih bagus, biar Ibu lega dan gak was-was lagi,” jawab Haikal dengan wajah masam.“Ya sudah kalau gitu, minggu depan kita langsung acara lamaran dan bulan depan langsung nikah. Besok Ibu akan mulai berbelanja untuk barang hantaran pas lamaran nanti.” Bu Ida bangkit dari kursinya. “Oh iya, kalau kartu atmnya sama Ibu, terus kamu gimana? Apa masih ada atm yang lain atau gimana?”“Itu atm khusus tabungan saja, beda sama atm gaji,” jawab Haikal sambil mengikuti ibunya yang menuju pintu.“Oke, anak Ibu yang paling baik dan sholeh, terima kasih
#Istri_GaibBab 8 : Restu Dari Istri PertamaSesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu."Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu."Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.*******"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang s
#Istri_GaibBab 9 : Istri Nyata“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pe
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber
#Istri_GaibBab 12 : Ngambek“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nin
#Istri_GaibBab 13 : Terbakar CemburuSetelah memarkirkan motornya, Haikal melangkah masuk ke dalam kantor damkar tempatnya bekerja. Sontak, semua mata teman-temannya pria berambut belah samping dengan ekspresi datar itu. Dengan cuek, ia melangkah menuju mejanya lalu duduk.“Hmmm ... pengantin baru udah masuk kerja aja!” ujar Zeki sambil mesem-mesem.“Bukannya dapat cuti seminggu?” timpal Arya.“Gimana malam pertamanya, sukses?” Santo mendekat.“Kirain kamu bulan madu ke Bali?” Niko juga mandekat ke arah Haikal.“Apaan sih kalian ini? aku nikahnya udah lama Cuma baru dirayakannya aja sekarang, jadi bukan pengantin baru lagi. Jadi, gak perlu cuti bulan madu lagi.” Haikal melengos, sambil meraih teh di atas mejanya dan menyeruputnya sedikit untuk menghilangkan sedikit gugup karena pertanyaan beruntun dari teman-temannya itu.“Tim 1 segera bersiap, Si Jago Merah sed
#Istri_GaibBab 14 : Dua Istri Bikin PusingSetelah selesai menikmati makan malam bersama, Haikal langsung melangkah keluar dari dapur lalu duduk di depan televisi. Hatinya jadi bimbang akan keadaan Maura sang istri pertama yang ada di dalam kamar sana."Bang, ayo tidur!" Nindi tiba-tiba sudah duduk di samping Haikal dan menarik lengannya.Dengan menebalkan wajah dan ekstra percaya diri, Nindi bersikap manja kepada suaminya itu dengan harapan hubungan mereka semakin mencair dan semakin akrab. Menurutnya, kalau sama-sama diam dan tak ada yang mau memulai duluan, maka cinta mereka akan lama juga datangnya."Eh!" Haikal gugup. Entah mengapa, suhu tubuhnya akan terasa panas dingin jika didekati sang istri kedua yang senyumnya bikin hati meleleh itu."Ayo, Bang! Jangan sampai ketiduran di depan televisi! Nindi gak bakalan bisa tidur lagi kalau cuma sendirian di kamar," rengek Nindi dengan suara yang dibuat semanja mungkin, demi bisa merebut hati