Istri_Gaib
Bab 7 : Lamaran
“Bu, ini atm Haikal, Ibu peganglah! Di situ ada uang tabungan, Ibu uruslah semuanya!” ujar Haikal sambil menyerahkan kartu berwarna merah dengan lambang bank daerah itu.
“Jadi, kamu mau Ibu mengurus pernikahan dengan Nindi secepatnya?” Bu Ida kembali mengembangkan senyum.
“Iya, lebih cepat lebih bagus, biar Ibu lega dan gak was-was lagi,” jawab Haikal dengan wajah masam.
“Ya sudah kalau gitu, minggu depan kita langsung acara lamaran dan bulan depan langsung nikah. Besok Ibu akan mulai berbelanja untuk barang hantaran pas lamaran nanti.” Bu Ida bangkit dari kursinya. “Oh iya, kalau kartu atmnya sama Ibu, terus kamu gimana? Apa masih ada atm yang lain atau gimana?”
“Itu atm khusus tabungan saja, beda sama atm gaji,” jawab Haikal sambil mengikuti ibunya yang menuju pintu.
“Oke, anak Ibu yang paling baik dan sholeh, terima kasih sudah mau menuruti mau ibumu ini.” Bu Ida memeluk tubuh anak bungsunya itu lalu mencubit pipinya dengan gemas.
Haikal hanya merengut, melihat sang ibu masih memperlakukannya seperti anak kecil. Mentang-mentang saja ia anak bungsu dan satu-satunya laki-laki pula.
“Ya sudah, Ibu pulang dulu. Oh iya, kamu udah makan belum, Nak?” Bu Ida yang sudah melangkah menuruni teras rumah Haikal, kembali membalikkan tubuh.
“Udah. Ibu hati-hati menyeberangnya!” jawab Haikal sambil duduk di kursi teras dan mengeluarkan ponselnya.
Dengan sambil melantunkan shalawat, Bu Ida menyeberangi jalan raya. Hatinya begitu senang, sebab kali ini Haikal mau menerima perjodohan darinya. Padahal sudah dari tiga tahun yang lalu, ia selalu berusaha menjadi mak coblang, tapi selalu gagal.
******
“Bang, ayo masuk!” Maura memeluk Haikal dari belakang.
Haikal menoleh dan mendapati sang istri sedang mencium pipinya. Ia merengkuh Maura ke dalam pangkuannya dan menatapnya penuh cinta. Wajah keduanya mendekat lalu saling berpagut mesra.
Ada beberapa tetangga yang sedang berjalan di depan rumah berpagar biru itu, menatap aneh pada pria petugas damkar yang terlihat sedang berbicara sendiri di depan teras rumahnya. Ia terlihat seperti sedang memeluk seseorang dan mencumbunya, namun mereka tak melihat siapa pun bersama anak bungsu dai Bu Ida itu.
Haikal menggendong tubuh Maura masuk ke dalam, lalu menutup pintu. Ia tak menyadari kalaua ad beberapa tetangga yang menguntip dirinya.
*******
“Tuh ‘kan ... Si Haikal itu benaran gila deh!”
“Mungkin dia pacaran ama makhluk halus yang kita gak bisa melihatnya.”
“Lihat gak tadi, dia kayak lagi gendong seseorang gitu? Padahal kan gak ada apa-apa.”
“Bu Ida juga sih, anaknya kayak gitu dibiarin aja. Coba diruqyah, biar waras dia!”
“Dia gak gila menurutku, hanya depresi saja karena ditinggal pacarnya nikah lima tahun yang lalu. Abis itu, dia gak pernah pacaran lagi. Tahu-tahu, udah aneh gitu aja tingkahnya.”
“Kasihan ya, ganteng-ganteng kok aneh gitu!”
“Biar aneh gitu, dia petugas damkar loh. Pekerjaannya sangat mulia, gak tega aja kalau dia berhalusinasi terus.”
Tiga orang ibu-ibu yang tadi mengamati kelakukan Haikal di teras, menggosipkan dirinya. Mereka prihatin melihat tingkah aneh dari putra bungsu Bu Ida itu.
*******
Sedangkan di dalam kamar, Haikal sedang memadu cinta dengan sang istri tercinta. Hasratnya begitu menggelora melihat tubuh mulus dihadapa itu, dan tak menunggu lama, keduanya mulai menyatukan raga dengan buaian dewa asmara hingga menuju puncak singgasana surga dunia.
“Sayang, kata Ibu ... bulan depan nanti dia akan menikahkanku dengan wanita pilihanya itu. Mungkin ... kita takkan bisa bercinta seindah malam ini lagi,” ujar Haikal dengan keringat membanjiri tubuh sixpacknya, ritual mereka telah usai ditunaikan.
“Oh, ya?” Maura mendelik Haikal yang baru saja menjatuhkan tubuh di sampingnya.
“Akan tetapi, sesuai permintaanmu, aku takkan menyentuh dia. Aku hanya milikmu, Sayang.” Haikal meraih Maura ke dalam pelukannya.
Maura menggigit bibir, sebenarnya ia tak rela jika harus berbagi suami, tapi mau bagaimana lagi. Keadaannya memang sedang terdesak saat ini, demi keamanan hubungannya bersama pria yang sangat ia cintai itu.
“Kamar ini hanya milik kita, jangan ajak dia ke sini,” ujar Maura sambil mengusap dada sang suami.
“Iya, Sayang. Kalau dia sudah tidur, aku akan menemuimu ke sini. Setiap malam kita akan selalu bersama, dia hanya akan menjadi istri di buku nikah saja,” jawab Haikal sambil mengecup dahi snag istri.
Keduanya mulai mengelapkan mata dan terbuai dalam mimpi masing-masing.
*******
Seminggu kemudian, acara lamaran pun dilangsungkan. Bertepatan dengan malam minggu. Hanya acara kecil-kecilan saja, penetapan tanggal pernikahan antara Haikal dan Nindi.
Haikal hanya mengangguk saja dan pasang tampang manis. Ia akan mengikuti skenario yang akan disusun oleh ibu juga calon mertuanya itu.
Nindi, sang perawat cantik yang mengenakan jilbab itu terlihat begitu bahagia dengan acara lamaran ini. Akhirnya ada ada juga pria baik yang serius melamarnya, walau jodoh itu datang lewat sang mama melalui perjodohan. Apalagi, ia memang sudah jatuh hati di saat pertemuan mereka.
“Jadi, acara pernikahannya akan dilangsungkan hari minggu tanggal 6 September 2020 bulan depan. Rencana selanjutnya, kita bahas lewat wa ya, Jeng!” Bu Ida mengedipkan sebelah matanya kepada sang calon besan.
“Beres, Jeng, atur aja!” Bu Ratna tersenyum.
Dua jam kemudian, acara lamaran pun selesai. Keluarga Haikal pamit pulang kepada keluar Nindi. Kesepakatan telah mereka kantongi, tinggalkan menunggu hari H nya saja.
Dengan bimbang, Haikal langsung masuk ke mobil abang iparnya itu, lalu pulang. Ia kepikiran terus dengan Maura yang sudah menunggunya di rumah. Ia tak tega membayangkan wanitanya itu akan kesepian tanpanya. Hatinya sudah dideru kerinduan, wajah sang istri sudah memenuhi kepalanya sejak dari rumah Nindi tadi.
Bersambung .....
#Istri_GaibBab 8 : Restu Dari Istri PertamaSesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu."Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu."Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.*******"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang s
#Istri_GaibBab 9 : Istri Nyata“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pe
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber
#Istri_GaibBab 12 : Ngambek“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nin
#Istri_GaibBab 13 : Terbakar CemburuSetelah memarkirkan motornya, Haikal melangkah masuk ke dalam kantor damkar tempatnya bekerja. Sontak, semua mata teman-temannya pria berambut belah samping dengan ekspresi datar itu. Dengan cuek, ia melangkah menuju mejanya lalu duduk.“Hmmm ... pengantin baru udah masuk kerja aja!” ujar Zeki sambil mesem-mesem.“Bukannya dapat cuti seminggu?” timpal Arya.“Gimana malam pertamanya, sukses?” Santo mendekat.“Kirain kamu bulan madu ke Bali?” Niko juga mandekat ke arah Haikal.“Apaan sih kalian ini? aku nikahnya udah lama Cuma baru dirayakannya aja sekarang, jadi bukan pengantin baru lagi. Jadi, gak perlu cuti bulan madu lagi.” Haikal melengos, sambil meraih teh di atas mejanya dan menyeruputnya sedikit untuk menghilangkan sedikit gugup karena pertanyaan beruntun dari teman-temannya itu.“Tim 1 segera bersiap, Si Jago Merah sed
#Istri_GaibBab 14 : Dua Istri Bikin PusingSetelah selesai menikmati makan malam bersama, Haikal langsung melangkah keluar dari dapur lalu duduk di depan televisi. Hatinya jadi bimbang akan keadaan Maura sang istri pertama yang ada di dalam kamar sana."Bang, ayo tidur!" Nindi tiba-tiba sudah duduk di samping Haikal dan menarik lengannya.Dengan menebalkan wajah dan ekstra percaya diri, Nindi bersikap manja kepada suaminya itu dengan harapan hubungan mereka semakin mencair dan semakin akrab. Menurutnya, kalau sama-sama diam dan tak ada yang mau memulai duluan, maka cinta mereka akan lama juga datangnya."Eh!" Haikal gugup. Entah mengapa, suhu tubuhnya akan terasa panas dingin jika didekati sang istri kedua yang senyumnya bikin hati meleleh itu."Ayo, Bang! Jangan sampai ketiduran di depan televisi! Nindi gak bakalan bisa tidur lagi kalau cuma sendirian di kamar," rengek Nindi dengan suara yang dibuat semanja mungkin, demi bisa merebut hati
#Istri_GaibBab 15 : Mendadak Ganjen“Nindi, besok udah masuk kerja ‘kan kamu?”“Iya, Ma.”“Motormu gak diambil?”“Nggak usah deh, Ma! Nanti Nindi pulang perginya minta jemput antar ama Bang Haikal aja.”“Oh gitu. Ya udah, Mama cuma mau ingatin itu aja. Kamu baik-baik ya sama Haikal. Minggu depan ajak dia main-main ke sini, Mama kangen sama kamu.”“Iya, Ma.”Nindi mengakhiri percakapan telepon dengan mamanya. Ia memang sengaja tak mau mengambil motornya di tempat sang mama, sebab ia maunya diantar jemput aja ama suaminya biar cepat akrab dan bisa nemplok di belakangnya.“Ya ampun, aku kok mendadak ganjen gini, ya?” Nindi tersenyum geli. “Ganjenin suami sendiri, sah-sah aja kali yah. Daripada ikutan jadi beruang kutub kayak dia,” sambungnya sambil meraih kembali sebuah novel yang berjudul ‘Diyya, Muridku’ kary