Istri Gaib
Bab 5 : Izin Menikah
Haikal menghentikan motornya di halaman rumah ibunya. Bu Ida langsung turun, lalu memperhatikan wajah masam putra bungusnya yang kini sedang memasukkan motor sang Mbaknya ke garasi.
“Masuk dulu, Kal, kita harus bicara lagi!” ujar Bu Ida saat melihat Haikal yang sudah hendak pulang ke rumahnya.
“Apalagi, Bu? Masalah perjodohan tadi? Haikal minta waktu untuk memikirkan semaunya!” ujar Haikal sambil membalikkan tubuh.
“Ya sudah kalau begitu, jangan lama-lama mikirnya! Entar keburu karatan,” jawab Ibunya dengan bibir mengeriting.
Haikal kembali memutar tubuh dan mempercepat langkah menuju jalan raya, kemudian menyebrang menuju rumahnya. Hatinya begitu kesal hari ini.
Saat sampai di rumah pun, istrinya belum juga terlihat. Haikal menjadi semakin kesal. Ia langsung masuk ke kamar, melepas jaket kulit juga celana panjangnya. Kemudian menghempaskan diri di tempat tidur. Diraihnya ponsel, ternyata baru pukul 13.15.
“Ah, malam masih lama rupanya,” gumam Haikal sambil meraih guling dan menutupkannya ke atas wajah.
*******
Entah berapa lama Haikal sudah tertidur, ia tak menyadari. Kesadarannya pulih saat pipinya terasa dicium, juga elusan di dadanya.
Haikal membuka mata perlahan, ternyata Maura sudah ada di hadapannya. Wanita berambut merah dengan kulit putih bersih itu menatapnya sambil tersenyum.
“Dek, kapan datang?” sapa Haikal sambil mengecek matanya.
“Udah dari tadi, Bang. Abang pasti belum makan? Adek udah ada masak loh di dapur. Ayo!” Maura beranjak dari tempat tidur lalu menggandeng tangan suaminya.
“Abang mau cuci muka dulu, Sayang,” ujar Haikal sambil melangkah menuju kamar mandi, lalu mencuci wajahnya agar terasa lebih segar sebab ia sudah tidur lama sekali.
Setelah mengelap wajahnya dengan handuk, Haikal menggandeng tangan sang istri lalu melangkah menuju pintu kamar. Mereka berjalan menuju dapur.
Haikal dan Maura duduk berhadapan. Maura langsung mengambilkan nasi juga lauk ke piring sang suami, lalu meletakkannya di hadapan pria berkaos hijau itu.
“Makan dulu, Bang! Ini Adek udah masakan makanan kesukaan Abang, sayur asem, tempe bacem dan ayam penyet,” ujar Maura sambil menatap Haikal.
“Terima kasih ya, Sayang.” Haikal tersenyum lalu mulai menikmati makanannya.
Apa pun yang dimasak istrinya, Haikal selalu suka, walaupun Maura tak pernah memasak makanan olehan dari bahan laut seperti ikan, udang, dan kepiting, ia tak pernah mempermasalahkannya.
Setelah selesai makan, Maura duduk di depan televisi, sedang Haikal pamit mandi sebab ia Cuma baru mandi pagi saja.
Dengan rambut yang masih basah, Haikal duduk di samping istrinya.
“Bang, kok rambutnya gak dikeringin dulu sih?” protes Maura sambil pura-pura merengut.
“Nanti juga kering sendiri kok, Sayang, soalnya kalo duduk di dekat Adek ... hawa jadi panas saja,” ujar Haikal sambil menahan senyum sedang tangan merangkul pundak sang istri.
“Hmmm ... jadi gitu?” Muara memongongkan bibirnya.
Secepat kilat, Haikal langsung mengecup bibir sang istri.
“Ih, Abang mah ... suka cepat-cepat! Dilambatin dikit dong durasainya!” rengek Maura.
Haikal terbahak, lalu meraih istrinya ke dalam pelukan.
“Sayang, ada sesuatu yang mau abang omongin sama kamu,” ujar Haikal serius sambil menggenggam tangan lembut istrinya.
“Apa, Bang? katakan saja!” Maura menatap Haikal.
“Tapi ... kamu jangan marah, ya! Abang hanya ingin mendiskusikan masalah yang tidak bisa Abang pecahkan dengan sendiri.” Haikal menguap wajahnya, ia dilema antara mengatakan atau tidak.
“Katakan saja, Bang! Adek mana bisa marah sama Abang, bisanya hanya mencintai Abang selamanya saja.” Maura mengulum senyum.
Haikal menelan ludah, lalu berkata, “Ibuku mau ketemu Adek, dia tak percaya kalau Abang udah punya istri. Terus, dia akan menjodohkan Abang dengan anak temannya. Sayang, Abang mohon ... sekali saja ... Adek mau ya Abang kenalin ke ibu biar dia tidak terus mendesak dan menganggap Abang hanya berhalusinasi saja.”
Maura terdiam sambil menggigit bibirnya, ia bingung.
“Pilihan dari hanya dua. Yang pertama, Abang harus menerima jodoh pilihannya dan yang kedua, dia akan membawa Abang ke Pak Ustad ... mau diruqyah karena dia menganggap Abang gila,” ujar Haikal dengan nelangsa, semua keluh kesahnya ia tumpahkan sekarang.
Untuk beberapa saat, keduanya terdiam. Maura menggenggam jemari tangan dengan kuku yang sengaja ia panjangkan itu.
"Gimana, Sayang, mau kan kenalan sama ibu?" Haikal menatap Maura penuh harap.
Maura masih diam. Haikal meraih tangan sang istri dan menciumnya, mata masih menatap lekat wajah yang tertunduk itu.
"Sayang, gimana?" Haikal mendekatkan wajah ke istrinya.
Maura sedikit menjauh, lalu menatap Haikal dengan tatapan terluka.
“Menikahlah dengan wanita jodohan dari ibumu, Bang!” ujar Maura pelan sambil menahan buliran bening dari netranya.
Maura mengangkat wajah ke atas, berusaha agar air matanya tak mengucur sekarang.
"Dek, kok gitu? Kamu gak cinta sama Abang?" Haikal tak menyangka kalau Maura akan berkata demikian.
"Adek cinta sama Abang, tapi maaf ... Adek tak bisa menampakkan diri di depan siapa pun kecuali sama Abang." Suara Maura terdengar berat.
Haikal menghela napas panjang. Ia tak mengerti maksud omongan istrinya itu.
"Abang boleh menikahi wanita itu, tapi Abang tak boleh mencintai dia. Abang hanya milikku, Abang tak boleh menyentuh dia. Pernikahan kalian hanya untuk menyelamatkan hubungan kita saja, agar tak ada yang mengusik. Abang setuju?" Maura menggenggam tangan Haikal.
Haikal terdiam, ia masih tak mengerti akan semua ini dan tak habis pikir dengan pemikiran istrinya yang cantik itu.
"Abang hanya milikku dan hanya boleh mencintai dan menyentuhku saja!" Maura membenamkan kepalanya di dada Haikal.
Bersambung ....
#Istri_GaibBab 6 : Tidak Gila“Jadi, Adek menyuruh Abang untuk menerima perjodohan itu?” tanya Haikal sambil memegang bahu Maura, ia masih berusaha meyakinkan ucapan dari sang istri.“Iya, Bang, tapi Abang tak boleh mencintai dia. Pernikahan kalian hanya formalitas saja, tapi istri yang Abang sayangi tetap harus Adek.” Maura menatap Haikal dengan tatapan tajam, cahaya merah seakan keluar dari matanya saat mereka berada pandang.“Baiklah, Sayang, Abang akan menuruti semua maumu,” jawab Haikal lembut dengan hati yang mendadak luluh, padahl tadi ia ingin menentang saran dari istrinya itu.Taklama berselang, keduanya mulai bergandengan menuju kamar dan akan kembali memadu cinta seperti malam-malam terdahulu.*******Keesokan harinya. Setelah sarapan seorang diri, Haikal langsung meraih tas kecilnya lalu melangkah menuju pintu samping dan mengeluarkan motor.Setelah memanaskan motor beberapa meni
Istri_GaibBab 7 : Lamaran“Bu, ini atm Haikal, Ibu peganglah! Di situ ada uang tabungan, Ibu uruslah semuanya!” ujar Haikal sambil menyerahkan kartu berwarna merah dengan lambang bank daerah itu.“Jadi, kamu mau Ibu mengurus pernikahan dengan Nindi secepatnya?” Bu Ida kembali mengembangkan senyum.“Iya, lebih cepat lebih bagus, biar Ibu lega dan gak was-was lagi,” jawab Haikal dengan wajah masam.“Ya sudah kalau gitu, minggu depan kita langsung acara lamaran dan bulan depan langsung nikah. Besok Ibu akan mulai berbelanja untuk barang hantaran pas lamaran nanti.” Bu Ida bangkit dari kursinya. “Oh iya, kalau kartu atmnya sama Ibu, terus kamu gimana? Apa masih ada atm yang lain atau gimana?”“Itu atm khusus tabungan saja, beda sama atm gaji,” jawab Haikal sambil mengikuti ibunya yang menuju pintu.“Oke, anak Ibu yang paling baik dan sholeh, terima kasih
#Istri_GaibBab 8 : Restu Dari Istri PertamaSesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu."Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu."Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.*******"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang s
#Istri_GaibBab 9 : Istri Nyata“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pe
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber
#Istri_GaibBab 12 : Ngambek“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nin
#Istri_GaibBab 13 : Terbakar CemburuSetelah memarkirkan motornya, Haikal melangkah masuk ke dalam kantor damkar tempatnya bekerja. Sontak, semua mata teman-temannya pria berambut belah samping dengan ekspresi datar itu. Dengan cuek, ia melangkah menuju mejanya lalu duduk.“Hmmm ... pengantin baru udah masuk kerja aja!” ujar Zeki sambil mesem-mesem.“Bukannya dapat cuti seminggu?” timpal Arya.“Gimana malam pertamanya, sukses?” Santo mendekat.“Kirain kamu bulan madu ke Bali?” Niko juga mandekat ke arah Haikal.“Apaan sih kalian ini? aku nikahnya udah lama Cuma baru dirayakannya aja sekarang, jadi bukan pengantin baru lagi. Jadi, gak perlu cuti bulan madu lagi.” Haikal melengos, sambil meraih teh di atas mejanya dan menyeruputnya sedikit untuk menghilangkan sedikit gugup karena pertanyaan beruntun dari teman-temannya itu.“Tim 1 segera bersiap, Si Jago Merah sed