Pov HasanPukul 10 pagi aku dan Asmi berniat pergi ke toko. Tadinya sih hari ini mau libur karena mau jemput ibu, tapi setelah tadi ditelepon ternyata ibu masih menolak tinggal di rumah kami, jadi ya udah mau gimana lagi?"Cinta ayo cepet!" Aku berteriak, istriku sayang si cinta bara-baraku itu semenjak langsing entah kenapa seneng banget dia dandan sampai aku kadang nunggu dia di mobil satu jam lebih.Katanya sih biar dia kelihatan cantik, dan setiap aku protes karena nunggu kelamaan dia selalu bilang, "sabar atuh Aa, kalau Neng cantik siapa yang bangga?" Jadi ya udah aku cuma bisa pasrah sambil geleng-geleng kepala.Tak lama Asmi datang, sejak ia berubah jadi langsing dan mirip sama Asmirandah si artis blasteran Belanda itu, entah kenapa emang setiap hari istriku itu penampilannya berubah-rubah, hari ini misalnya, penampilannya udah beda lagi aja.Asmi terlihat cantik pakai dres warna pink di bawah lutut dengan rambut keriting gantung yang diikat sebagian kebelakang. Duh pokoknya
Malam harinya."Loh ibu gak makan, Pak?" tanyaku saat kami semua sudah berkumpul di meja makan."Enggak katanya kepalanya pusing." "Biar saya lihat sebentar mungkin Bu Pika butuh obat," sahut Ibu mertua.Beliau bangkit menuju kamar tamu. Tapi tak lama balik lagi."Gimana, Bu?" tanya Asmi."Bu Pika gak mau buka pintunya."Duh perasaanku mulai gak enak, ibu pasti mau bikin ulah aneh-aneh lagi nih. Lagi apa ibu di dalem kamar? Apa jangan-jangan lagi rakit bom? Hah ngeri banget."Biar Hasan yang lihat," kataku.Aku bangkit menuju kamar tamu, Asmi ikut di belakangku. Kubuka pelan-pelan pintu kamar itu, saat di bibir pintu aku mulai memanggil-manggil."Bu, Bu." "Ish Aa mah, masuk kenapa sih?" kata Asmi di belakang."Aa takut, Neng.""Takut apa?""Takut Ibu di dalem lagi rakit bom, Neng.""Astagfirullah Aa, kalo ngomong teh bisa enggak jangan yang aneh-aneh?" Asmi mencubit tanganku kencang, nambah lagi aja tanda biru di tanganku ini.Kami akhirnya masuk kamar, kugoyang-goyangkan tubuh ibu
"Siapa kau? Gak usah sok belain Nenek tua ini," kata si Lia menyerang istriku.Sebagai suami yang selalu siap siaga aku pun maju."Dia istriku, jangan kurang ajar sama dia."Mendengarku bicara mata Kak Angga langsung meneliti penampilan Asmi, kulihat bibir seksinya yang mirip Rezky Aditya itu bermain-main nakal. Ini yang kukhawatirkan sejak tadi, hah gak bisa dibiarin, aku harus buru-buru bawa istriku pergi dari sini sebelum si buaya leasing modal kreditan itu main mata sama si cinta istri bara-baraku."Siapa tadi? Ini si Asmi istrimu?" tanya Kak Angga masih dengan tatapan nakal.Menyadari tatapan Kak Angga tak biasa pada istriku, ibu langsung menyemprotnya."Iya, kenapa? Jaga mata kamu! Dia istrinya Hasan, dasar kamu buaya kere!" sentak Ibu.Lah udah ganti lagi aja, sekarang malah buaya kere."Heh kamu, dasar cewek murah meriah sepuluh ribu dapet tiga, Angga itu laki-laki kere, mau-maunya sama dia, ambil tuh bekas anakku," kata Ibu lagi pada si Lia."Udah ayo Bu, Neng, kita pulang s
"Hasan, mungkin Asmi masuk angin, sana bawa ke kamar, kerok dan suruh istrimu istirahat, kasihan seminggu ngurusin Ibu di rumah sakit," sahut Ibu.Aku iya-kan dan cepat-cepat membawa Asmi ke kamar, kukerok pakai minyak tawon dan kuberi istriku itu puyer sakit kepala. Tapi bukannya sembuh, malam harinya Asmi malah semakin parah, ia tak henti-hentinya muntah sampai semua orang heboh."Udah bawa ke dokter aja, periksa, kasihan Asmi sampe lemes gitu," titah Bapak.Aku setuju segera kuambil kunci mobil dan membawa Asmi ke rumah sakit malam itu juga."Wah ini sih wajar ya Pak, sekarang istri Bapak sedang mengandung," tutur dokter itu sesaat setelah memeriksa Asmi.Asmi bangkit dari kasur periksa."Serius, Dok? Saya hamil?" "Iya Bu, diperkirakan usia kandungannya sudah 6 minggu."Saking senangnya refleks Asmi melompat dari tempat periksa dan cepat-cepat memelukku erat, aku yang tak kalah senangnya membalas pelukan Asmi."Alhamdulillah A, Neng reneuh, Neng reneuh, A," katanya."Heh tunggu."
"Num kamu kok kurus banget sekarang?" tanyaku. Hanum tak menjawab. Baru ia akan masuk ke dalam seorang laki-laki keluar menghentikan langkahnya."Hanum, ambilin hp Kakak dong! Di jok belakang.""Hanum repot Kak, ambil sendiri kan bisa." Hanum menolak."Sebentar doang Hanum, males banget kamu jadi orang, dipecat jadi sodara baru tahu rasa kamu."Aku terbelalak, hubungan sodarapun bisa dipecat? Luar biasa emang, sodara macam apa itu yang mau pecat sodara segala? Akhirnya Hanum kembali ke dalam mobilnya dan mengambil hp pria tersebut."Makasih, oh ya, itu Nayla minta susu katanya, cepet buatin sana!" Pria itu memerintah lagi tanpa berpikir di sana ada aku, apa mungkin pria itu tidak tahu kalau aku adalah kakaknya Hanum?Mungkin aja, karena waktu difoto sama keluargaku saat nikahan Hanum aku dan Asmi gak ikutan, salah sendiri, Hanum yang minta.Semua keluarga dan tamu dari KUA sudah masuk ke dalam rumah, kami pun ikut ke dalam karena acara akad nikah akan segera dilangsungkan. Kami dudu
Acara berjalan lancar, malam hari kami sudah ambruk di atas kasur karena saking lelahnya, untunglah si utun gak rewel, seharian dibawa acara gak muntah atau gak minta yang aneh-aneh juga.Saat Asmi sudah lelap, kulihat ponselnya bergetar. Tadinya kupikir itu karyawannya yang mau ngasih laporan toko tapi saat kulihat ternyata panggilan dari nomor baru, otakku langsung bisa menebak, segera kuangkat telepon itu."Halo Dek, udah bobo belum? Pasti capek ya seharian abis ada acara," katanya dengan suara dilembut-lembutkan. Huh dasar buaya leasing. Kumatikan sambungan teleponnya, ia mengirim pesan.[Asmi, kok dimatiin? Ini Kak Angga loh, mau ngomong sama Asmi bentar aja.]Kubalas. [Ngomong apaan? Di chat aja.][Jujur ya Dek, sejak Kak Angga ketemu sama Adek waktu masih gendut Kak Angga udah suka banget sama Dek Asmi, tapi si Hasan selalu halang-halangin kak Angga.]Dasar gak tahu malu, dikira istriku bakal kerayu gitu?[Ya terus? A Hasan kan emang suami Asmi, suami yang paling baik sedunia
"Mama dipukuli Papa, Nek." si Mia yang jawab.Kami terperangah. "Heh yang betul?"Anak-anak mengangguk. Ibu bawa kak Alfa duduk bersama kami."Kok bisa? Gimana ceritanya?" Ibu bertanya lagi.Mia mulai cerita, katanya saat Mia minta uang buat bayaran SPP, Kak Alfa membangunkan suaminya yang tengah tidur pulas lantaran ia memang sedang tak punya uang. Tak terima dibangunkan pagi-pagi Kak Angga lalu naik darah, setelah itu terjadilah percekcokan di rumah mereka sampai akhirnya Kak Alfa dipukuli dan ditamparnya habis-habisan."Alfa gak ngerti kenapa Bang Angga sekarang begituBu, sering marah, tertutup dan lebih parahnya suka main tangan kalau dia lagi merasa kesal," kata Kak Alfa.Aku menarik napas berat, sedikit sesak di dada saat aku melihat dan mendengar kondisi Kak Alfa. Walau begini dia sodaraku."Bukan cuma sekarang aja, sebetulnya Bang Angga sering bersikap kasar kayak gini, hanya aja kalau kemarin-kemarin anak-anak gak tahu jadi gak ada yang paksa Alfa buat keluar dari rumah." K
Mas Fatih mencoba bangkit meski setelah itu ia terhuyung ke dekat ibu, untunglah segera ditahan oleh kedua tangan beliau, kalau enggak, bisa aja Mas Fatih akan kejedot pintu sampe kepalanya bocor."Heh kamu kenapa Fatih?" tanya Ibu, sambil menyeret Mas Fatih ke atas sofa.Keringat dingin mulai membasahi kemeja yang dikenakan Mas Fatih, wajahnya makin pucat dan dingin."Hasan kenapa ini Mas mu?" Cemas Ibu bertanya."Sawan kali, Bu." "Hasan! Bisa gak kamu serius? Kayaknya Mas kamu mau mati deh San, tubuhnya dingin begini."Etdah emakku kalau ngomong malah tambah parah, tapi kalau lihat kondisi Mas Fatih sih emang kayaknya lagi sakit serius yang banget banget kalau kata ciwik mah."Kamu ambil minum sana Hasan!" Aku setengah berlari ke arah dapur, untunglah kontrakan ibu hanya seper-umprit rumah Asmi, jadi antara dapur dan ruang depan cukup hanya dengan 10 langkah doang sampe."Ada apa sih, Om?" tanya Mia keluar dari kamar saat aku kembali ke depan."Om Fatih mau mati Mi." "Heh astagf