Sambil membantu membuat sebuah gaun pernikahan sang pemilik butik, Liora menatap kagum cantiknya desain yang di buat oleh Karin.
“Pasti mbak Karin kalau pakai ini bakalan cantik banget,” puji Liora.
Karin melihat ke arah Liora lalu berhenti bekerja untuk sesaat, “Semua perempuan pasti ada saatnya akan menjadi ratu di hati suaminya dan juga di hari pernikahannya, kamu pasti jauh lebih cantik saat di rias jadi pengantin. Oh ya, nanti kalau kamu nikah jangan lupa undang aku ya.” kata Karin.
“Aku mah gak tau mbak kapan mau nikah.” Liora terkekeh pelan.
“Lah memang kamu gak punya pacar?” tanya Karin, Liora menggeleng sambil nyengir.
“Belum pernah pacaran sama sekali.” Jawab Liora cengingisan.
“Woah, jarang loh jaman sekarang yang gak pernah pacaran, apa lagi kamu tuh cantik. Ah, atau mungkin orang mikirnya kamu anak smp kali makannya di kira anak kecil jadi gak mau di pacarin.” canda Karin ikutan tertawa.
“Ah mbak karin bisa aja, umur aku loh hampir dua puluh dua tahun masih aja di puji kayak anak smp.” Liora pun kembali tertawa.
Keduanya kembali melanjutkan pekerjaan, tapi sekali lagi Karin menyudahi pekerjaan yang tinggal sedikit lagi selesai, Karin melihat Liora dengan cermat. Salah satu pegawainya itu memang tidak begitu tinggi tapi wajahnya sangat imut sampai kebanyakan orang mengira jika Karin memperkerjakan anak di bawah umur kerja di butik.
“Keadaan ibu kamu gimana?” tanya Karin.
Liora tanpa sengaja tertusuk jarum karena pertanyaan Karin.
“Aw!”
“Ah maaf! Gak dalam ‘kan?” Karin meraih tangan Liora melihat darah keluar dari ujung jari telunjuk.
“Gak papa mbak, tangan aku kepleset dikit tadi, gak dalam kok.” Liora menuju ke wastafel mencuci tangan nya yang berdarah tadi. Karin mengambil kotak obat untuk mengobati luka Liora.
“Maaf aku tiba-tiba nanyain soal ibu kamu.”
Gadis itu melihat Karin kemudian menarik tangan nya, “Ibu aku udah meninggal mbak.” ucap Liora lirih dengan kepala menunduk, “uang yang mbak Karin berikan kemarin aku pakai buat operasi ibu tapi operasinya ternyata gak berjalan lancar, ibu mengalami pendarahan lalu besoknya ibu meninggal.” Lanjut Liora dengan nada rendah.
“Terus kamu gak bilang sama aku kalau ibu kamu udah meninggal?” tanya Karin tak habis pikir, pasalnya Liora terlihat begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa, tapi ternyata ibu dari gadis di depannya ini sudah tidak ada, Karin merasa iba karena setau Karin Liora hanya memiliki ibu nya saja sebagai keluarga.
“Udah gak papa, ibu udah bahagia kok di surga.” Liora mengukir senyum di wajahnya yang justru semakin membuat Karin kasihan, Liora melewati Karin untuk melanjutkan pekerjaan.
Liora mengusap air matanya di posisi membelakangi Karin, ia tidak ingin terlihat lemah saat sekarang ini sedang berjuang hidup sendirian. Tak lama Liora mendengar pintu tertutup, pasti boss nya itu sudah keluar sehingga Liora bisa menumpahkan air matanya tanpa suara, tapi segera ia sudahi setelah beberapa detik.
Jarum kembali di pegang oleh Liora, ia harus fokus karena jika tidak pasti jarum akan menusuk jari tangannya lagi.
“Liora,” panggil Karin.
Gadis itu menoleh.
“Iya mbak.”
“Ikut saya sebentar.” ajak Karin, Liora meletakkan benang dan juga jarum ke tempat aman lalu berdiri dan mengikuti Karin tanpa bertanya akan pergi kemana.
Liora melihat jalan yang mereka lewati, biasanya jika Karin mengajaknya keluar akan ada dua tempat yang akan mereka kunjungi, yaitu tempat makan atau jika tidak pasti tempat untuk sortir kain, jadi Liora tidak bertanya kemana mereka akan pergi, tapi saat melihat jalanan yang di lewati berbeda Liora menoleh ke arah Karin.
“Ini bukan jalan menuju tempat pesan kain loh mbak.” katanya mengingatkan, takutnya Karin lupa jalan.
Karin tersenyum, “Gak salah kok, ini jalan menuju rumahku. Oh ya nanti aku minta tolong sama kamu buat bawain baju kak Kevin ya, soalnya nanti malam aku ada janji sama Altar.” kata perempuan yang akan menikah itu.
Liora mengangguk.“Ini pertama kalinya aku ke rumahnya mbak Karin.” Ucap Liora, ia juga penasaran seperti apa rumah boss yang selama ini bersikap baik padanya.
Beberapa saat perjalanan akhirnya mobil memasuki pekarangan rumah yang cukup luas, rumah yang begitu besar bagaikan istana, Liora tak bisa menyembunyikan ketakjuban nya melihat rumah Karin yang begitu besar.
“Ayo masuk,” ajak Karin begitu loyal mengajak Liora ke dalam rumah besar tersebut, Liora merasa ragu tapi pada akhirnya ia mengikuti langkah boss nya itu dari belakang.
Liora kembali takjub dengan isi rumah pemilik butik tempatnya bekerja, Karin menoleh ke arah Liora, “Kamu kalau mau sesuatu bilang aja sama bibi, nanti dia siapin, aku naik dulu mau ambil pesanan kak Kevin.” kata Karin, Liora mengangguk.
“Aku jadi minder selama ini mbak Karin baik banget sama aku,” Liora duduk di sofa menunggu karin datang kembali, asisten rumah tangga menyiapkan minuman untuk Liora.
Liora tersenyum, “Terima kasih ...,” katanya ramah, sejenak asisten rumah tangga yang melihat Liora terlihat takjub seolah dari tatapannya mengatakan ‘Darimana Karin menemukan anak smp secantik ini’
Liora yang di tatap merasa kikuk sampai mengusap tengkuknya sendiri, “Eh? Ada sesuatu di wajah aku ya?” katanya, asisten tersebut langsung menggeleng karena sadar diri sudah bersikap tidak sopan dengan tamu si pemilik rumah.
“Maaf dek, kamu imut banget jadi gak sengaja aku tertarik buat mastiin ini boneka atau orang beneran.” katanya, Liora terkekeh geli lalu asisten tadi pamit untuk mengerjakan sesuatu.
Lagi-lagi panggilan ‘dek’ sedangkan usia Liora dengan asisten tadi sepertinya tidak beda jauh, kebahagiaan tersendiri memiliki wajah yang awet muda. Batin Liora.
Tak lama Karin datang dengan membawa tas dari lantai dua menghampiri Liora.
“Kasih nyaman aja gak usah canggung.” kata Karin kemudian menemani Liora duduk dengan menyantap cemilan yang di sediakan.
“Rumah mbak Karin besar banget ya tapi kok sepi, yang lain pada kemana mbak?” tanya Liora.
“Kerjain urusan mereka masing-masing, entah pada kemana.” Jawab Karin, setelah di rasa cukup untuk berbincang sebentar dengan Karin akhirnya Liora yang mengajak untuk kembali ke butik.
Perjalanan menuju butik memang lumayan cukup jauh dari rumah Karin, Karin kembali berhenti di sebuah minimarket, menoleh ke arah Liora sebentar, “Kamu tunggu di sini dulu ya.” katanya, Liora mengangguk mengiyakan.
Sekitar setengah jam Liora menunggu, terlihat Karin keluar dari minimarket dengan membawa dua plastik putih yang penuh dengan belanjaan, Karin membuka pintu belakang dan memasukkan belanjaannya di sana.
Begitu banyak makanan ringan yang di beli oleh Karin, tapi Liora tidak bertanya untuk apa makanan sebanyak itu, perjalanan pun kembali di lanjutkan sampai tiba di butik.
“Liora, kamu kerjain ini sendiri dulu gak papa ‘kan? Saya ada pekerjaan lain di toko perhiasan, nanti sore saya kembali, oh ya ini kalau kamu makan ambil aja, yang ini di bagikan ke karyawan yang lain dan yang ini buat kamu buat cemilan kalau menginap di butik lagi.” ucap Karin.
“Mbak Karin kok baik banget sih sama aku?”
Karin menoleh, “Gak tau deh kenapa?” Karin mengedikan bahu, “apa karena aku pengen punya adik kayak kamu ya?” kekehnya lalu menepuk bahu Liora pelan.
“Aku titip butik sebentar sama kamu,” katanya sebelum meninggalkan Liora.
Liora menghela nafas, ia merasa tidak nyaman dengan yang lain jika Karin lebih dekat dengannya dari pada mereka, rasanya Liora sedang mencari muka di depan Karin agar boss nya itu tertarik dan memberikan perhatian lebih terhadap Liora dari pada karyawan yang ada banyak di tempat itu.
Tapi bukan Liora tidak suka dekat dengan Karin, perempuan yang akan menikah itu sangat baik, jadi tentu saja Liora juga merasa nyaman dekat dengan boss nya, seolah Karin telah menganggap Liora sebagai teman daripada bawahan.
Liora mengerjakan kerjaan yang belum selesai, sesekali melihat jam dinding yang menunjukkan sudah hampir malam padahal Karin bilang tadi akan kembali saat sore, ketika menunggu Karin datang tiba-tiba ponsel Liora berdering.
“Liora maaf, saya gak bisa kembali ke butik, tas yang saya bawa dari rumah tadi tolong kamu antarkan ke alamat yang saya kirim ya, di sana nanti ada kak Kevin, kamu kasih tasnya ke dia ya, soalnya masih ada yang harus saya kerjakan, jadi bisa minta tolong sama kamu kan?” ucap Karin.
“Iya mbak,” jawab Liora.
“Jam tujuh nanti kalau bisa sudah di bawa ke sana, takutnya kak Kevin mau pakai. Ya udah kalau gitu terimakasih ya Liora udah mau bantuin, nanti alamatnya aku kirim lewat pesan.”
Setelah panggilan di akhiri tak lama sebuah pesan masuk menampilkan alamat yang akan Liora datangi.
Sekarang sudah pukul enam, lebih baik sekarang ia bersiap lebih dulu baru mengantarkan apa yang Karin suruh, butik sudah sepi karena sudah pukul enam jadi semua karyawan sudah pulang, tinggal Liora dan seorang security yang berjaga di luar.
Liora mengunci pintu utama lalu membalik gantungan OPEN menjadi CLOSE karena tidak ada yang akan melayani jika ada pellanggan datang.
Perjalanan menuju alamat yang ada di tempuh menggunakan ojek online, ternyata alamat yang Karin berikan cukup jauh sehingga Liora meminta buru-buru sebelum ia datang terlambat memberikan pesanan Kevin.
Setelah tiba di depan sebuah hotel, Liora langsung berhenti dan menghubungi Karin untuk meminta nomor ponsel Kevin agar pria itu datang ke lobi dan mengambil pesanan nya.
“Mbak Karin, saya sudah ada di lobi hotel tapi saya gak punya nomernya pak Kevin, bisa mbak telpon pak Kevin buat ambil barangnya, soalnya saya gak bisa antar sampai ke depan pintu kamar.” ucap Liora.
“Liora, kamu aja yang telpon ya soalnya saya lagi sangat sibuk.” panggilan langsung di matikan tapi setelah itu Karin mengirim nomer Kevin ke Liora.
Liora menghubungi nomor Kevin tapi tak kunjung di angkat oleh pria tersebut bahkan Liora sudah menghubungi berkali-kali tapi tetap tidak di jawab, Liora berjalan ke arah resepsionis.
“Mas, kamar atas nama Kevin ada di lantai berapa ya?” tanya nya.
Begitu mendapat apa yang Liora butuhkan, akhirnya Liora yang terpaksa datang ke depan pintu kamar Kevin yang ada di lantai delapan, pintu di ketuk beberapa kali oleh Liora tapi tak kunjung di buka.
Liora menunggu di depan pintu sesekali melihat jam tangan menunjukkan lewat pukul tujuh malam, sekarang hampir jam delapan.
“Pak Kevin lagi gak di sini ya?” gumam Liora menatap pintu kamar yang tertutup.
Lift berdenting, seseorang menggunakan masker untuk menutupi sebagian wajah keluar dari lift berjalan ke arah pintu di mana Liora berada.
Sebuah kartu di tempel ke sensor lalu pintu terbuka, Liora menahan tangan pria yang akan masuk ke dalam, orang itu melepaskan maskernya, Liora mengernyit karena mencium bau alkohol yang sangat menyengat.
Sambil menutup hidung Liora mengulurkan tas, “Pak, saya di suruh mbak Karin untuk antarkan ini.” kata Liora, Kevin tidak menjawab dan masuk ke kamar.
Liora masuk ke kamar juga meletakkan tas tersebut lalu berniat untuk segera ke luar tapi lengannya di tahan oleh Kevin, bau alkohol begitu menyengat sampai Liora merasa tidak tahan.
“Pak saya mau keluar jadi tolong lepaskan, saya sudah mengantarkan tasnya jadi saya mau kembali ke butik.”
“Mira.” Gumam Kevin sembari mendekati Liora, Liora mendelik ia yakin sekarang Kevin sedang dalam pengaruh Alkohol, sekuat tenaga Liora mendorong Kevin menjauh.
“Pak saya Liora bukan Mira.”
Kevin menggeleng dan langsung saja mengangkat tubuh mungil Liora ke atas tempat tidur dengan mudah, “Mira aku gak akan lepasin kamu lagi.” racau Kevin, Liora semakin gemetaran.
“Pak tolong lepasin! Saya Liora bukan Mira!” teriak Liora mulai ketakutan tapi Kevin yang berada dalam pengaruh Alkohol justru mencumbu Liora membuat gadis itu mulai ketakutan tapi karena cengkeraman Kevin yang terlalu kuat, Liora tak bisa melarikan diri.
Perasaan Liora semakin kacau ketika tangan Kevin mulai bergerak nakal, Liora menangis, hal yang sama sekali tidak akan berguna, tapi siapa yang akan menolongnya sekarang? Kevin saat ini berada di luar kendali dan Liora sudah berusaha menolak apa yang lelaki itu lakukan, tapi...
“Pak Kevin! Jangan!” Liora menjerit saat hal yang ia jaga selama ini di lepaskan oleh Kevin dengan sekali dorongan kuat.
“Pak saya bukan Mira, saya Liora, kenapa Anda melakukan ini?” rintih Liora karena Kevin membuatnya terperangkap dalam dosa besar.
____
Cerita ini murni karya SILAN. Jika ada kesaman nama dan latar cerita, itu sama sekali tidak di sengaja.
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin