Catalina yang mendengar itu terkejut, dia langsung diseret keluar dari kantor lurah. Meskipun dia berteriak dan memohon. Pak Kades meminta maaf kepada Leonel atas perilaku Catalina yang buruk.
“Pak, ini dokumen tanahnya yang Bapak minta,” kata Pak kades.
Leonel melihatnya sekilas dan memberikannya langsung kepada Thomas.
“Saya ingin tanah itu juga. Karena tanah itu strategis dengan perumahan yang sedang saya bangun,” kata Leonel.
“Pak, mengenai rumah Bu Catalina, apa Anda ingin menggusurnya juga?” tanya Pak kades.
Leonel menatap dingin Pak kades dengan senyuman miring, dia tidak menjawabnya.
“Tuan kami tidak butuh rumah itu. Beliau hanya ingin memberikan pelajaran,” kata Thomas.
Pak kades hanya mangut-mangut saja.
Leonel melihat pesan dari mamanya.
[Mama sudah mengatur kencan buta untukmu besok malam. Jangan sampai tidak datang, jika kamu menolak pergi, Mama akan mogok makan dan minum obat!]
Leonel yang melihat pesan itu, tiba-tiba mendadak sakit kepala dan menghela napas.
***
Erica baru saja closing restoran. Saat ini dia berada di loker baru saja selesai berganti pakaian, dilihatnya obrolan grup SMA nya membuatnya terbelalak.
[Eh, dengar-dengar Kenzo mau tunangan. Tapi, katanya enggak sama Erica melainkan dengan gadis lulusan luar negeri. Katanya sih, bulan depan.]
Erica menyematkan grup obrolan itu dan tidak ingin melihatnya lagi.
“Ri, kamu baik-baik saja?” tanya Nuna teman kerjanya.
Erica hanya tersenyum, lalu pergi menjauh dari restoran. Dia berjalan ke arah halte bus dan duduk di sana.
Erica menatap ponselnya dan menghapus jejak kenangan di ponselnya bersama Kenzo. Erica juga menghapus kontak Kenzo dari ponselnya.
“Di saat orang-orang yang kamu sayang pergi satu persatu, Erica, kamu harus ingat kalau Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Aku berjanji suatu hari nanti, aku pasti menjadi orang besar, wanita hebat. Aku pasti bisa merubah nasib!” Monolognya.
Sesampainya di rumah, Erica melihat bibinya sudah berdiri di depan pintu rumah dengan wajah suram. Dengan gagang sapu di tangannya, Erica menghampiri dengan wajah menunduk.
“Jam berapa ini, baru pulang, cepat masuk!” bentak bibinya ketus.
“Maaf, Bibi. Tadi sedikit terlambat.”
“Erica, sebaiknya kamu tidak usah bekerja lagi deh, hidup juga masih numpang sama keluargaku. Berangkat pagi, pulang malam. Pusing aku dengar mulut tetangga tiap hari membicarakanmu terus-menerus!” seru Bibi kesal.
Erica terdiam dengan wajah yang masih menunduk. Sedangkan di balik pintu kamar, adik lelakinya sedang mengintip dengan mata berkaca-kaca.
“Bibi, Erica, kan kuliah. Setelah kuliah, Erica pergi kerja. Bibi juga tahu itu. Bibi jangan dengerin omongan tetangga,” ucap Erica dengan nada pelan.
Bibi semakin geram dan memukul punggung Erica cukup keras, membuatnya merintih menahan sakit.
“Ck! Sudahlah, dari pada capek-capek kerja mendingan kamu menikah saja. Duitnya tidak seberapa. Apa-apa masih ditanggung suamiku!” dengus Bibi semakin geram.
Hati Erica sakit, dia berusaha sabar menghadapi sikap bibinya.
Tidak hanya itu, perkataan bibinya membuat Erica terkejut setengah mati.
“Mulai besok kamu berhenti kerja,kuliah. Aku sudah mendapatkan lelaki matang untukmu. Kamu menikah saja, aku sudah memberitahu pamanmu, kalau kamu akan aku jodohkan!”
Mata Erica melebar mendengarnya.”Bibi, Erica tidak salah dengar, bukan?”
“Tidak. Kamu memang akan aku nikahkan, apa kamu budeg!”
Mata Erica berkaca-kaca. “Bibi, kenapa Bibi melakukan semua ini tanpa persetujuanku?” ucap Erica kesal.
Bibinya kembali memukul Erica. “Erica, tahu diri dong. Kamu ini di sini menumpang, pokoknya kamu harus menikah dengan pak bos.”
Erica menggelengkan kepala. ”Aku tidak ingin menikah. Bibi tolong jangan seenaknya begini, selama ini aku sudah menuruti apa kata Bibi. Aku masih harus kuliah, masa depanku harus cerah!” ucap Erica menatap lekat bibinya.
“Ck! Jika kamu menikah dengan pak bos, kamu bisa kuliah sampai lulus pun aku tidak peduli. Yang jelas kamu hanya beban di dalam keluargaku, uangmu yang kamu berikan kepadaku, tidak akan bisa melunasi hutangku,” ucap Catalina geram.
“Hutang?!” tanya Erica.
Catalina memegangi kedua pinggangnya dengan wajah melotot. “Ya, hutang. Dan kamu harus membalas budi pamanmu. Jika kamu menolak dijodohkan dengan pak bos, maka rumah ini akan disita! Apa kamu mau melihat keluargamu luntang-lantung tidak punya tempat tinggal?”
Erica terkejut, dia tidak pernah tahu akan hutang keluarganya. Dia juga tidak tahu bibinya berhutang kepada rentenir mana. Erica tidak bisa membayangkan, jika dia nikahkan dengan lelaki tua yang sudah beristri.
“Tidak mau. Erica tidak mau menikah. Bibi, Erica mohon!”
Catalina sama sekali tidak menyahut dan pergi ke kamarnya.
Saat Erica hendak mengejar bibinya, tiba-tiba muncul Siska sepupunya memarahi Erica.
“Udahlah. Terima aja jadi istri kedua si om. Tau diri dikit, deh. Lo di sini numpang. Anggap saja lo balas budi kepada orang tua gue,” sahut Siska keluar dari kamarnya.
Siska melemparkan bantal dan selimut tepat ke wajah Erica.”Malam ini, lo tidur di luar!”
Siska langsung membanting pintu. Erica menghela napas, ketika hendak melangkah, suara adiknya terdengar menghentikannya.
“Kakak,” panggil Lucio.
Erica menoleh kepada adiknya.”Kakak ingin sendiri dulu. Kamu istirahat saja.”
Erica pergi ke luar dan duduk di bawah pohon rambutan seraya mendongak langit malam. Mempertanyakan kenapa nasibnya bisa sepedih ini?
“Bu, andai ibu masih ada di sini. Erica tidak akan menderita seperti ini. Bapak sekarang sudah tidak peduli dengan kami!” ucapnya seraya menyeka air mata.
Erica memiliki mimpi menjadi seorang perempuan besar. Dia ingin mengubah hidupnya, dia ingin menjadi wanita terhormat di masa depan, dia tidak ingin hidup susah lagi.
“Aku tidak boleh menyerah, aku pasti bisa. Aku harus menjadi wanita yang kuat, tidak boleh lemah!”
Akan tetapi, sama seperti Erica yang berusaha untuk tidak menyerah, sang bibi pun tetap ingin “menjual” Erica ke sebuah pernikahan.
Mau tidak mau Erica harus melawan.
Esok harinya, Erica masih berdebat dengan bibinya sebelum pergi ngampus.
“Bibi tolong beri aku waktu sampai aku lulus kuliah. Setelah aku memiliki pekerjaan aku akan meninggalkan rumah ini.”
Catalina tersenyum miring. ”Oh, begitu … setelah kamu memiliki banyak uang jadi kamu akan lupa untuk balas budi?”
“Bukan begitu, Bi. Aku pasti akan membalas semua kebaikan Bibi di masa depan, tapi tolong Bibi jangan jodohkan aku dengan pria tua itu!”
Satu hari telah berlalu sejak Erica dan Kenzo bertemu kembali. Pertemuan itu tak terduga, penuh kejutan dan luka lama yang mengambang di permukaan. Erica, yang kini adalah istri Leonel, tetap teguh pada keputusannya. Meninggalkan kampung halaman, keluarganya, dan masa lalunya, ia memilih untuk ikut Leonel ke luar negeri. Ada keyakinan di dalam hatinya bahwa ini adalah jalan terbaik—bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk membangun kembali kehidupannya yang baru, jauh dari bayang-bayang yang pernah meruntuhkannya.Di hari itu, Leonel memutuskan untuk berkunjung ke rumah kakaknya, Archer. Sejak pernikahannya dengan Erica, serta mengetahui hubungan Erica dan Kenzo, hubungan mereka tidak terlalu hangat.Saat ini Leonel duduk di sofa menatap Natalie, Archer dan Tiara. Archer menyadari ketegangan menyelimuti ruangan itu.“Leonel, sekarang Tiara sudah ada di sini. Jadi, apa yang ingin kamu katakan?” tanya Archer.Loenel menatap tajam Tiara. “Aku akan langsung saja. Tiara, ini peringatan
Saat ini tidak hanya Erica yang terkejut, tetapi Kenzo sama terkejutnya dengan Erica. Langkah kaki Kenzo mendekati Erica yang kini masih berdiri di posisinya.“Ca, kamu ada di sini?”“Tiara, ingin bertemu denganku. Kenapa kamu ada di sini?” Erica balik bertanya kepada Kenzo.“Kebetulan sekali Tiara juga mengajakku bertemu di sini. Dia belum datang, ya?”Erica menggeleng pelan. Mata Kenzo melirik ke arah perut Erica dari balik sweater yang dikenakannya. Erica merasa kikuk saat Kenzo memperhatikannya dan menarik sedikit sweater berwarna biru cerah, kemudian duduk di kursinya kembali.“Boleh aku duduk di sini sambil menunggu Tiara?”Erica mengangguk pelan, Kenzo duduk berseberangan dengan Erica. Dia juga mencoba menghubungi Tiara, tetapi tidak dijawab.“Bagaimana?” tanya Erica kepada Kenzo.“Tidak dijawab, sepertinya dia sedang dalam perjalanan. Aku tidak tahu apa tujuan Tiara ingin bertemu dengan kita, tapi Erica aku senang bisa bertemu kembali denganmu. Aku harap pertemukan kita tidak
Erica membalik ponselnya dan menggelengkan kepala. “Tidak ada.”Namun, mata Leonel seakan tahu kalau ada yang disembunyikan oleh Erica, tetapi dia tidak ingin memaksa sang istri untuk memberitahunya. Erica saat ini menyisip coklat panas yang dibuat oleh Leonel.Suara notifikasi ponsel Erica terus berbunyi dan membuat Leonel yang duduk di sebelahnya melirik ke arah ponselnya. Erica yang menyadari itu spontan berbicara.”Raisya, terus mengirimiku video lucu.”“OH … lanjutkan saja, saya ada kerjaan. Jika kamu lelah, kamu istirahat saja.”Erica mengangguk. Leonel berdiri dan pergi, Erica menghela napas lega. Namun, ia juga merasa bersalah karena tidak bisa memberitahu yang sebenarnya.Erica melihat kembali ponselnya, dia melihat postingan teman Kenzo sudah banyak dibagikan dan menjadi trending di grup kampus. Ada banyak sekali yang teman yang men-tag Erica di grup kedokteran. Erica hanya bisa menghela napas.“Kenzo, hubungan kita sudah usai, kenapa kamu tidak bisa melepaskanku. Kamu yang m
Mendengar jawaban Leonel, Erica cukup mengerti apa yang diinginkan Leonel saat ini. Setelah itu mereka kembali ke rumah, Leonel memangkunya menuju ke kamar. Perlahan Leonel menurunkan tubuh Erica di atas tempat tidur, Erica duduk dan melepaskan sandal rumahnya.“Kamu tidak perlu repot-repot memangku aku, aku bisa jalan sendiri.”“Aku tahu, tetapi selagi bisa aku ingin memangkumu. Mungkin saja dua tahun lagi aku tidak sanggup memangkumu. Aku sudah cukup tua, walaupun aku masih terlihat tampan dari luar.”Entah kenapa Erica tidak senang mendengarnya. Dia menarik tangan Leonel untuk duduk di sisinya, perlahan tangannya membelai wajah Leonel menatapnya lembut. Mata keduanya saling menatap begitu lekat, ada kehangatan dari kedua mata yang saling menatap.“Di mataku kamu masih muda. Jika suatu hari nanti kamu tidak sanggup bekerja lagi, jangan dipaksakan. Aku yang akan merawatmu, biar aku yang bekerja. Kamu hanya perlu berada di rumah bersama anak kita,” kata Erica.Leonel tersenyum. “Jadi
Leonel membelai rambut Erica. “Karena saya sayang kamu, dan janin di dalam perut kamu. Sekarang kamu memiliki tanggung jawab lebih, yaitu calon anak kita.”Erica diam menatap suaminya, lalu dia tersenyum. Leonel kini sudah memegangi pipi Erica yang semakin hari semakin berisi. “Terima kasih, karena sudah sayang sama aku.”“Itulah tanggung jawab seorang suami. Kamu lapar tidak, ingin makan sesuatu?” tanya Leonel.Erica mengangkat kepala, dia seperti sedang memikirkannya. Lalu, dia teringat sesuatu.”Aku ingin makan mie ayam di pinggir jalan. Mie ayam Pak Joko.”“Di mana? Biar saya belikan,” kata Leonel.“Emh, sebenarnya aku ingin makan di tempatnya. Kalau di rumah kadang rasanya agak beda gitu, boleh tidak?” tanya Erica dengan mata berbinar.Leonel yang melihat ekspresi sang istri tidak berdaya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Baiklah kita pergi sekarang,” kata Leonel.Erica mengangguk, Leonel mengambil sebuah jaket untuk Erica kenakan.“Di luar habis hujan, cuaca pasti dingin.
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon