“Erica! Ke sini kamu!”
Dengan segera, Erica pergi ke dapur, dia melihat tumpukkan piring kotor di atas wastafel. Erica tidak mengeluh dan langsung mencuci piring, selain itu masih ada tugas lain ya itu mencuci pakaian milik tante dan sepupunya.
“Cuci yang bersih!” kata Bibi dengan nada yang cukup tinggi.
Erica tidak membantah dan langsung mengerjakannya, walaupun dirinya sangat lelah. Karena jika tidak, tubuhnya akan menjadi sasaran amukan bibinya.
***
Erica melihat jam tangannya, dia langsung meninggalkan kampus.
Pada sore harinya, ia akan bekerja di sebuah restoran sebagai waitress. Namun, sayangnya hari ini dia harus datang terlambat. Karena harus terjebak macet, bentrok dengan para pegawai pabrik yang baru saja keluar.
Sesampainya di restoran, Erica bergegas pergi ke loker dan berganti pakaian sebagaimana seorang waitress
Erica mengamati restoran yang sedang ramai. Ia merasa ada sosok pria yang mengawasinya.
Dan ketika dia memutar kepala ke arah meja no. 28, di sisi kaca. Erica terkejut melihat sepasang mata dingin yang tajam tengah memperhatikannya.
“Oh Tuhan, si customer killer, kenapa dia menatapku seperti itu. Jangan-jangan ingin membuat perhitungan denganku, gara-gara semalam?” gumam Erica yang langsung bergegas pergi membereskan piring-piring kotor di meja lain.
Leonel tersenyum miring seraya menyisip Americano panas miliknya.
“Ini pertama kalinya saya melihat Anda memperhatikan waitress itu,” ucap Thomas yang tak lain adalah sekretarisnya.
Leonel tersenyum miring. ”Dia sering terlambat. Anak ini tidak disiplin, terakhir kali dia menumpahkan kopi di pakaian saya. Menurutmu, apa saya tidak akan mengingatnya?!”
“Ah, gadis itu,” ucap Thomas menganggukkan kepalanya.
Erica menyapa pelanggan yang baru saja datang, dia memberikan buku menu seraya berbicara dengan ramah.
Saat, ia mengantarkan minuman, seorang anak kecil berlari tidak sengaja menabraknya.
“Mbak, maaf anak saya tidak sengaja,” ucap ibu dari anak kecil itu.
“Tidak apa-apa, Bu. Saya juga yang tidak hati-hati,” jawab Erica kembali ke bar.
Setelah membersihkan lantai yang terkena tumpahan dari minuman itu, Erica dipanggil oleh manajer restoran. Perasaan Erica sangat tidak enak, saat ini dia duduk di hadapan Pak Rully.
“Erica, saya perhatikan akhir-akhir ini kinerja kamu menurun. Apa kamu punya masalah di rumah?” tanya Pak Rully.
Erica menjadi cemas, dia takut sekali kalau dirinya akan dipecat!
“Maaf, Pak!”
“Erica, sebenarnya saya senang dengan kinerjamu, kamu anak yang rajin juga memiliki semangat yang tinggi. Tapi, dalam satu bulan ini kamu sudah berapa kali telat. Kami harus melakukan evaluasi lagi, dan terpaksa gaji kamu harus saya potong!” kata Pak Rully.
Erica terkejut.”Pak, saya hanya terlambat lima menit. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi, saya mohon jangan potong gaji saya!” ucap Erica dengan penuh harap.
“Maaf Erica, ini sudah keputusan perusahaan dan owner. Meskipun Owner kita tidak selalu ke sini, tetapi dia memiliki mata dan telinga lain. Lain kali kamu jangan terlambat lagi.”
Erica tidak berdaya. Gaji yang tidak seberapa tidak akan cukup baginya, meskipun selama ini dia sudah pintar mengelola keuangan, tetapi kebutuhan hidupnya lebih tinggi. Dengan langkah lemas, Erica meninggalkan ruangan itu.
Erica kembali bekerja. Meskipun hatinya sedih, tetapi dia tetap harus bersikap profesional, tidak boleh menunjukkan kesedihannya.
Dan tepat pada saat itu, temannya meminta Erica untuk mengantarkan makanan ke meja nomor 28.
“Erica, berikan servis terbaik. Nomor 28 adalah pelanggan tetap kita, jangan sampai ada kesalahan,” ucap pria bernama Alex.
“Baik Kak.”
Erica mengantarkan pesan Leonel dengan perasaan gugup dan cemas akan membuat kesalahan. Mata mereka bertemu, dan seketika membuat Erica terpukau oleh ketampanan Leonel.
“Mbak, kok melamun?” tegur Thomas mengibaskan tangannya.
Erica mengalihkan pandangannya kepada Thomas.“Eh, maaf, Pak!”
“Ini fettuccine alfredo-nya, dan ini raviolinya saya taruh di sebelah sini, ya Pak.” Erica menaruh spaghettinya di arah Thomas.”Selamat menikmati hidangan kami,” ucap Erica dengan wajah tersenyum.
“Terima kasih,” jawab Leonel.
Erica pergi dengan perasaan lega, karena Leonel tidak mengungkit soal kejadian malam itu. Leonel memperhatikan Erica yang tampak sibuk ke sana kemari. Bisa dilihat dia yang paling aktif di antara teman-temannya. Saat sedang menyantap makanannya, ia teringat pada kejadian tadi malam, Erica hampir saja tertabrak olehnya.
‘Sepertinya dia memang sedang banyak masalah!’ ucapnya dalam hati.
***
Mobil yang ditumpangi Leonel berhenti di sebuah parkiran rumah sakit. Dia masuk ke dalam seorang diri membawakan buket bunga anyelir.
Sesampainya di kamar 406, Leonel melihat ibunya bersama dengan keponakannya bernama Tiara.
“Kamu di sini?” tegur Leonel.
“Aku datang kemari memberitahu nenek kabar gembira,” jawab Tiara seraya memijat kaki neneknya.
Leonel tidak langsung bertanya, karena ia akan segera tahu dari mulut mamanya.
“Leo, lihat, keponakan kamu sudah mau bertunangan. Kapan kamu mau menikah? Kamu sudah matang, sudah cocok memiliki anak. Jangan sampai keduluan Tiara,” ucap Eleanor membujuk putranya dengan suara yang rapuh.
“Paman, Nenek benar. Sudah waktunya Paman menikah,” sahut Tiara.
“Ma, untuk saat ini saya belum memiliki plan menikah. Saya sedang fokus pada proyek yang sedang ditangani.”
“Leo, mau sampai kapan? Kamu tidak lihat Mama sedang sakit keras. Mama ingin, sebelum Mama mati, Mama menggendong cucu. Kamu tidak kasihan apa, sama Mama?” tanya Elanor dengan mata yang sudah digenangi air mata.
Ketika Leonel hendak menjawab, ponselnya berdering. Dia melihat panggilan itu dari Thomas.
“Maaf, saya harus menerima panggilan dulu.”
Leonel menjauh dari mamanya, dia menerima panggilan dari Thomas.
“Ya?”
“Pak, wanita ini datang lagi membuat rusuh. Dia bersikukuh tidak bisa melunasi hutangnya dalam kurun waktu yang ditetapkan.”
Leonel juga mendengar suara teriakan yang sangat keras di seberang sana yang seperti sedang memaki.
“Aku akan ke sana,” kata Leonel menutup panggilan telepon.
Saat itu juga Leonel langsung berpamitan kepada mamanya. Eleanor sama sekali tidak bisa menghentikan Leonel untuk tidak pergi.
Setelah 20 menit berlalu, dia tiba di sebuah lokasi. Dimana ada kepala desa di antara perempuan itu yang tidak lain adalah Catalina.
“Pak Leo, silakan masuk dengan saya,” ucap Bapak kepala desa yang diikuti oleh Thomas.
Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang berada di kantor kepala desa, sedangkan Catalina berada di luar dan tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan itu. Lalu, Pak kepala desa pergi mengambil dokumen.
“Jadi, pria barusan bosnya,” gumam Catalina.
Meskipun sudah diperingatkan oleh kepala desa untuk menunggu di luar, Catalina tidak mendengarkannya dan tetap mengendap-ngendap masuk ke dalam.
“Sepertinya Anda sedang tidak senang?” Thomas bertanya.
“Orang tua saya terus mendesak menikah. Mereka juga mengatur kencan buta!”
“Lalu, Anda ingin saya menggantikan Anda lagi?”
Sebelum Leonel menjawab, dia mendengar suara deheman di luar sana. Catalina langsung menoleh ke belakang dan melihat kepala desa menggelengkan kepala.
“Ada apa, Pak?” tanya Thomas melihat Catalina dan Pak kades berada di luar.
Catalina memasang wajah sedih di hadapan Thomas.”Aku ingin berbicara dengan Bapak bos, aku mohon!” ucapnya dengan wajah memelas.
“Masuk,” jawab Leonel dengan nada dingin.
Mendengar itu Catalina sangat senang. Dan langsung menyerobot masuk ke dalam ruangan itu. Namun, ketika dia berhadapan langsung dengan Leonel, dia merasa takut melihat tampang Leonel yang angkuh dan arogan.
“Bo—Bos, tolong beri aku waktu lagi, ya? Aku janji pasti akan melunasi hutang-hutangku. Tolong jangan ambil tanah kami, rumah itu satu-satunya peninggalan keluarga suamiku!” ucap Catalina memohon.
“Saya sudah memberikan kamu waktu selama 6 tahun. Tapi, sampai sekarang kamu masih tidak bisa melunasi hutangmu!”
“Bos, tolong pertimbangkan kembali. Bagaimanapun keluargaku sudah lama bekerja di perusahaan Bapak bos!” ucap Catalina.
Leonel tersenyum miring, menatap tajam ke arah Catalina.
“Tidak ada tawar menawar dengan saya. Dalam 1 minggu, aku ingin kamu mengosongkan rumah itu!”
Satu hari telah berlalu sejak Erica dan Kenzo bertemu kembali. Pertemuan itu tak terduga, penuh kejutan dan luka lama yang mengambang di permukaan. Erica, yang kini adalah istri Leonel, tetap teguh pada keputusannya. Meninggalkan kampung halaman, keluarganya, dan masa lalunya, ia memilih untuk ikut Leonel ke luar negeri. Ada keyakinan di dalam hatinya bahwa ini adalah jalan terbaik—bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk membangun kembali kehidupannya yang baru, jauh dari bayang-bayang yang pernah meruntuhkannya.Di hari itu, Leonel memutuskan untuk berkunjung ke rumah kakaknya, Archer. Sejak pernikahannya dengan Erica, serta mengetahui hubungan Erica dan Kenzo, hubungan mereka tidak terlalu hangat.Saat ini Leonel duduk di sofa menatap Natalie, Archer dan Tiara. Archer menyadari ketegangan menyelimuti ruangan itu.“Leonel, sekarang Tiara sudah ada di sini. Jadi, apa yang ingin kamu katakan?” tanya Archer.Loenel menatap tajam Tiara. “Aku akan langsung saja. Tiara, ini peringatan
Saat ini tidak hanya Erica yang terkejut, tetapi Kenzo sama terkejutnya dengan Erica. Langkah kaki Kenzo mendekati Erica yang kini masih berdiri di posisinya.“Ca, kamu ada di sini?”“Tiara, ingin bertemu denganku. Kenapa kamu ada di sini?” Erica balik bertanya kepada Kenzo.“Kebetulan sekali Tiara juga mengajakku bertemu di sini. Dia belum datang, ya?”Erica menggeleng pelan. Mata Kenzo melirik ke arah perut Erica dari balik sweater yang dikenakannya. Erica merasa kikuk saat Kenzo memperhatikannya dan menarik sedikit sweater berwarna biru cerah, kemudian duduk di kursinya kembali.“Boleh aku duduk di sini sambil menunggu Tiara?”Erica mengangguk pelan, Kenzo duduk berseberangan dengan Erica. Dia juga mencoba menghubungi Tiara, tetapi tidak dijawab.“Bagaimana?” tanya Erica kepada Kenzo.“Tidak dijawab, sepertinya dia sedang dalam perjalanan. Aku tidak tahu apa tujuan Tiara ingin bertemu dengan kita, tapi Erica aku senang bisa bertemu kembali denganmu. Aku harap pertemukan kita tidak
Erica membalik ponselnya dan menggelengkan kepala. “Tidak ada.”Namun, mata Leonel seakan tahu kalau ada yang disembunyikan oleh Erica, tetapi dia tidak ingin memaksa sang istri untuk memberitahunya. Erica saat ini menyisip coklat panas yang dibuat oleh Leonel.Suara notifikasi ponsel Erica terus berbunyi dan membuat Leonel yang duduk di sebelahnya melirik ke arah ponselnya. Erica yang menyadari itu spontan berbicara.”Raisya, terus mengirimiku video lucu.”“OH … lanjutkan saja, saya ada kerjaan. Jika kamu lelah, kamu istirahat saja.”Erica mengangguk. Leonel berdiri dan pergi, Erica menghela napas lega. Namun, ia juga merasa bersalah karena tidak bisa memberitahu yang sebenarnya.Erica melihat kembali ponselnya, dia melihat postingan teman Kenzo sudah banyak dibagikan dan menjadi trending di grup kampus. Ada banyak sekali yang teman yang men-tag Erica di grup kedokteran. Erica hanya bisa menghela napas.“Kenzo, hubungan kita sudah usai, kenapa kamu tidak bisa melepaskanku. Kamu yang m
Mendengar jawaban Leonel, Erica cukup mengerti apa yang diinginkan Leonel saat ini. Setelah itu mereka kembali ke rumah, Leonel memangkunya menuju ke kamar. Perlahan Leonel menurunkan tubuh Erica di atas tempat tidur, Erica duduk dan melepaskan sandal rumahnya.“Kamu tidak perlu repot-repot memangku aku, aku bisa jalan sendiri.”“Aku tahu, tetapi selagi bisa aku ingin memangkumu. Mungkin saja dua tahun lagi aku tidak sanggup memangkumu. Aku sudah cukup tua, walaupun aku masih terlihat tampan dari luar.”Entah kenapa Erica tidak senang mendengarnya. Dia menarik tangan Leonel untuk duduk di sisinya, perlahan tangannya membelai wajah Leonel menatapnya lembut. Mata keduanya saling menatap begitu lekat, ada kehangatan dari kedua mata yang saling menatap.“Di mataku kamu masih muda. Jika suatu hari nanti kamu tidak sanggup bekerja lagi, jangan dipaksakan. Aku yang akan merawatmu, biar aku yang bekerja. Kamu hanya perlu berada di rumah bersama anak kita,” kata Erica.Leonel tersenyum. “Jadi
Leonel membelai rambut Erica. “Karena saya sayang kamu, dan janin di dalam perut kamu. Sekarang kamu memiliki tanggung jawab lebih, yaitu calon anak kita.”Erica diam menatap suaminya, lalu dia tersenyum. Leonel kini sudah memegangi pipi Erica yang semakin hari semakin berisi. “Terima kasih, karena sudah sayang sama aku.”“Itulah tanggung jawab seorang suami. Kamu lapar tidak, ingin makan sesuatu?” tanya Leonel.Erica mengangkat kepala, dia seperti sedang memikirkannya. Lalu, dia teringat sesuatu.”Aku ingin makan mie ayam di pinggir jalan. Mie ayam Pak Joko.”“Di mana? Biar saya belikan,” kata Leonel.“Emh, sebenarnya aku ingin makan di tempatnya. Kalau di rumah kadang rasanya agak beda gitu, boleh tidak?” tanya Erica dengan mata berbinar.Leonel yang melihat ekspresi sang istri tidak berdaya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Baiklah kita pergi sekarang,” kata Leonel.Erica mengangguk, Leonel mengambil sebuah jaket untuk Erica kenakan.“Di luar habis hujan, cuaca pasti dingin.
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon