Share

8. Apa Sakit?

“Belum, Pak, terima kasih untuk makan malamnya.”

“Bagaimana dengan perutmu?” tanya Leonel dengan suara pelan.

“Sudah membaik. Sekali lagi terima kasih,” kata Erica.

Leonel pun memutar tubuhnya menghadap Erica.

“Berbalik, saya tidak sedang berbicara dengan tembok.”

Dengan jantung berdebar, akhirnya Erica memberanikan diri menoleh dan melihat sepasang mata lembut yang kini sedang menatapnya. 

Entah mengapa Erica merasa kalau Leonel yang berada di atas tempat tidur adalah lelaki yang hangat.

“Apa kalian dua saudara?” tanya Leonel.

“Ya, hanya Lucio yang saya miliki saat ini.”

Leonel memejamkan matanya.

“Besok aku akan pergi bertemu rekan bisnis sebentar. Setelah itu aku akan mengajakmu jalan-jalan.”

“Benarkah?” tanya Erica.

Leonel tidak menyahut. Erica tersenyum, dia menatap wajah tampan suaminya.

‘Saat tidur pun masih terlihat tampan.’

Erica memejamkan matanya dan tertidur begitu saja.

             ***

Entah sudah berapa lama mereka tertidur. Erica merasa tubuhnya hangat, tetapi seperti ada yang tidak benar. Dia merasakan sesuatu sedang menindih tubuhnya. Perlahan Erica membuka matanya yang masih mengantuk, di waktu yang sama Leonel juga membuka matanya. Mata mereka berdua bertemu, dan saling menatap.

“Selamat pagi,” kata Erica tersenyum.

“Bisakah kamu melepaskan pelukanmu!” ucap Leonel dengan mata dingin.

Erica mengerutkan keningnya, dan terdasar kalau sebenarnya mereka saling memeluk satu sama lain.  Erica pun langsung mendorong tubuh Leonel dan hampir membuat lelaki itu terjatuh ke lantai.

“Kamu ….”

“Maaf Pak, saya tidak sengaja.Jelas-jelas Bapak yang memeluk saya, dan menikmati kesempatan dalam kesempitan,” tuduh Erica membela diri.

Leonel tertegun, lalu tersenyum miring.”Itu hanya alasan kamu saja. Jelas-jelas kamu yang memeluk saya duluan.”

Erica terbelalak atas ucapan suaminya. Leonel beringsut masuk ke dalam kamar mandi. Saat ini dia mandi dengan air hangat dan teringat kembali sepanjang malam dia memeluk istrinya.

“Memangnya salah memeluk istri sendiri? Meskipun kami terikat kontrak, tapi kami masih suami-istri. Dasar bocah!” Monolog Leonel. Ini adalah pelukan pertama mereka sejak mereka menikah.

Erica langsung pergi dari kamar dan pergi ke teras melihat bunga-bunga yang bermekaran.

“Bisa-bisanya kami tidur berpelukan!” kata Erica dengan jantung berdebar. Erica memegangi kedua wajahnya yang terasa panas.

Saat Erica kembali ke ruangan utama, dia melihat ada makanan di atas meja. Namun, dia tidak melihat Leonel.

“Apa dia sudah pergi?” gumam Erica

Erica pun sarapan sendirian. Leonel lebih memilih sarapan di bawah. Selain itu dia bertemu dengan kliennya di restoran hotel.

“Pak Leo, saya Taka. Saya berterima kasih, karena Bapak masih meluangkan waktu. Ini proposal yang saya ajukan.”

Leonel yang baru selesai sarapan membacanya dengan teliti. Mereka pun berbincang cukup serius,mengenai proyek pembangunan resort di Kyoto.

“Saya akan mempertimbangkannya.”

“Semoga ada kabar baik dari Anda.”

Keduanya kembali berjabat tangan. Setelah itu lelaki bernama Taka pergi, Leonel melihat jam tangannya, sudah 1 jam. Leonel kembali ke kamar hotel.

Saat dia kembali, dia tidak melihat Erica di kamar. Tanpa bersuara, dia mencari keberadaan Erica dan menemukan Erica berada di ruangan pakaian yang saat ini sedang memakai handuk kimono.

‘Dia di sini rupanya, sepertinya tidak ada saya, dia merasa lebih bebas.’

“Hari ini aku pakai pakaian yang mana, ya?” gumamnya.

Erica tidak menyadari keberadaan suaminya dan melepaskan pengait kimono yang selama ini mengikat pinggangnya. Dan handuk itu jatuh ke lantai. Erica menyibak rambut panjangnya ke depan. Sehingga punggung yang seharusnya seputih salju, malah dipenuhi luka lebam membiru.

“Bagaimana, kamu bisa mendapatkan semua luka itu?” tanya Leonel menghampiri istrinya yang kini menatap melotot ke arahnya.

Erica menoleh dan berbalik kepada suaminya dengan mata melotot menjerit meraih handuk di bawah sana. Dan langsung menutupi tubuhnya kembali, dengan meremas handuk itu begitu lekat.

“Ke-kenapa Bapak di sini?” tanya Erica terbata dengan wajah merah menahan malu.

Namun, Leonel tidak memedulikan ucapan Erica, tangannya terangkat dan menarik ujung handuk dibagian pundak. Erica melotot dan menepis tangan Leonel.

“Jangan sembarangan menyentuh saya,” kata Erica membuang muka.

Leonel menatap tajam Erica.”Kenapa ada luka di tubuhmu?” tanya Leonel mendesak.

“Bukan urusan Bapak,” jawab Erica.

“Apa katamu? Saya ini suami kamu, saya berhak tahu apa yang terjadi padamu, sebelumnya maupun saat ini,” kata Leonel meraih dagu Erica dan  mencengkeram dagu Erica sehingga wajahnya menengadah menatap menatap mata tajam.

“Saat ini kamu tanggung jawab saya, dan saya berhak tahu apa yang terjadi padamu saat ini. Siapa yang melakukan semua ini?” desak Leonel dengan nada tinggi.

Alih-alih menjawab, Erica meneteskan air mata. Melihat Erica menangis, membuat Leonel melepaskan cengkeramannya.

Lalu, tanpa sepatah kata Leonel membopong Erica yang masih menangis ke kamar dan menurunkannya di sofa. Dengan wajah yang menuduk perasaan Erica bercampur aduk antara malu karena tubuhnya terekspos, antara sedih karena dia sudah cukup menderita selama ini.

Leonel pun pergi, membawa kotak obat-obatan dan kembali kepada Erica. Leonel bersimpuh di hadapan Erica.

“Kenapa kamu menangis? Kamu takut pada saya?” tanya Leonel menatap mata Erica lekat.

Erica diam, tetapi dia menaikkan pandangannya dan menatap Leonel yang kini bersimpuh di hadapannya. Erica menyeka air matanya, dan menghela napas.

“Tidak apa-apa, jika kamu tidak ingin memberitahu saya. Tapi, biarkan saya mengobati lukamu,” kata Erica.

Mata mereka saling menatap, sebenarnya Leonel juga sedikit gugup. Namun, luka di tubuh istrinya tetap harus diobati.

“Karena kamu tidak menjawab, saya anggap setuju.”

Leonel pun duduk di samping Erica, dan perlahan menurunkan handuk kimono yang dikenakan oleh istrinya. Dengan hati-hati Leonel mengoleskan salep pada punggung yang terbuka.

“Apa sakit?” tanya Leonel.

“Tidak.”

‘Dia berbohong, mana mungkin tidak terasa sakit!’

Leonel meniupi punggung Erica, Erica yang menunduk meremas kimononya. Jantungnya kembali berdebar.

“Apa belum selesai?”

“Sedikit lagi,” jawab Leonel mengolesnya dengan hati-hati.”Sudah. Setiap hari oleskan salep ini di lukamu, jika masih terasa sakit kita pergi ke Dokter saja.”

“Terima kasih,” jawab Erica yang saat itu langsung berdiri.

“Erica,” panggil Leonel.

Erica yang hendak pergi menoleh ke belakang.

“Mengenai saya melihat tubuhmu, kamu tidak perlu malu. Cepat atau lambat kita akan memperlihatkan tubuh masing-masing, bukan?”

Seketika mata Erica melotot dan wajahnya kembali merah. Erica beringsut ke ruangan pakaian dan tergesa-gesa memakai pakaiannya. Namun, dia tidak mengelak. Meskipun ini pernikahan kontrak, tapi keduanya sepakat untuk memiliki anak.

Leonel menghela napas.

“Siapa yang melakukan itu padanya, apa wanita itu?” gumam Leonel yang langsung teringat kepada Catalina.

Saat itu juga Leonel meraih ponsel dan langsung menghubungi Thomas.

“Ya, Pak.”

“Thomas, saya memiliki tugas penting untukmu. Saya ingin hari ini juga adik lelaki Erica dipindahkan ke rumah saya. Selain itu saya ingin kamu mengurus perpindahan sekolah adiknya ke sekolah elit di ibu kota. Urus juga perpindahan asrama, satu lagi, fasilitasi dia dengan baik dan tanyakan apa yang dia butuhkan.”

“Baik Tuan.”

Setelah itu panggilan berakhir. Namun, Leonel kembali lagi menghubungi notaris.

“Selamat pagi Pak Handi, saya ingin meminta tolong.”

“Silakan Pak Leonel,” jawabnya.

“Saya punya tanah, yang saat ini ditempati oleh keluarga Pak Andre dan Bu Catalina. Saya ingin Anda mengganti nama kepemilikan menjadi atas nama Erica. Jika perlu, Anda bisa bekerja sama dengan pengacara saya.”

“Baik saya mengerti Pak Leo.”

“Terima kasih,” ucap Leonel mematikan panggilan itu dengan satu tangan yang masuk di dalam saku celana.

Leonel menghela napas dan pergi mencari Erica yang saat ini sedang duduk di sebuah kursi yang menghadap ke arah garden kecil di depan kamar mereka.

Leonel berdiri di samping pintu mellihat lurus ke depan, dimana terlihat gunung dari kejauhan yang sangat indah.

“Ayo pergi,” ajak Leonel.

“Kemana ?” tanya Erica memutar kepalanya menatap Leonel.

“Bersenang-senang. Meskipun ini perjalan bisnis, tapi saya harus mengajakmu jalan-jalan. Agar saat nanti ketika bertemu dengan orang tua saya, kamu memiliki jawaban.”

Erica mengerti apa yang dimaksudkan oleh suaminya. 

Hari itu mereka pergi ke sebuah kuil Kinkakuji, salah satu kuil terkenal di Kyoto.  Yang berada di daerah Kinugasa.

Erica memakai topi, dipadukan dengan blouse juga rok di bawah lutut. Dia juga membawa tas soren kecil. Begitu juga dengan Leonel, dia memakai celana panjang dipadukan dengan kemeja santai. Dia juga memakai topi.

Keduanya berjalan dari pintu utama menuju loket, yang lumayan agak jauh. Erica melihat keramaian lalu-lalang pengunjung yang datang. 

Mereka masuk ke dalam kuil Kinkakuji yang terkenal dengan bangunan emasnya. Pemandangan di tempat itu sangat indah, Leonel melirik ke arah Erica.

“Jangan jauh-jauh dari saya, nanti kamu tersesat," kata Leonel. "Pegang tangan saya."

Caramelly

Reader, otor mau infokan. Kalau ada revisi dari bab 3-8 ya, revisian besar, Jadi, silahkan di baca ulang agar tidak bingung dengan alurnya. Terima kasih.

| 2
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lumeri Silaban
lelaki yang perhatian
goodnovel comment avatar
Min Agassi
meskipun galak tapi Leo sweet...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status