Share

7. Melihat Tubuh Pria

“Sepakat,” jawab Erica.

Mereka berdua akhirnya saling menandatangani perjanjian pernikahan yang memang menguntungkan Erica.

“Ingat ini jangan ganggu kedamaian saya.Karena saya datang ke sini bukan untuk bulan madu, tapi untuk bekerja.”

Erica tercengang.”Bekerja? Lalu kenapa Anda membawa saya bersama Anda?”

Jika Leonel tidak membawa Erica, Eleanor pasti akan mengomelinya karena meninggalkan istrinya. 

Leonel memilih untuk tidak menyahutinya.

“Jika kamu mau jalan-jalan, kamu bisa pergi sendiri. Kamu juga bisa berbelanja sesukamu,”kata Leonel mengeluarkan sebuah kartu.

Erica terbelalak terkejut melihat kartu di depannya.

“Ini—”

“Untukmu. Sekarang kamu adalah istri saya, maka semua kebiasaan burukmu harus diubah. Disiplin waktu,” kata Leonel.

 “Baik, Pak, saya mengerti.”

 “Satu lagi berhenti saya memanggil Bapak.”

 “Loh, Bapakkan memang lebih dewasa dari saya. Jadi. sepertinya sapaan Bapak cukup umum.”

“Dari pada saya panggil om tuwir!” gumam Erica pelan dengan mata yang menatap hati-hati Erica.

“Om tuwir katamu? Saya memang sudah cukup tua, tapi wajah saya masih baby face!” Leonel pun berdiri dan meninggalkan Erica.

Saat ini Leonel sedang mandi dengan air hangat. Erica pun melihat-lihat ruangan kamar mandi yang luas, dimana ada kolam air hangat, dan juga kolam air dingin.

“Hotel ini benar-benar mewah. Beruntung sekali aku diajak kemari,” gumam Erica tersenyum.

Erica kembali melangkahkan kakinya, dia melihat ada bathtub yang menghadap ke arah jembatan di seberang sana. Dan ketika manik matanya menoleh ke arah ruangan kaca, Erica pun menjerit dengan mata melotot.

Punggung Leonel terekspos dengan sempurna, di balik ruangan kaca yang kini sudah berembun. Erica lari kembali ke dalam kamar, Leonel memutar kepalanya ke kanan, tetapi tidak menoleh.

“Apa dia belum pernah melihat tubuh pria? Aku rasa dia sudah belajar anggota tubuh manusia.”

Wajah Erica merah. Jantungnya berdegup kencang, Erica memegangi kedua wajahnya yang terasa panas.

“Apa yang barusan aku lihat.” Erica mengipas-ngipas tangannya, dia merasa sangat malu.

Dia tidak bisa membayangkan jika dia sedang mandi, Leonel masuk dan melihat tubuhnya yang belum pernah dilihat oleh orang lain selain dirinya.

Leonel memakai yukata dan menghampiri Erica. Sontak mata Erica melotot dan langsung membuang wajah.

“Cepat mandi. Pakaian kotor dari luar tidak  boleh naik ke atas tempat tidur, ada pakaian keluar, pakaian tidur, pakaian santai. Apa kamu mengerti,” kata Leonel.

Erica tercengang, dia hanya mengangguk pelan.

“Baik, aku mengerti.”

“Satu lagi, peralatan mandi sudah saya pisah. Jadi, jangan sentuh milik saya termasuk handuk.”

“Iya,” jawab Erica dengan suara kecil. Dia tampak malas menanggapinya.

Erica pergi ke kamar mandi, dia menggerutu karena memiliki suami yang begitu cerewet.

“Begini nasib nikah sama om-om, cerewet. Dia lebih cerewet dari bapakku!”

Mengucap kalimat bapak. Erica sedikit sedih, karena saat menikah kemarin, Erica tidak didampingi bapaknya. Entah dimana, dia pergi meninggalkan hutang yang sangat banyak.

Dengan perasaan was-was dan selalu melihat ke belakang,  Erica akhirnya mandi.

Saat dia selesai mandi dan berganti pakaian, dia sama sekali tidak menemukan Leonel.

“Apa dia pergi?” 

Erica melihat ada sebuah kertas berwarna biru yang ditempelkan di atas ponselnya. Erica mengambilnya.

[Saya pergi keluar.]

Erica tidak ambil pusing, dia mengambil buku dalam kopernya. Dia membacanya. Di waktu yang sama, dia mendapatkan pesan dari sahabatnya.

[Caca, kamu kemana saja kok masih belum ngampus? Kamu baik-baik saja, kan?]

Erica yang melihat notifikasi pesan itu baru ingat kalau sahabatnya tidak tahu kalau dirinya cuti karena menikah. Erica juga tidak bisa memberitahu sahabatnya.

“Maaf, aku harus mengabaikanmu lebih dulu,” gumam Erica yang kembali membaca buku.

Dia baru sadar kalau dia dan Leonel tidak bertukar nomor telepon.Mengingat Leonel yang cerewet, membuat Erica sedikit kesal.

Erica mencari tahu tentang Kyoto, sampai dirinya ketiduran di sofa. Dan saat terbangun langit sudah gelap. Erica merasakan keheningan.

“Apa dia belum kembali?” gumam Erica bangun dari sofa.

Erica melihat sudah jam 7 malam. Dia merasa lapar, jadi dia mencari makanan dan menemukan camilan di dalam sebuah lemari makanan. Dia pun memakannya seraya menunggu Leonel kembali.

“Duh, perutku sakit,” rintihnya.

Erica memiliki penyakit mag, karena selalu makan terlambat dan selalu mendapatkan jatah makan sedikit dari bibinya.

Waktu terus berputar. Leonel baru saja kembali, dia melihat Erica berada di kamar meringkuk.

Sejak dia kembali, dia tidak melihat adanya makanan. Dan hanya menemukan satu bungkus camilan yang terbuka bahkan tidak habis. 

“Erica, bisakah kamu taruh makanan ke tempatnya kembali? Dan tidak dibuat berantakan seperti ini. Remahan makanan akan mengundang semut,” kata Leonel seraya berjalan ke ruang ganti pakaian.

Setelah berganti pakaian, Leonel masih melihat Erica berbaring dengan posisi yang sama, yaitu membelakanginya. Leonel mengangkat tangan seperti ingin menyentuh tubuh istrinya. Namun, dia mengurungkan niatnya.

“Kamu dengar tidak saya berbicara? Saya bukan sedang berbicara pada patung!” tegur Leonel ketus.

“Maaf, perut saya sedag sakit!” jawab Erica pelan.

Leonel langsung duduk di tepi tempat tidur dan akhirnya menempelkan tangan di kening Erica. Badannya sedikit hangat, Erica terkejut dan menatapnya lemas.

“Kamu belum makan malam?” tanya Leonel.

“Aku menunggu Bapak.”

Leonel menghela napas, dan terlihat marah.”Kenapa kamu harus menunggu saya? Kamu kan bisa makan sendiri, jangan jadikan saya alasan perut kamu sakit karena menunggu saya pulang.”

Erica yang mendengar itu tidak bisa berkata-kata, matanya berkaca-kaca. Kata-kata Leonel terdengar dingin dan memarahinya. Erica pun menurunkan pandangannya.

“Ini pertama kalinya saya keluar negeri dan menginap di hotel semewah ini. Saya juga tidak bisa menggunakan bahasa Jepang. Ya, Bapak benar ini salah saya,” kata Erica yang langsung menyingkap selimutnya menginjakkan kaki di lantai.

Ketika hendak berdiri, Erica merasa perutnya sakit. Jadi, dia berjalan dengan membungkuk sedikit demi sedikit seraya memegangi perutnya. Leonel yang melihat itu semua, akhirnya berdiri dengan begitu tiba-tiba membopong Erica membuatnya terkejut.

Erica menatap sepasang mata dingin suaminya. “Apa yang akan Anda lakukan?” 

“Turunkan saya!” pinta Erica seraya menerjang-nerjang kakinya.

Namun, Leonel tidak memperdulikannya dan menurunkan tubuh Erica di tempat tidur. Mata Erica langsung melotot dan berguling ke kananan seraya menyilangkan tangannya di dada.

“Apa yang kamu pikirkan. Kamu bilang perutmu sakit, otakmu selalu dipenuhi pikiran kotor.”

Erica melotot dan langsung membuang muka. Leonel mengambil sesuatu di kotak obat yang dibawanya dan menuangkan segelas air putih.

“Minumlah,” kata Leonel memberikannya kepada Erica.

‘Meskipun orang ini dingin, tapi dia masih memiliki hati nurani!’

Leonel menatap dingin Erica.”Apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu sedang mengatai saya dalam hati?”

“Tidak, kok!” bantah Erica.

Leonel menghubungi pihak hotel dengan meminta layanan kamar untuk Erica. Malam itu Erica makan dengan begitu lahap, sedangkan Leonel hanya melihat tab yang sekarang berada dalam genggamannya.

“Anda tidak makan?” tanya Erica.

“Sudah.”

“Dengan rekan bisnis atau, teman?” tanya Erica penasaran.

Sepasang mata dingin kini menatapnya dengan tatapan penuh peringatan.

“Ah, sepertinya pacar Anda!”

“Sepertinya kamu sangat penasaran dengan kehidupan saya.”

“Emh, jelas saya penasaran. Karena Anda dan aku terpaut usia yang sangat jauh, aku hanya seorang gadis polos yang dinikahi oleh om dingin dan galak!” kata Erica seraya menghabiskan makanannya.

Leonel menaikkan sebelah alisnya.”Om?!”

“Ya, saya heran saja pada orang kaya, menjadikan manusia sebagai pelunas hutang. Padahal di luar sana, banyak wanita yang lebih matang untuk dijadikan istri. Anda lebih cocok menjadi ayah saya, bukan? Namun, bedanya Anda terlihat awet muda secara fisik dan juga masih tampan!” kata Erica menyengir.

Tatapan Leonel menajam dan semakin dingin. Tanpa adanya sebuah senyuman.

‘Sepertinya aku berhasil membuatnya kesal. Lagi pula, siapa suruh menyebalkan!’

“Kamu benar, kamu masih sangat muda. Alasan saya mempertimbangkan kamu, salah satunya karena kamu kuliah kedokteran. Setidaknya kamu bisa merawat ibu saya, kedua saya menginginkan anak,” jawab Leonel. Mengingat anak muda bisa lebih banyak menghasilkan anak dan tenaganya masih kuat.

Erica teringat kalau saat terakhir kali video call, dia melihat mertuanya berada di rumah sakit.

“Setelah makan, saya tidak ingin ada piring kotor di atas meja. Jangan lupa sikat gigimu,” kata Leonel yang langsung masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

“Lihat, dia lebih mirip bapak, kan?” Erica menghela napas.

Erica pergi ke ruangan pakaian, dia sama sekali tidak menemukan pakaian tidurnya. Semua yang ada di koper ada baju tidur seksi, jadi dia hanya bisa memakai pakaian santai yang saat ini dia pakai.

Dia melihat Leonel sudah tidur. Dengan hati-hati dia naik ke atas tempat tidur dan membelakangi Leonel. Leonel membuka matanya, keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing.

Erica meremas selimutnya dan belum mengucapkan terima kasih atas makanan yang dipesan suaminya. Namun, dia takut mengganggu Leonel yang sudah tidur.

“Kamu sudah tidur?” tanya Leonel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status