Amanda harus menerima kenyataan, bahwa dirinya sudah menikah dengan pria yang usianya jauh lebih tua darinya, sudah memiliki dua orang anak yang cukup besar pula. Kenapa kedua orang tuanya tega membiarkan Amanda menikah dengan pria itu demi membantu perusahaan keluarga?
Awas saja Amanda tidak mau menemui mereka lagi.
Gadis itu sedikit tersentak mendapat sebuah jentikan tangan tepat di depan wajah. Terlalu lama melamun membuat Amanda tidak menyadari bahwa Rendra sudah berdiri di hadapannya, Amanda mengangkat sedikit kepala demi melihat wajah pria tersebut.
“Mau sampai kapan kamu melamun di sini?” Suara berat Rendra kembali mengudara, terdapat kernyitan samar di keningnya, merasa heran mengapa istrinya itu hobi sekali melamun, tadi di mobil, sekarang di dalam rumah.
Amanda tidak berbohong saat mengatakan akan ada teman yang menjemput, beberapa menit setelah dirinya selesai bersiap, Francie datang menjemputnya dengan mobil gadis itu ke kediaman Keluarga Hartanto. Amanda kembali berpamit kepada Nyonya Alina yang kebetulan ditemuinya di ruang keluarga, tentu saja wanita itu mengizinkan karena Amanda memberikan alasan yang sama seperti yang diberikan kepada Rendra. Nyonya Alina berbaik hati meminta Amanda untuk menyuruh Francie mampir terlebih dahulu, tetapi tentu Amanda memberikan alasan bahwa mereka sudah ditunggu anggota kelompok yang lain agar Francie tidak perlu repot-repot mampir.Setelah lolos dari berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh Nyonya Alina, Amanda mengembuskan napas kuat-kuat begitu kini bokongnya mendarat di sebelah Francie yang duduk di kursi kemudi. Amanda benar-benar lega karena sekarang sudah keluar dari rumah mewah tersebut, jujur ada perasaan te
“Capek!” Keluh Amanda seraya ikut menghempaskan tubuhnya di ranjang Divya, bergabung dengan Francie. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, Amanda baru saja membersihkan tubuhnya setelah seharian bersenang-senang dengan kedua sahabatnya. Mereka tidak langsung pulang ke kediaman masing-masing, melainkan pergi ke apartemen Divya terlebih dahulu untuk sekadar beristirahat dan berganti pakaian.Sungguh rasanya Amanda malas sekali pulang, selain karena tubuhnya sudah kelelahan, dirinya juga malas bertemu dengan Rendra. Membayangkan malam ini dirinya harus kembali berbagi ranjang dengan pria tersebut membuat tubuhnya bergidik.“Ini pertama kalinya buat kamu main sampai malam kan?” tanya Francie berbasa-basi karena tentu dirinya sudah tahu tentang kehidupan sahabatnya tersebut. “Tenang, jangan mengeluh, sebentar lagi pasti kamu terb
Lelah bermain seharian membuat malamnya Amanda tidur dengan sangat nyenyak walau harus tidur di sofa karena menolak berbagi ranjang dengan pria berstatus suaminya. Namun itu lebih dari cukup, sofa di kamar pria itu lebih dari cukup untuk menampung tubuhnya yang lumayan mungil. Sinar matahari sudah sepenuhnya menerobos ruang kamar melalui celah-celah gorden yang terbuka begitu Amanda secara perlahan membuka mata, menatap sekeliling ruangan yang terasa sangat asing di indra penglihatannya. Amanda ingat bahwa dirinya sudah tidak lagi tinggal di rumah lamanya, melainkan kini ia tinggal di rumah baru kediaman suaminya. Amanda membuka mulut untuk menguap, menutupnya dengan salah satu tangan seraya tubuh mulai bangkit dari posisi tidur, mendudukan bokongnya di benda empuk yang mulai semalam dijadikannya sebagai tempat tidur di rumah ini entah hingga sampai kapan.Tidak masalah, akan ada saat di mana dirinya hidup
Indra penglihatan Amanda menangkap sosok Nyonya Alina berdiri tepat di hadapan lift, sehingga saat pintu benda tersebut terbuka, Amanda sedikit tersentak. Berbeda dengan Nyonya Alina yang langsung menyunggingkan kedua sudut bibir begitu menangkap sosok Amanda.“Tadinya Mama mau susul kamu ke atas,” ucap wanita paruh baya tersebut saat Amanda berjalan ke arahnya. Amanda dengan sedikit terpaksa membalas senyum yang disunggingkan Nyonya Alina kepadanya.“Maaf Ma aku telat, sampai Mama mau susulin aku segala.”“Nggak apa-apa Sayang, kamu pasti capek kan karena habis kerja kelompok sampai malam?”Pertanyaan tersebut hanya direspons dengan tawa sungkan dari Amanda. Amanda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa ... pertanyaan
“Terima kasih untuk hari ini,” ucap Alex seraya menggenggam salah satu tangan Amanda. Amanda menyunggingkan kedua sudut bibirnya, membalas tatapan Alex yang juga tengah menatapnya. Keduanya kini berada dalam mobil, di tengah suasana gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, di depan sebuah benda besi gagah yang membentengi istana di dalamnya. Selarut itu Amanda baru sampai di kediaman barunya, setelah seharian berjalan-jalan bersama dengan Alex, menyenangkan hingga rasanya Amanda tidak ingin cepat pulang.Kalau Alex tidak berinisiatif untuk membawa pulang Amanda, saat ini pasti mereka masih bersenang-senang. Banyak hal yang mereka lakukan hari ini, seperti anak muda yang berpacaran pada umumnya, makan, mengelilingi jalanan ibukota, masuk ke pusat perbelanjaan, menonton film, bermain di timezone, makan es krim di taman, menemani Alex membeli buku penunjang kuliahnya, dan
Amanda sedikit limbung saat kakinya kembali berpijak. Gadis itu membetulkan rambutnya yang acak-acakan seraya menatap pria di hadapannya dengan sengit. Sementara yang ditatap tidak menampilkan ekspresi sama sekali, tetapi kini bahunya naik turun tak beraturan sebab telah membawa istrinya dengan tangannya sendiri dari lantai satu ke ruangan tempat di mana kini mereka berada.“Apa mau Anda? Saya sudah bersedia pergi kalau memang Anda tidak menyukai keberadaan saya di rumah ini!”“Yang saya inginkan hanya menghukum kamu,” ucap Rendra dengan embusan napas yang mulai tenang, mata tajamnya membalas tatapan sengit Amanda.“Jangan terlalu berlebihan. Saya beritahu ya, sebaiknya kita tidak usah saling mencampuri urusan masing-masing, toh kita menikah juga karena terpaksa, Anda boleh melakukan ap
Waktu sudah menunjukan pukul dua lebih sepuluh menit dini hari, Amanda masih belum mampu memejamkan mata dan membawa dirinya ke alam mimpi. Seakan rasa kantuk tidak akan datang kepadanya malam ini, seharusnya Amanda sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu, tetapi kejadian sebelum dirinya membersihkan diri benar-benar menghantui isi kepalanya.Amanda tidak bisa berhenti memikirkan Rendra yang sudah berhasil memiliki jadwal kuliahnya dan ucapan terakhir pria itu benar-benar terngiang, membuat jadwal untuknya? Apakah itu artinya ia akan kembali terjerat dalam sangkar seperti sebelum menikah? Amanda benar-benar frustasi memikirkan hidupnya akan kembali dikekang, padahal dirinya baru saja merasakan kebebasan.Rasanya Amanda ingin menangis saja, ia kesal karena tidak bisa hidup sesuai dengan keinginannya ditambah lagi benda yang sekarang tengah Amanda barin
Amanda membuka mata secara perlahan saat sebuah cahaya cukup mengganggu tidurnya. Amanda masih sangat mengantuk, ia rasa sepertinya ia baru terlelap beberapa saat yang lalu, dan orang yang telah mengganggunya sungguh tidak memiliki perasaan, orang itu membuka gorden hingga cahaya matahari yang sudah cukup tinggi itu masuk ke dalam semua ruangan.Enggan bangun, Amanda menarik selimut hingga mengubur seluruh tubuhnya, sungguh ia masih ingin tidur apalagi tempat yang dipakainya untuk berbaring sangat nyaman, empuk dan luas, tidak seperti tempat yang tidurinya kemarin, ia juga mengenakan selimut yang lembut dan hangat, rasanya Amanda tidak rela jika harus terpisah dengan kedua benda tersebut.“Lekas bangun Amanda, kita sudah ditunggu untuk sarapan bersama di bawah.” Amanda bisa jelas mendengar apa yang dikatakan oleh Rendra, tetapi untuk sekadar m