Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
"Ada yang ingin Papa bicarakan kepada kalian," ucap Hermawan seraya menaruh alat makan yang digenggamnya. Ia menatap anak-anak serta istrinya yang detik itu juga menghentikan aktivitas mereka. Istrinya, Marisa, menyentuh lengan pria tersebut, memberi kode agar sang suami tidak mengatakan apa yang ingin disampaikan detik ini juga.Marisa sudah mengetahui apa yang akan suaminya bicarakan, setidaknya selesaikan terlebih dahulu makan malam mereka baru berbicara. Marisa takut pembicaraan suaminya justru akan mempengaruhi suasana hati kedua putrinya sehingga tidak menyelesaikan kebutuhan mereka.Hermawan tidak menghiraukan peringatan sang istri, ia justru memberi kode kepada istrinya bahwa ia tidak akan menghentikan apa yang akan ia lakukan. Ia menatap putri sulungnya yang bernama Clarissa, juga putri bungsunya Amanda. Kedua perempuan itu juga sedari tadi memusatkan
"Apa sih kak?!" sentak Amanda. Ia sungguh tidak menyukai kalimat yang kakaknya lontarkan, seperti tengah merendahkan dirinya saja. Memang selama ini kakaknya itu membantu keluarga yang sedang krisis ekonomi, kakaknya membantu bekerja di perusahaan, selain itu ia juga adalah seorang model, namanya sudah malang melintang, wajahnya banyak terpampang di berbagai majalah, pendapatannya sebagai model juga cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.Namun kakaknya itu tidak seharusnya merendahkannya seperti ini. Lagi pula bukan keinginannya untuk tidak membantu keluarga, justru ayah dan ibunya yang menyuruh untuk fokus pada kuliahnya saja. Kemudian kakaknya sendiri pun menyuruhnya demikian, apakah ia lupa atau memang sengaja menyanjungnya selama ini untuk kemudian dijadikan tumbal pada situasi seperti saat ini?Kalau benar demikian, berarti kakaknya sangat licik."Benar kan apa yang Kakak omongin, kamu itu cuma bisanya foya-foya aja, ngerepotin keluarga!"Amanda me
Wanita itu menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan berharap perasaannya jauh lebih tenang. Sudah ada keluarga calon besannya di bawah, akan menjadi tidak enak kalau mereka mendengar pertengkaran keluarganya.Marissa melembutkan tatapan saat menatap Amanda yang masih bergelut di atas kasur dengan pakaian yang sama seperti yang terakhir dirinya lihat saat membawakan pakaian serta alat-alat make up untuk anak gadisnya itu kenakan pada acara makan malam bersama keluarga Hartanto.Amanda belum bersiap sama sekali, Marissa sangsi bahwa anaknya itu bahkan sudah membersihkan diri atau belum."Kenapa kamu belum pakai pakaian yang Mama kasih?" tanyanya seraya menatap Amanda bergantian pada gaun putih yang terletak di meja rias, posisi gaun itu masih sama seperti saat pertama ia meletakkannya. Amanda belum menyentuh gaun itu sama sekali."Males!" jawab gadis itu sinis, lagi-lagi Marissa menarik napas panjang, kali ini supaya emosinya tida
Gadis itu menghela napas pasrah, kemudian mencoba kembali melangkah mengikuti pijakan ibunya. Amanda menyemangati diri sendiri, meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa dirinya harus hadir ke acara ini agar cepat berakhir, Amanda meyakinkan diri bahwa jika dirinya terus mengulur waktu, maka pertemuan ini tidak akan pernah selesai.Amanda berjalan seraya menunduk, hingga tanpa sadar bahwa kini ada empat pasang mata yang tengah menatapnya. Merasa diperhatikan, Amanda mengangkat secara perlahan pandangannya hingga indra penglihatannya itu menatap sang ayah yang menatapnya tajam, pria itu pasti marah karena dirinya sangat lama. Amanda dibuat tersentak oleh tatapan ayahnya itu, kemudian tatapannya tanpa sengaja menatap wanita itu yang tengah tersenyum ramah juga pria tua di sebelahnya, kemudian di pria di sebelahnya lagi yang tanpa terlihat lebih muda.
"Amanda nggak mau nikah sama laki-laki itu, Pa!" Pekikan menggema di seluruh sudut-sudut ruangan, gadis itu tidak terima atas keputusan sepihak yang diambil oleh keluarganya dan keluarga Hartanto tanpa meminta pertimbangannya terlebih dahulu.Keluarga Hartanto sudah meninggalkan kediaman keluarga Hermawan beberapa menit yang lalu, menyisakan anggota pemilik rumah yang kini tengah duduk di ruang keluarga. Semula tampak tenang dengan putri sulung mereka yang ikut bergabung sebelum akhirnya suara putri bungsu mereka memecah ketenangan ini.Amanda sudah tidak tahan lagi, ingin memprotes atas hasil pembicaraan beberapa menit yang lalu bersama keluarga Hartanto. Banyak hal yang sudah disepakati, tetapi tidak ada satu pun kesepakatan yang dirinya setujui. Mereka mengambil kesepakatan tanpa meminta persetujuannya, bahkan ayahnya memaksa ia untuk tidak berbicara.