Demi terbebas dari utang serta mendapatkan sokongan dana untuk perusahaan yang hampir bangkrut, Keluarga Hermawan rela memberikan putri bungsunya kepada keluarga Hartanto untuk dinikahkan dengan putra sulung mereka yang sudah menduda selama lebih dari sepuluh tahun. Adalah Amanda Sheira Hermawan, gadis berusia 20 tahun yang merasa telah dijual oleh keluarganya sendiri. Amanda kecewa, kesal dan marah karena orang tuanya begitu tega menikahkannya dengan seorang pria yang usianya berjarak 15 tahun darinya. Narendra Hartanto, pria jahat, suka mengekang dan otoriter, selalu memarahinya saat ia memberontak, padahal berontak adalah caranya mempertahankan diri dari hidupnya yang penuh ketidakadilan. Amanda bersumpah, ia akan membuat suami serta keluarganya menyesal karena telah membebaskan utang serta memberikan sokongan dana kepada keluarganya.
View More"Ada yang ingin Papa bicarakan kepada kalian," ucap Hermawan seraya menaruh alat makan yang digenggamnya. Ia menatap anak-anak serta istrinya yang detik itu juga menghentikan aktivitas mereka. Istrinya, Marisa, menyentuh lengan pria tersebut, memberi kode agar sang suami tidak mengatakan apa yang ingin disampaikan detik ini juga.
Marisa sudah mengetahui apa yang akan suaminya bicarakan, setidaknya selesaikan terlebih dahulu makan malam mereka baru berbicara. Marisa takut pembicaraan suaminya justru akan mempengaruhi suasana hati kedua putrinya sehingga tidak menyelesaikan kebutuhan mereka.
Hermawan tidak menghiraukan peringatan sang istri, ia justru memberi kode kepada istrinya bahwa ia tidak akan menghentikan apa yang akan ia lakukan. Ia menatap putri sulungnya yang bernama Clarissa, juga putri bungsunya Amanda. Kedua perempuan itu juga sedari tadi memusatkan perhatian kepada ayah mereka.
Terutama Amanda, ia merasa sangat penasaran dengan apa yang akan ayahnya bicarakan karena mata pria itu selalu tertuju kepadanya bahkan sebelum makan malam ini dimulai. Perasaannya menyatakan bahwa akan ada sesuatu yang buruk yang akan menimpanya.
Pria berusia pertengahan kepala lima itu berdeham. "Kalian pasti tahu kan kalau keluarga kita itu sedang mengalami kesulitan ekonomi, perusahaan keluarga kita hampir bangkrut, keluarga kita juga terlilit banyak utang."
Amanda sangat mengetahui hal itu. Perusahaan retail milik keluarganya memang tengah mengalami kendala, hampir bangkrut di tengah persaingan ketat perusahaan-perusahaan serupa. perusahaan ini diturunkan oleh kakeknya kepada sang ayah, ketidak pandaian ayahnya dalam mengurus perusahaan menjadikan perusahaan sulit berkembang hingga menjadikannya seperti ini. Satu tahun terakhir ayahnya meminjam uang kepada rekan bisnisnya untuk mengembalikan keadaan, tetapi ternyata gagal. Banyak cabang-cabang toko yang terpaksa ditutup, juga mengurangi karyawan secara besar-besaran, tetap perusahaan mereka tidak berkembang seperti semula.
Amanda mengangguk saja mendengar kalimat yang diucapkan ayahnya. Ia menatap pria tua itu, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya. Lagi-lagi, pria itu kembali kedapatan tengah menatapnya. Gadis itu mengalihkan tatapan kepada ibunya, beliau juga melakukan hal yang sama kepadanya. Perasaannya benar-benar tidak enak. Melalui ekor matanya, ia melihat ke samping kepada kakaknya. Perempuan itu tampak santai, berbeda jauh dengan dirinya yang mulai menegang, bahkan kini ia menegakkan tubuhnya. Memang, ia memiliki perasaan yang lebih sensitif dan biasanya, firasatnya selalu benar.
"Pak Hartanto menawarkan kepada Papa untuk melunasi utang secara percuma, beliau juga menawarkan akan memberikan sokongan dana untuk perusahaan kita dan membantu perusahaan kita agar maju kembali," jelas pria itu. Namun Amanda tidak menemukan inti dari kalimat yang ayahnya itu katakan.
Tidak bisa dimungkiri Amanda senang mendengar penuturan sang ayah, tetapi rasanya seperti ada yang mengganjal. Di era modern seperti ini sangat tidak masuk akal mendengar kata 'percuma', pasti ada sesuatu dibaliknya, apalagi ini menyangkut dengan uang yang banyak. Tidak ada yang gratis di dunia, kalau pun ada, pasti harus ada timbal baliknya.
"Tetapi Pak Hartanto meminta sebuah syarat jika Papa ingin menerima bantuannya."
Sudah Amanda duga. Gadis itu menautkan kedua alis menatap ayahnya, ia merasa bingung saja mengapa ayahnya masih mengatakan bahwa Pak Hartanto itu membatunya secara percuma padahal harus ada syarat yang harus dipenuhi.
"Itu namanya bukan menawarkan secara percuma, tapi memang beliau ingin Papa melakukan apa yang dimaunya saja," sahut gadis itu, mengeluarkan isi hati dan pemikirannya mengenai apa yang ayahnya katakan.
Hermawan menatap putri bungsunya, kemudian menghela napas cukup panjang. "Apa pun itu, Papa benar-benar membutuhkan bantuan Pak Hartanto."
"Memang Pak Hartanto itu kasih syarat apa?" Amanda kembali bersuara, sampai dirinya heran sendiri mengapa kakak dan ibunya tidak penasaran dengan syarat yang diajukan oleh Pak Hartanto kepada ayahnya.
"Pak Hartanto meminta Papa untuk menikahkan salah satu putri Papa dengan anaknya," jawab Hermawan berhasil membuat Amanda menutup mulut saking terkejutnya, ia menatap papanya itu tidak percaya.
"Dan Papa akan melakukan hal itu?"
"Papa sangat terpaksa."
Tiga kata yang diucapkan ayahnya menjelaskan sekali bahwa ayahnya itu akan menuruti keinginan Pak Hartanto, yaitu menikahkan salah satu putrinya dengan anak Pak Hartanto.
Bukankah itu tidak terlalu kejam. Mengapa ibu dan kakaknya tidak memprotes sama sekali?
Amanda menggeserkan duduknya menghadap sang kakak, menatap kakak perempuannya itu tak percaya. "Kakak setuju menikah dengan anak Pak Hartanto?" tanyanya.
"Tentu saja nggak!" jawab perempuan yang usianya enam tahun di atas sang adik.
"Lantas kenapa Kakak nggak protes?"
"Karena Papa sudah memutuskan, kalau kamulah yang akan Papa nikahkan dengan anak Pak Hartanto," sahut Hermawan menjawab pertanyaan yang dilontarkan anak bungsunya kepada anak sulungnya.
Amanda langsung melebarkan kedua mata mendengar jawaban yang dilontarkan Hermawan, detik berikutnya suara pekikan menggema di ruangan khusus untuk makan tersebut.
"Amanda nggak mau!" Gadis itu langsung bangkit dari duduknya secara serentak, membuat kursi yang didudukinya bergeser dan menimbulkan suara decitan. "Kok jadi Amanda, sih, Pa. Papa bilang pengumuman ini untuk kita semua, nyatanya yang gak tahu apa-apa di meja makan ini cuma Amanda kan?"
"Amanda nggak mau dijadiin alat pembayar utang!" protes gadis itu bertubi-tubi. "Kenapa harus Amanda, kenapa nggak Kak Clarisa aja. Kak Clarisa itu lebih cukup umur daripada Amanda!"
Hermawan dan Marissa secara kompak menyentuh pelipis, merasa kepala mereka akan meledak detik itu juga mendengar protes yang dilayangkan anak bungsu mereka, mereka sudah menduga akan terjadi seperti ini. Sementara Clarisa yang namanya disinggung oleh sang adik, bergeming di tempatnya, ia memang sudah mengetahu hal ini bahkan jauh sebelum hari ini. Ibunya yang memberitahu lebih dahulu, dan ia sangat bersyukur karena bisa lebih dahulu menolak. Kedua orang tuanya mengabulkan, ia tak peduli bahwa nanti akan didahului menikah oleh adiknya, yang terpenting adalah ia tidak menikah dengan orang yang tidak dirinya cintai.
"Ya karena Kakak juga nggak mau!" balas perempuan yang sedari tadi berdiam diri itu.
"Kakak egois!"
"Kamu yang egois!" Adik dan kakak tersebut memang tidak pernah akur, mereka saling membenci satu sama lain sebagai saudara. Mereka akan bertengkar jika disatukan dalam satu ruangan, apalagi dalam situasi yang sangat sulit seperti ini. "Selama ini Kakak selalu membantu keluarga ini, bahkan kuliah kamu aja Kakak yang biayain selama keluarga kita lagi krisis kayak gini!"
"Kakak tanya, selama ini kamu udah ngelakuin apa aja untuk keluarga kita?"
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Rendra membuka pintu mobilnya begitu berhenti di depan sebuah gerbang rumah, indra penglihatannya tertuju pada seseorang yang tengah berjongkok seraya menelangkupkan kepala di hadapan kendaraannya. Ia mengenal betul orang tersebut, tetapi pertanyaannya adalah apa yang sedang orang ini lalukan?Pria tersebut berjalan menghampiri, kemudian berhenti dan berdiri menjulang benar-benar di hadapannya.“Apa yang sedang kamu lalukan?” Rendra mengutarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Namun Amanda tidak kunjung mengangkat kepala dan menjawab pertanyaannya, gadis itu masih setia menelangkupkan kepalanya. Hal itu membuat Rendra menghela napas panjang.“Ayo pulang,” ucapnya sekali lagi.Ia ke sini memang untuk menjemput Amanda, ia pikir akan sulit mengajak istrinya ini pulang, tetapi ternyata Amanda suadah ada di luar rumah sedang melakukan hal aneh pula. Kenapa gadis itu tidak masuk ke rumah?Apakah gadis itu diusir oleh keluarganya sebab terlalu lama menginap dan tidak mau pulang ke rum
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments