Bara melajukan mobilnya dengan kencang, bahkan ia tidak menunggu Air memakai seatbelt. Sampai gadis remaja 16 tahun itu duduk ketakutan, melihat hal itu membuat Bara berdecih, ancaman seorang gadis kecil sepertinya tidak mempan untuknya, Air tidak mungkin melakukan salah satunya. Nyatanya Air seorang gadis kecil yang penakut. Gadis itu hanya menggertaknya saja. "Kenapa. Kamu tidak punya keberanian melakukannya? Mau aku bantu?" katanya menohok."Gila ... kamu gila Om! Berhenti, aku gak mau ikut, aku mau turun!""Oh jadi kamu mau bunuh diri dengan cara melompat dari mobil?" Bara menarik tuas persneling lalu menginjak pedal gas sampai kecepatannya berada di batas maksimal. Air dengan cepat memasang seat belt ditubuhnya, ia ketakutan luar biasa, beberapa kali merubah posisi duduknya karena merasa tidak nyaman. "Kenapa. Kamu takut?" Bara berseringai kecil, melihat Air beberapa kali memejamkan matanya dengan bibir yang dia katupkan."Sebenernya Om mau apa?" lirihnya dengan kedua tangan y
"Jangan lakukan itu Om...!" lirihnya dengan terus mendorong tubuh Bara sekuat tenaga.Namun Bara tidak mau mendengarkan, pria itu sibuk meneliti wajah Air yang semakin diperhatikan semakin cantik. Dadanya bergemuruh hebat, mengingat gadis kecil yang kembali ketakutan itu adalah istrinya yang sah. Jadi, harusnya tidak akan ada masalah jika dia melakukan sesuatu dengannya bukan?"Om!" Panggil Air dengan takut. "Jangan Om, aku ... aku minta maaf!" Bara tersenyum kecil, menatap bibir ranum tanpa pewarna itu, sangat natural tapi begitu terlihat manis. Sebagai seorang pria dewasa hal itu membuat hasratnya menyeruak tiba-tiba."Please, Om!" ucapnya dengan menggelengkan kepalanya. "Jangan ...!"Air memejamkan kedua maniknya, saat wajah Bara semakin mendekat. Saking dekatnya, hembusan nafasnya terasa begitu panas menerpa wajahnya. Gadis itu semakin ketakutan kalau kalau Bara kehilangan akalnya dan melakukan sesuatu yang buruk padanya. "Aku ... aku gak siap! Om gak bisa perlakuin istri Om kay
Keduanya kembali masuk ke dalam gedung apartemen, walaupun Air berjalan dengan ragu- ragu tapi ia tidak punya pilihan lain. Gadis itu terus mengikuti dari belakang seraya mencari cara agar Bara tidak memiliki kesempatan menciumnya seperti tadi. Bayangan Bara dengan gadis bernama Seila terus menari nari di benaknya."Hiih. Enak banget jadi dia, dua bibir di sosornya dalam sehari ini," gumamnya bergidik dengan terus memukul udara tepat dibelakang kepala Bara.Sementara pria tinggi didepannya berjalan dengan begitu santai, bahkan kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana, dan sesekali melirik ke arah belakang guna memastikan Air tetap ada, sudut bibirnya terangkat tipis saat melihat gadis itu akhirnya menurutinya sekarang, ya walaupun harus dengan sedikit drama."Baiklah. Hm ... kamarmu....?" kata Bara saat mereka masuk, pria itu hampir lupa jika apartemennya hanya memiliki satu kamar saja."Terus ini apa?" Air melangkah menuju sebuah pintu dan langsung membuka pintu berwarna coklat
Seila mencebikan bibir saat Bara melepaskan tangannya begitu saja, sebagai gantinya wanita berambut panjang itu menarik tangan Bara ke arah lorong."Jangan pernah melarangku menemuimu dimanapun aku mau, sayang." ucapnya dengan mengalungkan kedua tangan dilehernya."Seila!" Bara tersentak, dia langsung melepaskannya dengan melihat ke berbagai arah karena takut ada yang melihatnya."Kenapa sih?""Lebih baik kau pulang, kita bertemu nanti malam!" Bara melangkah pergi, meninggalkan Seila begitu saja. "Bar ... Bara ...!" Teriak Seila, namun Bara tidak menggubrisnya. Pria itu terus berjalan menjauh.Namun langkahnya terhenti saat mendengarsuara cekikikan yang berasal dari salah satu kelas yang seharusnya sudah kosong itu. Kedua matanya terbeliak saat melihat Air ada didalam sana. Pintu kelas tiba-tiba dia buka, gadis itu tengah asyik bercanda bersama Haikal."Apa yang kalian lakukan di sini?" Kedua murid kelas 8 itu serentak menoleh, tawa Air yang renyah pun tiba-tiba berhenti."Kami hany
"Jangan banyak bicara! Cepat makan....""Depan aku aja galak banget, depan cewek sendiri aja cemen!" gumam Air pelan seraya menyendok menu ayam yang dipesannya.Bara sendiri hanya memesan minuman saja, melihat Air yang makan dengan lahap membuatnya kenyang."Kamu ini makan seperti bebek, Air!" tukasnya memberikan tissu padanya.Air mengernyit, mengambil tissu dari tangannya dan mengelap bibirnya sendiri dengan tatapan heran, kenapa sikap Bara saat ini berubah."Apa?" tanya Bara."Enggak, apa Om sakit?"Bara berdecih, melipat dua tangannya di dada. "Memangnya kenapa. Jangan salah faham ... aku hanya tidak suka dengan cara mu makan, berantakan seperti itu. Menjijikan!"Air tertawa, sampai hampir makanan dimulutnya keluar semua."Jijik? Yang bener aja Om ...! Apa Om gak pernah lihat orang lapar?" Nada Air bicara lebih keras dari sebelumnya, sebab orang-orang yang duduk paling dekat dengan meja mereka mulai meliriknya.Bara berdecak kesal, "Aku tidak pernah membiarkan kamu kelaparan. Kamu
Suasana kelaspun kembali tenang setelah Bara berdehem berkali-kali, pria itu juga harus mengendalikan diri agar tidak semakin kacau, ketidak sukaannya pada Haikal pun tidak cukup menjadi alasan ia menghentikan pembelajaran atau bahkan melakukan sesuatu."Kita kembali ke pembahasan! Dan kamu Haikal, tatap pacarmu nanti saja, sekarang gunakan matamu untuk hal yang lebih penting!" Serunya.Haikal mengulas senyuman lalu mengangguk pasti, dia kembali fokus pada pelajarannya. Sementara Air berdecih mendengar penuturan Bara. "Gila aja, dia bilang gue gak penting! Dasar orang tua, lihat aja ... lama-lama lo gue bikin suka!"cicitnya tanpa suara.Bara menatapnya lagi, melihat Air terus menggerutu tanpa suara dan dipastikan itu pasti untuknya. "Apa?" "Dih ... nyebelin!"Hanya mereka berdua yang mengerti bahasa dan tatapan penuh isyarat itu. Namun itu tidak berlangsung lama karena mereka pun harus pandai berpura-pura."Lo sibuk gak nanti siang? Gue pengen ngadem nih ...!" tukas Air pelan saat men
"Ya ... harusnya kau katakan padaku. Katakan semua yang ingin kau lakukan. Dan....!" Bara menghentikan ucapannya karena melihat raut wajah Air yang berubah.Gadis itu justru tersentak kaget karena jawaban Bara. Terlebih tatapannya saat ini. "Dan ... jangan coba-coba melakukannya lagi karena ... karena itu berbahaya!" ujar Bara dengan memalingkan pandangannya, pria itu langsung menyalakan mesin mobil miliknya dan menginjak pedal gas.Banyak yang ingin dibicarakan, terlebih isi kepalanya yang kini sama-sama dipenuhi pemikiran-pemikiran aneh. Tapi nyatanya bibir keduanya sama-sama terkatup rapat dan saling diam. Mobil melaju ke arah sebuah mall, walau kini keinginan Air untuk menonton bioskop sudah tidak ada, tapi ia membiarkan Bara membawanya kesana. Sampai mobil memasuki basement dan terparkir sempurna. Bara mengambil sebuah bungkusan yang diletakan di kursi penumpang, yang langsung ia berikan pada Air."Seharusnya ini cukup untukmu. Pakailah sampai kita menemukan pakaian yang coco
Entah kenapa suasana restoran saat itu mendadak tenang, diiringi musik yang mengalun lembut serta lampu-lampu hias yang menyala membuat atmosfir disana semakin hangat saja.Bara menatapnya tanpa jemu, memperhatikan gadis remaja yang kini makan perlahan, bibirnya tipis bergerak sesuai irama, mengunyah makanan dengan sesekali terlihat tersenyum.Bara ikut tersenyum melihat tingkah lucunya, gadis itu makan dengan lahap tapi justru terlihat lebih cantik. Terlebih saat ini wajahnya sangat dekat."Heh ....!" desisnya pelan seraya mengelap ujung bibirnya yang belepotan, dengan dada yang bergemuruh hebat.Air mendongak, menatap matanya, hingga keduanya beradu pandang. "Apa ... Apaan ...?" jawabnya dengan jari yang menyentuh tissu yang terulur di bibirnya, hingga tangannya tanpa sengaja justru menyentuh tangan Bara. Untuk beberapa detik mereka berada di gelombang yang sama dan waktu seakan berhenti berputar."Astaga! Bara...!" Keduanya tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah suara wanit