Guna menghilangkan ketakutan dan kegugupan yang Shanaya rasakan, Shanya hanya bisa menahan segala sesak yang menghantam dadanya. Harusnya dihari yang berbahagia ini, kedua mempelai merasa senang seperti pengantin pada umumnya.ini justru sebaliknya, Hanya ada keheningan ketika mereka sudah berdua dan duduk di kursi pelaminan, bahkan duduk saja Farraz sampai mengikis jarak, seakan tidak mau berdekatan dengan Shanaya.Dihari pernikahan ini, Shanaya bagai menelan pil pahit. Dia harus mengukir senyum paksa ketika berhadapan dengan para tamu undangan. Tidak mungkin juga 'kan dia terlihat menyedihkan hanya karena diabaikan sang suami dihari pernikahannya."Lihat saja, jika kau berani bicara macam-macam tentangku kepada keluargaku. Aku akan memberimu pelajaran, Shanaya!" ancam Farraz, yang menyadari perubahan raut wajah Shanaya yang kian menyendu.Bukannya merasa iba dan kasihan, Farraz justru merasa puas dan senang dengan wajah menyedihkan Shanaya. Polesan make up tipis membuat paras istrin
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang membuka suara antara keduanya. Sepasang pengantin baru itu sama-sama diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Shanaya juga tidak berani angkat bicara. Sebab, ia masih shock ketika Farraz membentaknya di parkiran rumahnya.Seumur hidupnya, Shanaya baru merasakan yang namanya dibentak oleh seorang pria. Bahkan, Ayahnya saja tidak pernah berbuat kasar seperti itu. Ini pertama kalinya. Dan itu pun oleh suaminya sendiri.Mobil sport hitam mewah itu melaju di atas kecepatan rata-rata, mobil milik Farraz Arsawijaya membelah jalanan ibukota dengan sangat cepat. Diamnya Farraz, Shanaya jadi menciut. Farraz sangat menyeramkan jika sedang marah, padahal mereka baru kenal, Farraz memiliki aura yang sangat kuat."Mas Farraz, pelan Mas. Bahaya kalau kamu nyetir mobil terlalu cepat!" Sontak Shanaya berpegangan pada kursi mobil. Dirinya memekik kaget, seakan hatinya akan loncat dari tempatnya. Kendaraan yang mereka tumpangi, malah semakin menambah laju kecepatan
Mata Shanaya mengerjap beberapa kali saat merasakan cahaya menerpa wajahnya, mata sayu gadis itu perlahan terbuka, mata sembabnya memicing ketika berhadapan dengan cahaya mentari yang masuk dicelah ventilasi jendela hotelnya.Shanya menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal karena posisi tidurnya yang tak nyaman.Dia tidak tahu, jika dirinya Ketiduran dan tertidur pulas seorang diri. Malam pengantin yang harusnya diisi dengan kegiatan suami-istri, ia malah ditinggalkan begitu saja sampai pagi hari kembali menyapa.Suara handle pintu, Shanaya langsung menatap lurus ke arah pintu. Dia langsung duduk ketika yang membuka adalah suaminya."Mas Farraz ..." panggil Shanaya dengan suara parau. Dia masih berada diposisi duduk, tidak berani mendekat. Takut jika Farraz akan mengasarinya lagi seperti semalam.Yang dipanggil hanya menoleh sekilas, bahkan tanpa ekspresi. Farraz melempar bingkisan ke arah Shanaya."Pakai itu dan ganti pakaianmu!" titah Farraz.Shanaya membuka bingkisan
Shanaya bingung, harus masuk atau menunggu orang di dalam sana berhenti berdebat. Shanaya sendiri tidak tahu, mereka sedang mempermasalahkan apa.Tuan Aryan memijat pangkal hidungnya. Selalu pusing sendiri ketika anak dan istrinya adu mulut."Hentikan, Farraz! Bagaimana malam pengantinmu? Apa kau merasa bahagia?" tanya Tuan Aryan.'Jauh dari bahagia,' batin Farraz. Sayangnya, dia hanya mampu menahan isi hatinya. Jika dia gegabah, sang Ayah pasti akan mengancamnya lagi. Tubuh Farraz berbalik, memperhatikan Shanaya yang bergeming di ambang pintu."Tanpa kujawab, kau sendiri pasti tahu," ujar Farraz.Tuan Aryan melempar senyum ke arah wanita yang kini sudah menjadi menantunya. Yang membuat Tuan Aryan kaget yaitu melihat rambut basah Shanaya. Sebagai seorang yang sudah menikah dan berpengalaman, Tuan Aryan sudah tahu apa yang dilakukan pengantin baru itu.Shanaya membalas sapaan Ayah mertuanya, tetapi senyuman di bibirnya memudar saat melihat wajah tak bersahabat Ibu mertuanya. Entah dos
Selang beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya mobil milik Farraz berhenti, tepat di halaman rumah mewahnya. Baru Shanaya ketahui, jika jarak rumah antara Ayah dan anak itu cukup jauh. Sampai-sampai, Shanaya merasakan pegal di bagian bokongnya akibat melakukan perjalanan terus-menerus pagi ini.Shanaya turun dari mobil, kediaman suaminya ternyata tidak kalah mewah dengan kediaman Aryan Arsawijaya. Memang pasalnya mereka itu berasalah dari konglomerat, tidak heran jika rumah mereka tampak besar dan mewah bak istana.Farraz menarik napas dalam-dalam. Dia merasa bersalah, karena sudah membawa wanita lain ke kediamannya bersama istri, walaupun Shanaya istrinya, Farraz keberatan jika gadis itu tinggal di kediamannya.Kediaman Farraz dan Grisella, di tempat inilah mereka sering menghabiskan waktu bersama. Melihat kedatangan Shanaya, para penjaga dan para pelayan tampak terkejut dengan kedatangan majikan barunya. "Jadi itu istri keduanya Tuan Farraz? Walah-walah, masih muda kelihatanny
Mulai hari ini dan seterusnya, Shanaya harus menjalani kehidupan barunya sebagai seorang istri. Jujur, dia tidak tahu apa saja pekerjaan istri. Tetapi dia tahu sedikit, ketika melihat mendiang Ibunya selalu melayani sang Ayah.Selepas mandi, Shanaya mengeringkan rambut basahnya dengan hair dyer. Lalu memoleskan make up tipis yang selalu ia gunakan seperti biasanya.Gadis cantik berkulit putih bersih, bulu matanya terlihat lentik juga hidung mancungnya membuat wajah Shanaya nyaris sempurna dengan pahatan alaminya. Tanpa memakai make up pun, gadis itu tetap terlihat cantik."Selamat pagi Nyonya muda," sapa Nuri dan Alya, ketika berpaspasan dengan majikan barunya. Shanaya tersenyum ke arah dua maid di kediaman suaminya.Dua maid itu masih terlihat muda, seperti tidak jauh dengan umurnya. Shanaya tersenyum, senyuman yang membuat dua maid itu semakin terpesona dengan wajah cantik majikannya."Selamat pagi," balas Shanaya.Nuri dan Alya sumringah, mendengar sapaan ramah majikannya. "Perkena
Menikah, suatu hal yang belum pernah ia inginkan sebelumnya. Yang Shanaya harapkan, dia bisa menjalankan rumah tangganya dengan rasa cinta, berbagai suka dan duka bersama. Bukan malah seperti ini, hubungan dingin dan toxic yang malah Shanaya dapatkan.Dirinya pikir, wajah tampan rupawan bak malaikat seperti Farraz tidak sekejam dan sekasar itu. Dia malah seperti iblis kejam yang sangat menunjukan kebencian padanya.Baru saja kehidupan rumah tangganya dimulai, Shanaya harus mendapatkan perlakuan kasar dari orang terdekatnya, yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri. Segitu bencinya Farraz, sampai pria itu melukainya hanya karena hal sepele."Baru awal saja sudah membuatku menderita, aku harus bagaimana? Apa aku harus belajar ilmu bela diri agar bisa melawan kekejaman Mas Farraz?" Shanaya terus bergumam, membiarkan keningnya berdenyut kantaran belum dia obati.Tubuhnya malas untuk beranjak, ia hanya ingin istirahatkan diri guna menghilangkan rasa lelah dan pusingnya. [Apa ka
Karena tidak ada alasan lagi bagi Shanaya untuk terus beralibi, akhirnya dia menganggukkan kepala pelan sebagai jawaban. Shanaya jadi resah, syaraf tubuhnya semakin menegang, hingga dia harus meremas ujung dressnya guna menetralisir ketegangan ini.Tuan Aryan menghembuskan napas panjang. Tidak bisa dia sangka jika Farraz akan melakukan kekerasa pada Shanaya, bahkan sudah menyakiti gadis yang tidak bersalah.Dibalik kacamata minesnya, Tuan Aryan membenarkan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Dia menatap menantunya dengan perasaan bersalah. Dia merasa tidak enak hati, harus melibatkan Shanaya untuk menghadapi sikap putranya."Jujur saja, kau tidak bisa membohongi Ayah mertuamu ini, Shanaya. Ayah hanya ingin bilang padamu, tolong bertahanlah dan buat dia jatuh cinta padamu," pinta Tuan Aryan, nada bicaranya mulai terdengar serius.Gadis di hadapannya membalas tatapan Tuan Aryan sejenak, lalu membuang pandangan ke arah lantai. Permintaan Ayah mertuanya sangat sulit dia lakukan,