Home / Romansa / Istri Kedua yang Tersakiti / BAB 3 - Dua Istri, Satu Atap

Share

BAB 3 - Dua Istri, Satu Atap

last update Last Updated: 2024-08-20 12:06:17

Jelita melangkah masuk ke kediaman Novita dengan hati berdebar. Rumah mewah bergaya modern itu terasa asing namun juga anehnya familiar. Bambang, berjalan di sampingnya dengan langkah mantap.

"Selamat datang di rumah kita, Jelita," ujar Bambang, suaranya terdengar kaku.

Belum sempat Jelita menjawab, pintu utama terbuka lebar. Seorang wanita cantik berusia sekitar 43 tahun menyambut mereka dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Akhirnya kalian sampai," ucap wanita itu, yang Jelita kenali sebagai Novita. Ada kilatan aneh di mata Novita saat memandang Jelita dari ujung kepala hingga kaki.

"Tante Novi," Jelita berbisik, suaranya bergetar.

Novita memeluk Jelita, pelukannya terasa kaku. "Selamat datang, sayang. Masuklah."

Bambang terlihat canggung menyaksikan interaksi mereka. "Aku... akan membawa koper-koper ini ke dalam," ujarnya sebelum bergegas masuk.

Novita menggandeng Jelita masuk ke ruang tamu yang luas. "Bagaimana perasaanmu, Jel?" tanyanya, nada suaranya terdengar datar.

Jelita menghela napas berat. "Entahlah, Tante. Semua ini... terasa tidak nyata."

"Aku mengerti, sayang," Novita menepuk pundak Jelita, gesturnya terlihat kaku. "Tante tahu ini bukan situasi ideal. Tapi kita harus melalui ini."

"Tante," Jelita menatap Novita, matanya berkaca-kaca. "Kenapa Tante setuju dengan pernikahan ini? Aku... aku merasa seperti perusak rumah tangga Tante."

Novita tersenyum tipis, matanya menyiratkan emosi yang kompleks. "Oh, Jelita. Kau tidak merusak apa pun. Ini keputusan yang sudah kami pikirkan matang-matang. Aku membutuhkan membutuhkan keturunan sebagai penerus Baskara Group, dan..."

"Dan aku hanya alat untuk itu?" potong Jelita, suaranya pecah.

"Bukan begitu," Novita menjawab cepat, nada suaranya sedikit defensif. "Kau keponakanku. Anak dari adik angkatku. Kami pikir, jika Bambang harus menikah lagi, lebih baik dengan seseorang yang sudah kita kenal."

Tiba-tiba, suara Bambang menginterupsi mereka. "Maaf mengganggu. Bi Inah sudah menyiapkan makan malam."

Mereka bertiga berjalan ke ruang makan dalam keheningan yang tegang. Bi Inah, pembantu yang sudah 20 tahun bekerja di rumah itu, menyambut mereka dengan senyum ramah.

"Selamat datang, nyonya Jelita," sapa Bi Inah. "Saya sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut nyonya."

"Terima kasih, Bi," Jelita mencoba tersenyum.

Mereka duduk mengelilingi meja makan. Suasana terasa kaku dan tidak nyaman.

"Jadi," Bambang memulai, "bagaimana kalau kita bicarakan... peraturan baru ini?"

Jelita menatap piringnya, tidak berani mengangkat wajah. Novita menghela napas, matanya sesekali melirik Jelita dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Bambang," ujar Novita, suaranya terdengar tegang, "mungkin ini bukan saat yang tepat. Jelita baru saja tiba. Beri dia waktu untuk beradaptasi."

Bambang mengangguk kaku. "Kau benar. Maafkan aku, Jelita."

"Tidak apa-apa, Paman," jawab Jelita pelan.

Makan malam berlanjut dalam keheningan yang sesekali dipecahkan oleh percakapan ringan yang diprakarsai Bambang. Selesai makan, Novita bangkit.

"Ayo, Jel. Akan kutunjukkan kamarmu," ajaknya, nada suaranya terdengar sedikit dingin.

Mereka naik ke lantai atas, meninggalkan Bambang yang masih duduk di meja makan dengan wajah muram.

"Ini kamarmu," Novita membuka sebuah pintu, menampilkan kamar tidur yang luas dan nyaman.

Jelita melangkah masuk, matanya menjelajahi setiap sudut kamar. "Ini... terlalu bagus untukku, Tante."

"Ini sudah sesuai dengan posisimu sekarang," Novita menjawab, ada nada getir dalam suaranya.

Air mata Jelita akhirnya tumpah. "Tante, aku takut. Aku tidak tahu bagaimana harus menjalani semua ini."

Novita ragu-ragu sejenak sebelum memeluk Jelita. "Kita akan melaluinya. Tapi ingat, Jelita, ada batasan-batasan yang harus kau patuhi di rumah ini."

"Bagaimana dengan Tante sendiri?" tanya Jelita di sela isak tangisnya. "Apa Tante tidak sedih?"

Novita melepaskan pelukannya, matanya menatap Jelita dengan pandangan yang kompleks - ada kesedihan, kecemburuan, dan ketegangan di sana. "Tentu saja Tante sedih, Jelita. Tapi ini keputusan yang sudah diambil. Kita semua harus menjalaninya."

Jelita mengangguk pelan, merasakan perubahan sikap tantenya. "Aku janji akan berusaha sebaik mungkin, Tante. Aku tidak akan mengecewakan Tante."

"Tante harap begitu," Novita menjawab, suaranya terdengar lelah. "Sekarang istirahatlah. Besok akan jadi hari yang panjang."

Setelah Novita keluar, Jelita duduk di tepi ranjang, pikirannya berkecamuk. Ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini, menjadi istri kedua dari suami tantenya sendiri. Kini, di tengah kebingungan dan ketakutannya, ia juga harus menghadapi suatu saat kecemburuan yang akan tumbuh dalam diri Novita.

Jelita berbaring, menatap langit-langit kamarnya yang baru. Meskipun Novita berjanji akan membantunya, Jelita bisa merasakan ada jarak yang mulai terbentuk di antara mereka. Jalan di depannya terasa semakin panjang dan tidak pasti. Namun, Jelita tahu ia harus kuat. Ia harus belajar menghadapi situasi ini, termasuk menghadapi perubahan sikap Novita terhadapnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 139 - Epilog

    Pagi itu, matahari bersinar hangat menyambut hari kepulangan Raditya dari rumah sakit. Kediaman Baskara yang biasanya tenang kini dipenuhi kesibukan. Bi Inah sejak subuh sudah berkutat di dapur, menyiapkan bubur ayam special dan sup jagung kesukaan Radit. Aroma masakan menguar memenuhi setiap sudut rumah, menciptakan suasana hangat yang menenangkan. Tak lupa, Jelita juga sudah menyiapkan pancake kesukaan Radit. Jelita mondar-mandir merapikan kamar Radit untuk yang kesekian kalinya, memastikan semuanya sempurna untuk kepulangan putra sulungnya. Ayu yang baru bangun tidur menggeliat dalam gendongannya, tangan mungilnya menggapai-gapai udara kosong. "Sebentar ya, Sayang," Jelita mencium pipi tembem putrinya. "Kakak Radit sebentar lagi pulang." Pak Abdul yang sejak tadi berdiri di teras depan akhirnya berseru, "Mobilnya sudah masuk halaman!" Jelita merasakan jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen yang sudah ia tunggu-tunggu - bukan hanya kepulangan Radit dari rumah sakit, tapi

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 138 - Penyatuan Hati

    Suasana di ruang ICU malam itu semakin hangat dengan kedatangan Ayah dan Ibu Novita. Roni yang baru saja tiba langsung menghampiri ranjang tempat cucunya berbaring. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi kekhawatiran melihat kondisi Raditya."Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan cucuku?" tanya Roni dengan suara bergetar, tangannya menggenggam tangan Radit yang masih terpasang selang infus.Novita, yang berdiri di samping ayahnya, mengusap air mata sebelum menjelaskan, "Radit mengalami pendarahan internal, Yah. Dia butuh transfusi darah darurat..." Ia berhenti sejenak, matanya melirik ke arah Jelita yang masih menggendong Ayu. "Dan... dan Jelita yang menyelamatkannya."Roni mengangkat wajahnya, menatap sosok yang selama ini ia tentang kehadirannya karena takut jika ia merebut Raditya. Jelita berdiri dengan tenang, sesekali menimang Ayu yang mulai mengantuk dalam gendongannya. Ada sesuatu yang berbeda dalam pandangan Roni kali ini - sebuah pengakuan tak terucap atas kemuliaan hati per

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 137 - Ikatan Darah

    Malam semakin larut di rumah sakit kota. Suara langkah tergesa terdengar di koridor ICU, diiringi tangisan bayi yang sesekali pecah."Jelita!" Ibu Jelita bergegas menghampiri putrinya yang baru keluar dari ruang ICU. Di gendongannya, Ayu menggeliat tak nyaman, seolah merasakan ketegangan di sekitarnya. "Bagaimana keadaan Radit?""Masih koma, Bu," Jelita mengusap air matanya. "Tapi dokter bilang transfusi darahnya berhasil."Ayah Jelita yang berjalan di belakang mereka mengedarkan pandangan, mendapati Bambang dan Novita berdiri tak jauh dari situ. Ada ketegangan sesaat di udara, sebelum akhirnya Novita melangkah maju."Hendra, Ratna," sapanya dengan suara bergetar. "Terima kasih sudah datang.""Bagaimana tidak datang?" Ibu Jelita menjawab lembut. "Raditya tetap cucu kami."Ayu yang berada dalam gendongan Ibu Jelita mulai rewel, tangannya menggapai-gapai ke arah Jelita."Sini, Sayang," Jelita mengambil alih Ayu, menimangnya pelan. "Anak Ibu jangan nangis ya..."Bambang menatap putri kec

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 136 - Setetes Darah

    "Hubungi Jelita." Suara Novita terdengar lantang meskipun ia sedang lemah.Bambang mengangguk. Ia segera menelepon Jelita untuk memberi tahu kabar tentang Raditya.“Halo, Jel.” Suara Bambang terdengar serak.“Ya, Bang? Ada apa? Kenapa suaranya terdengar serak? Abang sakit?” Suara Jelita terdengar kebingungan.“Raditya… Radit kecelakaan, Jel.” Suara Bambang tersenggal oleh tangisnya.“Apa? Bagaimana bisa? Kondisinya bagaimana?” Jelita terdengar khawatir.“Sekarang masih koma. Cepatlah datang ke rumah sakit pusat kota. Kumohon.” Suara Bambang memohon.“Baik, Bang. Aku akan segera ke sana. Tunggu aku.” Jelita segera bergegas dan bersiap. Ibunya yang tampak bingung bertanya mengapa Jelita sangat terburu-buru. Jelita hanya menjelaskan sekilas bahwa Raditya mengalami kecelakaan dan membutuhkan dirinya.“Bu, aku titip Ayu. Nanti aku akan telepon Ibu untuk mengabarkan kondisi Raditya.” Ujar Jelita sambil mengenakan sepatu.“Baiklah, Nak. Hati-hati di jalan. Segera kabari Ibu dan Ayah.” ucap

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 135 - Detik-detik yang Mengubah Segalanya

    Siang itu, langit Jakarta tampak mendung. Novita melirik jam tangannya sambil menyandarkan tubuh pada mobil yang ia parkir di seberang sekolah TK Raditya. Sudah hampir pukul sebelas, sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Hari ini ia memutuskan untuk menjemput Raditya sendiri, memberikan kejutan untuk putra kesayangannya itu."Pak Abdul sedang tidak enak badan, tapi nggak apa-apa," gumamnya pada diri sendiri. "Sekali-sekali aku yang jemput Radit sendirian."Tak lama kemudian, bel sekolah berbunyi nyaring. Para orang tua yang sudah menunggu di depan gerbang mulai bersiap menyambut anak-anak mereka. Satu per satu, murid-murid TK itu berhamburan keluar dengan tas ransel kecil mereka."Mama!" suara familiar itu membuat Novita menoleh.Di sana, Raditya berdiri di depan gerba

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 134 - Rindu Harus Dipendam

    Sore itu, Jelita duduk di teras rumahnya sambil memandangi Ayu yang tertidur pulas di box bayi dan menikmati secangkir teh. Sudah dua bulan berlalu sejak terakhir kali Bambang menginjakkan kaki di rumah ini. Meski demikian, setiap awal bulan, rekening Jelita selalu terisi dengan nominal yang bahkan lebih besar dari biasanya.Tiba-tiba teleponnya berdering. Muncul nama Bi Inah di layarnya. Jelita segera mengangkat telepon dari Bi Inah."Non," Suara Bi Inah terdengar di ujung sana. "Apa kabar? Non Jelita dan Non Ayu sehat kan?."Jelita tersenyum lemah. "Alhamdulillah sehat, Bi. Bi Inah ada kabar baru dari Radit?"Bi Inah berbicara sambil mengirimkan beberapa foto terbaru. "Ini Non, kemarin Tuan Radit ikut lomba mewarnai di sekolahnya. Dapat juara dua."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status