Edbert mengajak Indira ke sebuah Restoran yang berada di sebrang rumah sakit, karena dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan Merry. Saat tiba di Resto, Edbert memperlakukan Indira dengan penuh perhatian."Mau pesan apa, hem?" tanya Edbert. "Apa saja, Tuan. Saya pemakan segala," jawab Indira dengan senyum manisnya. Edbert sangat suka dengan senyuman Indira, Indira terlihat lebih manis dengan senyumannya. Bahkan, Edbert ingin sekali untuk bisa terus melihat senyum Indira yang terlihat sangat manis itu. "Tuan," panggil Indira sambil mengibaskan tangannya. "Ah, iya," jawab Edbert sambil menatap Indira. Indira menjadi salah tingkah dibuatnya, karena pria itu menatap dirinya dengan tatapan memuja. Pria itu terlihat begitu mengagumi dirinya."Jadinya mau pesan apa?" tanya Indira yang merasa tidak tahan ketika Edbert sudah menatap dirinya seperti itu. Tatapan mata itu seakan menembus sampai ke dasar hatinya. "Pesan kamar aja, boleh?" goda Edbert. Wajah Indira langsung memerah mendengar
Selepas kepergian Edbert, Indira langsung pergi ke kamar mandi. Dia berwudhu kembali, setelahnya Indira langsung melaksanakan kewajibannya terhadap Sang Khalik. Tidak lupa setelah itu dia berdoa dan berdzikir. Dia berharap jika semuanya akan baik-baik saja. Dia berharap jika semuanya akan berjalan sesuai dengan harapannya, dia juga bersyukur. Karena Merry memperlakukan dirinya dengan baik. Walaupun Merry yang menginginkan pernikahannya dengan Edbert, setidaknya Indira tahu jika Merry pasti merasa cemburu. Akan tetapi, Merry selalu bisa bersikap baik dan menyembunyikan rasa cemburunya. Indira bukannya tidak tahu, Indira juga seorang perempuan. Dia sangat tahu dengan apa yang Merry rasakan, tetapi Indira sudah bertekad jika ia melahirkan nanti, Indira tak akan menganggu keluarga Edbert dan Merry lagi. Dia akan pergi sejauh mungkin. "Semoga aku cepat hamil ya Allah, semoga aku bisa cepat melahirkan agar bisa segera pergi dengan jauh." Indira mengelus perutnya yang masih rata. Indira
Setelah 3 hari mendapatkan perawatan, Merry meminta untuk pulang ke rumah. Dia ingin dirawat di rumah saja, karena kalau di rawat di Rumah Sakit, dia merasa sangat bosan. Dia memang mendapatkan perawatan yang lebih baik jika dia dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, dia rindu suasana rumah. Dia rindu menghirup udara khas pantai. Bukan mencium berbagai macam wangi obat yang terkadang membuat kepalanya terasa pusing. Merry juga merasa kasihan kepada suaminya yang setiap malam selalu datang untuk menemaninya. Edbert sudah sangat cape bekerja seharian, apa lagi harus menjaganya di Rumah Sakit. Rasanya Merry semakin merasa bersalah dibuatnya. Sudah tidak bisa menjadi istri yang sempurna, harus merepotkan suaminya terus. Membuat hati Merry merasa sakit, sakit yang tidak berdarah. Merry juga merasa kasihan pada Indira, karena saat siang hari Indira-lah yang akan menemaninya. Hal itu membuat Merry merasa tidak enak hati. Beruntung dokter pun mengizinkan, akhirnya Merry dirawat di rumah den
Pukul 8 pagi Edbert sudah bersiap untuk pergi melaksanakan meeting bersama klien. Tidak lupa dia juga mengajak Indira untuk pergi bersamanya, karena Indira-lah yang nanti akan mempresentasikan cara kerja dari perusahaan mereka. Edbert juga sengaja membawa Indira, karena Indira yang menguasai materi-materi yang sudah Indira persiapan dan selalu Indira kerjakan selama ada di sana. Setelah sampai di Kafe yang ada di pusat kota, Edbert dan Indira langsung turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam Kafe. Edbert langsung mengajak Indira untuk pergi ke meja yang sudah mereka sepakati bersama Klien. Saat Edbert tiba, seorang lelaki tampan berperawakan gagah langsung bangun dari duduknya. Begitupun dengan seorang asisten kepercayaannya, dia langsung mengikuti tuannya berdiri untuk menyambut kedatangan Edbert. "Selamat pagi, Tuan Edbert. Senang sekali bisa bertemu langsung dengan anda." Pria tampan itu nampak mengulurkan tangannya. Edbert dengan senang hati langsung menerima uluran tangan
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, Indira masih terlihat terlelap di dalam tidurnya. Dia terlihat sangat kelelahan, karena ulah suaminya, Edbert.Hal itu terjadi bukan karena Indira yang malas, atau kolokan. Dia memang benar-benar merasa jika tenaganya telah terkuras habis. Edbert yang sedang cemburu, meluapkan semua emosinya dengan menggauli istrinya tanpa henti.Mencumbu istrinya dan memberikan kenikmatan yang tiada tara. Edbert seolah ingin membuktikan bahwa dia adalah lelaki yang sempurna. Lelaki yang mampu memberikan nafkah lahir dan juga batin, agar Indira tidak berniat untuk pergi darinya. Walaupun pada dasarnya dia sangat tahu jika tuan Lee yang terlihat begitu mencintai Indira. Bahkan, Indira seakan ingin menghindari pria itu, Indira bahkan terus saja memandangnya seakan meminta izin padanya. Walaupun hanya sekedar untuk menatap Tuan Lee, atau untuk membalas ucapannya saja. Akan tetapi, dia hanya manusia biasa. Dia tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik. Jika untuk u
Dua bulan telah berlalu, Merry sudah dinyatakan sembuh dari penyakitnya. Merry sangat senang mendengar penuturan dari Dokter Elias, setidaknya dia terbebas dari penyakitnya. Merry bahkan tanpa ragu bertanya soal kegiatan ranjang, karena dia sudah tidak sabar ingin segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Sudah cukup untuknya menjadi seorang istri yang tidak berguna, sudah cukup untuknya menjadi seorang istri yang tidak pernah bisa melayani suaminya di atas tempat tidur. Dokter Elias bahkan sampai tertawa mendengar pertanyaan Merry. "Jadi... bagaimana, Dok? Apakah aku sudah boleh berhubungan intim dengan suamiku?" tanya Merry dengan sopan. Dia sudah tidak sabar untuk memberikan kepuasan pada suaminya, dia sudah tidak sabar bermain di atas ranjang dengan lelaki yang sangat dia puja. "Tentu saja, Nyonya Law. Keadaan anda sudah sangat sehat, anda bisa melakukan hubungan intim bersama dengan suami anda. Kalau misalkan ada keluhan, anda bisa langsung berkonsultasi dengan sa
Setelah Edbert dan Indira pergi bekerja,Merry segera bersiap untuk pergi ke Rumah Sakit. Dia sudah tidak sabar untuk segera bertemu dengan dokter Elias, dia bahkan bersiap dengan begitu cepat. Dia ingin segera menanyakan kepada dokter Elias tentang kondisi kesehatannya. Dia ingin bertanya kepada dokter pribadinya tentang masalah ranjang.Dia masih penasaran, kenapa area intinya begitu sakit saat melakukannya lagi bersama dengan suaminya? Bahkan sampai saat ini, area intinya masih sangat terasa sangat sakit. Tentunya hal itu bisa terjadi karena Edbert melakukannya sampai 2 kali. Merry sebenarnya ingin sekali menghentikan kegiatan suaminya malam tadi. Akan tetapi, dia merasa tidak tega. Apa lagi saat Edbert berkata sangat rindu dengan kegiatan panas yang biasa mereka lalui. Pada akhirnya, selama mereka melakukan itu. Merry harus menahan rasa sakit yang luar biasa di area intinya. Merry harus rela area intinya terasa dikoyak dan dihujam tanpa henti. Bahkan, sampai pagi ini pun area in
Merry mengerjapkan matanya. Rasanya dia sudah terlalu lama tidur. Setelah matanya terbuka dengan sempurna, Merry pun mengedarkan pandangannya.Matanya langsung menyipit saat dia sadar kalau dia sekarang tengah tertidur di kamar utama.Bahkan, saat melihat ke arah luar. Langit sudah berubah gelap, berganti dengan cahaya bulan yang temaram. Aneh sekali pikirnya, kenapa bisa demikian.Seingatnya, siang tadi dia sedang menenangkan diri di pantai. Duduk sambil menangis, mencurahkan semua isi hatinya. Mengeluarkan semua kegelisahannya.Lalu, kenapa dia bisa berada di dalam kamar? Siapa yang sudah membawanya ke dalam kamar? Kenapa Merry tidak ingat sama sekali?Merry melirik jam yang bertengger cantik di dinding, matanya membulat saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Ya Tuhan! Sudah berapa lama aku tidur? Aku ini sebenarnya tidur atau pingsan?" tanya Merry bermonolog. Perlahan-lahan Merry menggerakkan tubuhnya, lalu Merry pun turun dari tempat tidurnya. Kemudian, Merry