Home / Romansa / Istri Kesayangan Bos Arogan / Bagaikan Langit dan Bumi

Share

Bagaikan Langit dan Bumi

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2024-05-21 18:48:33

“Aku tidak mungkin lupa. Lagipula aku tidak terlambat, ‘kan?” sahut Alister menanggapi kalimat sang mama. Lelaki itu sedikit membungkuk dan memeluk mamanya sekilas seraya berucap, “Selamat ulang tahun, Ma. Kadonya tertinggal di mobil, aku sudah meminta pelayan mengambilnya.”

“Mama tidak butuh kadonya! Yang penting kamu datang. Mama akan membatalkan pesta ini kalau kamu tidak datang. Ayo duduk, Mama akan menyapa para tamu dulu,” balas Miranda seraya memberi isyarat agar Aliater menempati kursi yang kosong, tepat di samping tempat duduknya.

Seharusnya Naomi langsung beranjak pergi saja setelah mengetahui siapa yang datang. Namun, kakinya masih enggan beranjak. Ia spontan menunduk, menatap penampilannya sendiri. Pelayan yang menggunjingnya di dapur tadi benar, perbedaannya dengan Amara sangatlah kontras.

Bahkan, di sini dirinya hanya dianggap pelayan dan berseragam sama seperti mereka. Sebelum membantu di dapur tadi, ia diminta mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan.

Ketika Alister hendak duduk, lelaki itu bertemu pandang dengan Naomi. Naomi mengalihkan pandangan lebuh dulu dan bersikap profesional seolah tak mengenal Alister dan menyodorkan nampan berisi minuman yang ia bawa. Membiarkan Alister memilih minuman sendiri.

Keterkejutan Alister hanya terlihat sekian detik saja sebelum lelaki itu kembali memasang ekspresi datar. Setelah Alister mengambil gelas berisi minuman berwarna merah, Naomi berpindah mendekati tempat duduk Amara dan melakukan hal yang sama.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” bisik Amara sembari mengambil segelas minuman dari nampan yang Naomi bawa.

Naomi hanya tersenyum sinis tanpa berminat menjawab. Ia masih kesal pada Amara yang menghilang begitu saja setelah pernikahannya dengan Alister. Padahal dirinya memerlukan banyak penjelasan, namun wanita itu malah sengaja menghindar.

Setelah itu Miranda langsung naik ke podium yang tersedia dan menyapa para tamu. Naomi pun bergegas menarik diri karena sudah tidak memiliki urusan lagi di sana. Kemudian, ia memilih lebih banyak membantu di dapur dan tidak kembali ke ruang tengah.

Semua orang yang berada di sini tampak menikmati pesta. Termasuk para pelayan yang bisa ikut menikmati hidangan enak di dapur. Kecuali Naomi. Selain karena sudah lelah, pada dasarnya ia memang kurang menyukai pesta yang dihadiri banyak orang seperti ini.

“Kalau aku jadi dia, lebih baik aku bersembunyi saja. Untuk apa datang kalau tidak dianggap sama sekali. Itu sangat memalukan!”

“Jangan keras-keras. Kalau dia mengadu pada Tuan, kita akan terkena masalah,” sahut yang lainnya sembari terkikik geli.

Lagi. Naomi mendapat cemooh dari pelayan yang berseliweran di sekitarnya. Telinganya terasa panas seharian ini karena sindiran-sindiran mereka. Namun, ia tetap memilih mengabaikan daripada membuang energi untuk membalas. Se hina itukah dirinya?

Menjelang tengah malam, pesta tersebut baru berakhir. Naomi masih harus membantu para pelayan membereskan sisa perayaan meriah itu. Usai semuanya rampung, barulah Naomi dapat meninggalkan tempat itu. Seluruh tamu sudah pulang, hanya menyisakan beberapa pelayan yang berlalu lalang di sekitar rumah mewah itu.

“Ya ampun! Kenapa aku malah meninggalkan dompet dan ponselku?! Kalau begini bagaimana aku pulang?!” monolog Naomi merutuki dirinya sendiri.

Seharian ini Naomi sangat sibuk. Ia sampai tidak menyadari jika ponsel dan dompetnya tertinggal di kamar saat berganti pakaian tadi. Ia tidak membawa sepeser pun uang di sakunya. Karena tak memiliki pilihan lain, Naomi nekat pulang dengan berjalan kaki sembari mengingat jalan kembali ke penthouse Alister.

Naomi berusaha mencari kendaraan umum, jika ada. Sekarang sudah nyaris tengah malam, jalanan pun sudah sangat lengang. Hanya beberapa kendaraan yang melintas, itu pun didominasi oleh kendaraan pribadi. Hari ini terasa sia-sia baginya. Ia terpaksa membolos bekerja dan tidak jadi menjenguk adiknya.

Tin! Tiinnn! Tiiinnnn!

Naomi berjingkat kaget karena bunyi klakson nyaring tepat di samping telinganya. Ia kontan menoleh dan mengernyit heran mendapati sebuah mobil berhenti di sampingnya. Manik matanya membola sempurna ketika mengetahui siapa yang mengendarai mobil itu.

“Cepat masuk atau ku tinggal!” titah Alister tak sabaran.

Naomi yang sebenarnya masih terkejut spontan melangkah ke mobil Alister sebelum benar-benar ditinggalkan seorang diri di sini. Karena bingung harus duduk di mana, ia pun membuka pintu belakang. Namun—

“Aku bukan supirmu! Duduk di depan!” sembur Alister tajam.

Naomi langsung menutup pintu belakang dan membuka pintu depan mobil. Ia berdeham pelan sebelum menempati bangku di samping Alister. “Maaf dan terima kasih atas tumpangannya, Tuan.”

“Hm.” Alister hanya berdeham singkat sebelum kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Naomi heran mengapa Alister hanya seorang diri. Padahal ketika menghadiri pesta, lelaki itu datang bersama Amara. Tetapi, tentu saja ia tidak berani bertanya, itu bukan urusannya. Ia hanya duduk kaku di bangkunya sembari menatap jalanan di hadapannya.

Naomi khawatir Alister akan menurunkannya di jalan, jika dirinya banyak bicara. Diberi tumpangan saja sudah patut disyukuri. Apalagi kakinya sudah sangat pegal setelah nyaris seharian berdiri. Ia tidak sanggup jika benar-benar berjalan kaki hingga ke penthouse.

“Kamu itu bodoh atau bagaimana? Ingin pulang jalan kaki?!” celetuk Alister tiba-tiba, memecah keheningan mencekam di mobil itu.

“Ponsel dan dompetku tertinggal di kamar. Itu juga karena mamanya Tuan yang tidak memberiku banyak waktu untuk bersiap-siap.” Naomi tidak bermaksud mengadu, tetapi hanya membeberkan fakta yang terjadi. Lagipula Alister tidak akan peduli padanya.

Alister menoleh sekilas. “Mama datang ke penthouse? Untuk apa?”

“Tentu saja untuk menyuruhku membantu di pesta tadi,” jawab Naomi apa adanya.

Baik Naomi dan Alister tidak membuka suara lagi setelah itu. Keduanya fokus dengan pikiran masing-masing. Beberapa kali Naomi nyaris terkatuk jendela karena mengantuk. Namun, ia berusaha keras agar tetap terjaga hingga sampai ke penthouse.

Naomi turun dari mobil dengan langkah agak terseok. Rupanya pegal di kakinya semakin terasa. Ia pikir Alister hanya akan mengantarnya. Namun, kini lelaki itu malah lebih dulu beranjak dengan langkah lebar, tanpa berniat menunggunya.

Sepertinya Miranda sengaja membuatnya mengerjakan lebih banyak tugas dibanding yang lainnya. Naomi diminta mengerjakan tugasnya dengan cepat, sebelum berpindah ke tugas lain. Sedangkan pelayan lainnya tampak bersantai, bahkan bisa mengobrol dan menggosipkan dirinya.

“Lama sekali!” gerutu Alister yang menunggu Naomi di depan lift sembari melipat tangan di depan dada.

Belum sempat Naomi menjawab, Alister sudah menariknya memasuki lift. Ringisan samar spontan lolos dari bibir wanita itu karena kakinya tidak sengaja terkatuk pintu lift.

“Kenapa?” tanya Alister.

Naomi hanya menggeleng. Ia membiarkan Alister kembali menyeret tangannya ketika sudah keluar dari lift. Tadinya Naomi tidak berpikiran macam-macam. Namun, begitu sampai di kamar tiba-tiba lelaki itu mendorongnya ke ranjang dan membuatnya kalang kabut.

“A-apa yang ingin Tuan lakukan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Menerima Takdir

    “Kakak yakin ingin pindah ke sini?” tanya Attar sembari menatap bangunan menjulang di hadapannya. “Iya. Kurasa sekarang sudah waktunya,” jawab Naomi yang spontan turut melirik rumah megah di depannya. Sejak terakhir kali menginjakkan kaki di sini, Naomi belum pernah datang lagi. Baru kali ini dirinya memberanikan diri untuk kembali datang. Setelah berbulan-bulan memilih mengasingkan diri dan berpikir tak akan pernah kembali sampai kapan pun. “Kuharap ini keputusan terbaik. Katakan kalau dia menyakitimu. Aku tidak akan segan-segan memukul wajahnya. Lagi. Atau Kakak bisa melakukan itu sendiri,” balas Attar sembari berkelakar. Naomi berdecak pelan. Niatnya datang kemari bukan untuk mencari masalah. Namun, untuk menyelesaikan salah satu masalah besar yang dihadapinya. Lebih tepatnya berdamai dengan hatinya setelah sekian lama dibuat bingung dengan keputusannya sendiri.Naomi ingat Attar bercerita kalau pemuda itu pernah memukul Alister. Itu terjadi setelah Alister menjelaskan kenapa d

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Mengubur Dendam

    “Ibu tirimu mengatakan ayahmu sakit sejak seminggu lalu. Dia berusaha menghubungimu dan adikmu, tapi tidak bisa,” ucap Alister yang sedang menyetir. Naomi spontan merogoh tasnya dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor telepon ibu tirinya yang sengaja dirinya blokir sejak lama. Ibu tirinya itu pernah menghubunginya di awal-awal ayahnya masuk penjara. Tentunya ingin meminta tolong agar Naomi membantu mengeluarkan sang ayah dari penjara. Oleh karena itu, Naomi memilih memblokir kontak ibu tirinya. Sebab, bagaimana pun caranya, Naomi tak mungkin membantu membebaskan ayahnya. Attar pun melakukan hal yang sama. Bukannya ingin memutuskan hubungan, mereka hanya muak dengan gangguan itu. Mendengar ayahnya sakit membuat kekhawatiran Naomi pada sang ayah mencuat tanpa bisa dicegah. Walaupun ia juga tidak tahu sakit apa yang ayahnya derita. Barusan, Naomi juga sudah menghubungi adiknya mengatakan tentang kondisi ayah mereka. “Kamu tenang dulu. Ayahmu pasti baik-baik saja,” tutur Alister sem

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Mengunjungi Suami

    Naomi menyadari jika Alister berada di restoran yang dipenuhi hidangan mewah. Apa pun yang lelaki itu inginkan pasti ada di sana. Akan tetapi, tiba-tiba saja dirinya terdorong untuk membuat dan mengantarkan makanan pada lelaki itu. Sekarang Naomi sudah dalam perjalanan menuju ke salah satu restoran Alister, di mana lelaki itu berada. Ia pun datang tanpa mengatakan apa pun pada Alister. Mereka hanya sempat bertukar pesan sebelumnya hingga Naomi mengetahui di mana lelaki itu berada. Naomi pun tidak tahu suaminya itu sudah makan atau belum. Atau mungkin saja sudah berpindah ke restoran lain. Sebab, biasanya pun sering seperti itu. Ia melakukan ini sebagai bentuk terima kasihnya atas tutor bisnis dadakan yang lelaki itu lakukan belakangan ini. “Tuan Alister ada di ruangannya?” tanya Naomi pada salah seorang karyawan Alister yang sedang membuang sampah di luar restoran. “Eh, Nyonya? Tuan ada di ruangannya. Mau saya antar?” tawar sang pelayan dengan senyum ramah. Naomi langsung menggel

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Hadiah Timbal Balik

    Naomi tahu Alister adalah perayu ulung. Lelaki itu berpengalaman melakukan negosiasi dengan puluhan, bahkan ratusan orang selama ini. Jelas saja, Alister memiliki banyak cara untuk membuat orang yang tadinya enggan menjadi setuju. Seperti itu juga yang dirasakan oleh Naomi. Tadinya, wanita itu bersikeras menolak keinginan Alister untuk mengelola restoran baru lelaki itu. Namun, dalam waktu singkat, Alister berhasil mengubah keputusannya. Naomi baru menyadari itu setelah dirinya memutuskan sesuatu yang berbanding terbalik dengan keinginan hatinya. Akhirnya, Naomi benar-benar mengelola restoran tersebut seperti yang lelaki itu inginkan. Setelah di pikir-pikir lagi, tawaran Alister tidak membuatnya rugi sama sekali. Malahan, dirinya bisa mendapat banyak ilmu dan pengalaman baru yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. “Bagian mana lagi yang belum kamu pahami?” tanya Alister membuyarkan lamunan Naomi. Naomi tersentak pelan dan langsung menunjuk satu bagian yang belum dirinya mengerti

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Kamu Tinggal Membuktikannya

    “Kenapa Tuan mengajakku ke sini lagi?” tanya Naomi sembari menatap restoran mewah yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama Alister beberapa hari lalu. Bedanya, sekarang restoran tersebut telah beroperasi. Meskipun grand openingnya baru beberapa hari lalu, restoran ini sudah cukup ramai. Pengunjungnya pun terlihat berkelas dan bukan orang sembarangan. Naomi masih mengamati semuanya dari balik dinding kaca transparan yang mengelilingi restoran ini. Nama besar yang sudah Alister miliki membuat lelaki itu tak perlu terlalu mengeluarkan biaya untuk promosi. Bahkan, sepertinya tanpa promosi pun restoran ini tetap dapat beroperasi dengan baik. Bahkan, lelaki itu juga berhasil membuat restoran yang nyaris bangkrut kembali berjalan sebagaimana mestinya. Alkanna. Itulah nama restoran mewah ini. Alister mengatakan jika nama tersebut diambil dari gabungan namanya, nama putranya, dan Naomi. Alister, Ariana, dan Naomi. Entah itu benar atau tidak. Naomi pun tidak mempercayainya. Bahkan, masih

  • Istri Kesayangan Bos Arogan   Kamu Benar-Benar Menginginkannya?

    “Kamu pasti menerobos masuk tanpa izin!” tuduh Raga dengan sorot sinis. Dari semua sepupu Alister, hanya Raga yang berani menantang dan mengganggu Alister secara terang-terangan. Sedangkan sisanya tidak ada yang berani mendebat lelaki itu sama sekali. Bahkan, mereka cenderung menjauhi Alister jika tidak ada keperluan mendesak. Mereka akan berubah menjadi penjilat ulung jika membutuhkan bantuan Alister. Meskipun walau sudah berusaha keras, terkadang Alister mengabaikan permintaan mereka. Hanya Raga yang tak pernah melakukan itu karena merasa bisa mengatasi masalahnya sendiri. Sejak kecil mereka seolah bermusuhan dan bersaing untuk menjadi yang terbaik. Mungkin, lebih tepatnya hanya Raga yang melakukan itu. Sedangkan Alister tidak peduli dengan siapa pun, kecuali yang dianggapnya penting. Dan bersaing dengan Raga bukan salah satunya. “Jangan berisik! Istri dan anakku sedang tidur! Apa yang kamu inginkan? Pergi! Kami tidak menerima tamu!” Alister kembali melontarkan pengusiran pada R

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status