Zara membulatkan mata saat gerbang besar di depannya terbelah dua untuk memberi jalan pada mobil Arkana agar bisa masuk.Dua security bertubuh kekar berjaga di depan dan langsung melakukan sikap hormat saat mengetahui bila sang bos yang ada di dalam mobil tersebut.Kali ini mulut Zara menganga tatkala melihat bangunan bergaya romawi dengan banyak pilar besar menjulang angkuh di depannya.Arkana membelokan kemudi ke kanan mengitari kolam air mancur yang berada di tengah-tengah taman depan untuk sampai ke bagian depan bangunan itu.“I-ini rumah Kak Ar?” Zara bertanya dengan terbata.“Rumah kita,” balas Arkana menegaskan.Zara tercenung membayangkan bagaimana ia membersihkan rumah ini sendirian bila suatu saat para asisten rumah tangganya harus mudik.Bisa jadi jika Zara mulai menyapu bagian terasnya saat fajar, ia baru selesai menyapu hingga bagian belakang di saat petang.“Kenapa? Kok mukanya pucet gitu?” Arkana mengusap pipi Zara lembut setelah menghentikan kendaraannya di depan pintu
“Kalung ini aman, bahkan sangat canggih karena tersambung pada satelit ... sekalipun Zara hilang di tengah lautan atau di tengah hutan, lo pasti bisa nemuin dia ... dan udah gue sambungin ke hape, laptop sama Macbook ... hanya lo yang bisa mengaksesnya.” Darius mengembalikan kotak kecil berisi kalung pemberian Bianco.“Jadi tua bangka itu mengatakan yang sebenarnya?” Darius terkekeh geli. “Sepertinya Bianco memang ngecengin ibu mertua lo.” Arkana mendengus geli, menyandarkan tubuh pada kursi kebesarannya.Sore ini Darius sengaja mengunjungi rumah Arkana yang baru saja di renovasi besar-besaran.Rumah bergaya Eropa ini menghabiskan banyak rupiah karena Arkana memiliki keinginan yang rumit dan berkelas.Semua bahan-bahan dipilih yang paling berkualitas dan furniture-nya banyak diimpor dari luar Negri.Dan saat ini mereka sedang berada di ruang baca yang setiap dindingnya dilapisi rak buku.Furniture di ruangan itu berbahan kayu jati bernuansa coklat kemerahan senada dengan lantainya y
Zara terbangun dari tidurnya yang nyenyak, belum pernah ia merasakan tidur senikmat ini.Telapak tangannya mengusap sprei lembut berbahan sutra yang melapisi ranjang, apa karena sepreinya? Atau ranjangnya yang sangat empuk?Mata Zara lantas terbuka, kemudian membelalak dan refleks menegakan tubuh saat tidak menemukan suaminya. Seingatnya tadi malam ia berjanji akan melanjutkan mengulum habis lolipop milik Arkana setelah pria itu menemui Raditya tapi kemana perginya suaminya?Zara melirik jam kecil dengan bentuk klasik di atas meja kecil samping tempat tidur.Jarum pendeknya menunjukan angka sembilan lalu menengok ke arah jendela dan ia melihat cahaya terang nyaris menembus tirai.“Ya ampun!” Zara menempelkan telapak tangannya di kening.Kenapa ia bisa ketiduran tadi malam? Kenapa juga ia bisa bangun kesiangan?Zara melirik banyak obat resep dokter yang tergeletak di atas meja rias.“Ini pasti karena obat itu,” gumam Zara pada dirinya sendiri.Zara menurunkan kakinya, menarik nightr
Suara kecupan menggema di apartemen Angga, Bunga duduk di atas pangkuannya tanpa atasan begitu juga dengan Angga, menggoda bunga dengan ototnya yang liat.Pria itu memagut mesra bibir Bunga, lembut tanpa terburu-buru meski Bunga tau betapa besar hasrat Angga padanya.Kedua tangan Angga merayap dari pinggang ke punggung Bunga menambah gelora hasrat sang wanita.Bunga menekan bokongnya hingga terasa milik Angga yang telah mengeras karena rok seragam susternya telah tersibak ke atas tinggal kain berenda tipis yang melapisi bagian intinya.“Ngaaa.” Angga menggeram frustasi, melepaskan mulutnya dari bagian ujung di dada Bunga yang telah mengeras.Bunga sengaja menempelkan keningnya di kening Angga, menetap lekat mata yang terbalut gelora hasrat, nafas keduanya memburu terlihat dari dada mereka yang naik turun.Tapi bukannya melanjutkan cummbuan, Angga akan selalu menghentikan kegiatan panas ini sebelum memasuki tahap selanjutnya.“Angga ... bawa gue ke kamar,” bisik Bunga di depan wajah An
Arkana bergerak gelisah, ia tidak merasakan lagi kenyamanan dalam tidurnya.Seharusnya ada sesuatu yang ia peluk dan aroma tubuh Zara yang memanjakan indera penciumannya tapi ia tidak merasakan kehadiran Zara.Arkana membuka mata, ia tidak menemukan Zara di atas ranjangnya.Keadaan kamar sangat gelap, hanya cahaya lampu dari walk in closet yang menjadi penerang satu-satunya.Alarm dalam tubuhnya menyala, Arkana dalam mode waspada.Tangannya bergerak perlahan ke bawah ranjang mencari pistol yang ia sembunyikan di sana.Seperti ninja, turun dari tempat tidur dan melangkah menuju walk in closet tanpa suara.Mengintip ke dalam dan menemukan sang istri sedang tampak berpikir memindai weardrobe berisi kumpulan kemeja dan jas miliknya.“Emm ... bagusnya, hari ini Kak Ar pake yang mana ya?” gumam Zara pada diri sendiri.Arkana tersenyum, ia pikir ada yang menerobos masuk rumah dan menculik Zara.Ternyata istrinya sedang mempersiapkan pakaian untuk ia pakai ke kantor.Memangnya jam berapa seka
“Ayo sayang, lo udah cantik banget ... ngapain ngaca terus?” Arkana berjalan mendekati Zara yang mematung di depan cermin.Dresscode acara reuni adalah pakaian formal jadi Zara menggunakan gaun malam dan Arkana menggunakan stelan jas tanpa dasi.Kenapa sih suaminya tidak pernah sekali saja tidak terlihat tampan, Zara malas harus menghempaskan para gadis yang mencoba menggoda suaminya.“Enggak pede, Kak! Aku di rumah aja deh.” Arkana berdecak lidah. Sang istri insecure-nya berlebihan, mengatakan tidak percaya diri padahal cantiknya mengalahkan para dewi kahayangan.Gaun indah dan polesan makeup natural dari peralatan makeup merk ternama dunia yang telah ia siapkan untuk Zara membuat penampilan sang istri terlihat elegan.“Lo harus ikut, gue mau kenalin sama seluruh angkatan kalau lo istri gue.” “Ih ... Kak malu, donk! Biasa aja, enggak usah pamer segala.” Zara memutar tubuhnya menghadap Arkana. “Banyak dari mereka itu taunya kita musuhan, kalau sekarang malah nikah ... nanti kita di
“Lo enggak nyamperin si Zara, Na? Lo ‘kan sahabat deketnya.” Suara seorang wanita yang terdengar dari luar dan menyebut namanya membuat tangan Zara terhenti seketetika saat hendak menekan flush pada toilet.“Males gue ... dulu sih iya dia sahabat gue, sekarang najis gue,” balas suara wanita lainnya yang Zara kenal.Zara tercenung, melipat bibirnya ke dalam. Masih belum mengerti apa sebenarnya yang sedang dua orang perempuan di luar sana bicarakan.“Loh kenapa, lo ada masalah sama si Zara?” tanya perempuan satunya.“Gue tuh dari pertama si Zara masuk sekolah kita, sering merhatiin dia curi-curi pandang sama Kak Arkana trus gue kerjain dia aja sekalian ... gue kirimin dia bunga, coklat sama boneka.” Perempuan yang Zara kenali suaranya itu bercerita demikian.Mulut Zara menganga yang langsung ia tutup dengan kedua tangannya.“Trus terakhir, gue kirim surat cinta yang ceritanya dari Kak Arkana, di dalam surat itu gue ngajak ketemuan si Zara di taman belakang, tau deh dia datang atau engga
“Kenapa senyum-senyum gitu?” Zara bertanya kepada suaminya setelah lama mobil yang dikemudikan Arkana keluar dari pelataran parkir hotel.Zara mendapati Arkana sedang mengulum senyum terkadang menutup mulutnya dengan kepalan tangan.Senyum Arkana semakin lebar lalu menggelengkan kepala.“Gue tuh udah yakin kalau lo jodoh gue, Ra ... makanya gue cari lo meski sampai ke ujung dunia sekalipun.” Zara ikut tersenyum mengingat kejadian tadi, instingnya bekerja cepat saat terdesak dan bisa melihat sedikit peluang lalu memanfaatkannya dengan baik.“Gue suka kalau lo bisa ngebela diri lo sendiri karena gue nggak mungkin ngehajar Nadia di depan banyak orang, kan?” Zara menoleh menatap suaminya. “Benar kah?” tanya Zara memastikan.Arkana menganggukan kepala memberi jawaban. Pria itu lantas meraih tangan Zara yang kemudian ia deketkan ke mulut untuk mengecup telapak tangannya.“Udah siap?” tanya Arkana ambigu.“Siap kemana?” Zara berkerut kening, ia bingung.“Honeymoon,” balas Arkana cepat dan