“Oh iya, tadi orang kita kasih info katanya banyak kiriman bunga buat lo ... .” Darius memberitau.Arkana tampak acuh karena pada pesta pernikahannya pasti akan banyak klien atau kolega yang memberikan karangan Bunga.“Lo mau liat enggak?” Darius bertanya terdengar lain nada suaranya, seperti sedang menahan sesuatu membuat Arkana penasaran.“Apaan?” Arkana akhirnya bertanya.Darius memberikan ponselnya kepada Arkana, di layar tersebut terdapat foto karangan bunga yang bertuliskan ‘Selamat Menikah Arkana Gunadhya’ di bagian atasnya.Di tengah karangan bunga itu terdapat tulisan ‘Semoga bahagia dengan kehidupan barumu’ dan di paling bawah dengan huruf kapital dan font yang sama besarnya dengan tulisan yang paling atas berbunyi ‘Yang pernah seranjang denganmu’.“Annnjjj ... .” Arkana menutup mulut dengan kepalan tangan.“Buang karangan bunga itu!” Arkana berseru panik.“Udah donk, tapi sebelum di buang gue foto dulu siapa tau lo mau liat.” Darius memang selalu bisa diandalkan tapi juga s
Darius dan Raditya tidak kuasa menahan tawanya lebih lama lagi, wajah mereka sudah memerah dengan jejak kecil air di mata.Keduanya keluar dari ruang tunggu rumah sakit hanya untuk meledakan tawa.Arkana mengabaikan kedua sahabat bangsulnya itu, saat ini ia lebih mengkhawatirkan Zara yang sedang mendapat perawatan medis di sebuah ruangan di rumah sakit sang grandpa. Narendra, Kama juga Kai menemani Arkana karena saat pada saat Arkana panik meminta seseorang memanggilkan ambulance—sekertaris Kama mendengarnya dan memberitau Kama yang masih berada di tempat acara.Ketiga pria itu kini menatap Arkana penuh tanya, bagaimana bisa Zara pingsan di saat malam pertamanya bersama Arkana.“Ada yang mau diceritain, Bang?” tanya Narendra dengan ekspresi menunggu.“Kana keburu napsu, Yah ...,” akunya jujur. Kana memang sudah tidak bisa menahan dirinya lagi, hasratnya sudah tidak terbendung.Kama dan Kai melipat bibirnya ke dalam. Para pria Gunadhya terkenal memiliki hasrat yang besar tapi membuat
“Ra,” panggil Arkana lembut. Istrinya masih terbaring lemah tapi Arkana tau jika Zara telah sadarkan diri bila dilihat dari bola mata yang bergerak di balik kelopaknya.“Gue tau lo udah sadar, maafin gue ya ...,” sambung Arkana lagi, pria itu memelas.Perlahan Zara membuka mata lalu menatap Arkana dengan sorot mata yang mengandung ribuan rasa jengkel.Dan pria itu malah memberikan senyum menawan penuh pesona.Zara mendelik tajam, tidak ingin lama-lama menatap Arkana karena bisa menyebabkan jantung berdebar juga memicu hasrat.Untuk pertama kalinya Zara mengalami pelepasan dan itu membuatnya ingin merasakan lagi tapi tanpa rasa sakit seperti sebelumnya.“Ra ... .” Arkana bergerak naik ke atas tempat tidur, merebahkan diri di samping Zara.Sang istri merubah posisi menjadi membelakanginya.“Sayaaaaang,” panggil Arkana lagi, selembut sutra.Melingkarkan tangan di pinggang Zara lalu menyelipkan satu kakinya di antara kakinya. Arkana sedang merayunya.Wajah Arkana tenggelam di tengkuk Zar
Zara membulatkan mata saat gerbang besar di depannya terbelah dua untuk memberi jalan pada mobil Arkana agar bisa masuk.Dua security bertubuh kekar berjaga di depan dan langsung melakukan sikap hormat saat mengetahui bila sang bos yang ada di dalam mobil tersebut.Kali ini mulut Zara menganga tatkala melihat bangunan bergaya romawi dengan banyak pilar besar menjulang angkuh di depannya.Arkana membelokan kemudi ke kanan mengitari kolam air mancur yang berada di tengah-tengah taman depan untuk sampai ke bagian depan bangunan itu.“I-ini rumah Kak Ar?” Zara bertanya dengan terbata.“Rumah kita,” balas Arkana menegaskan.Zara tercenung membayangkan bagaimana ia membersihkan rumah ini sendirian bila suatu saat para asisten rumah tangganya harus mudik.Bisa jadi jika Zara mulai menyapu bagian terasnya saat fajar, ia baru selesai menyapu hingga bagian belakang di saat petang.“Kenapa? Kok mukanya pucet gitu?” Arkana mengusap pipi Zara lembut setelah menghentikan kendaraannya di depan pintu
“Kalung ini aman, bahkan sangat canggih karena tersambung pada satelit ... sekalipun Zara hilang di tengah lautan atau di tengah hutan, lo pasti bisa nemuin dia ... dan udah gue sambungin ke hape, laptop sama Macbook ... hanya lo yang bisa mengaksesnya.” Darius mengembalikan kotak kecil berisi kalung pemberian Bianco.“Jadi tua bangka itu mengatakan yang sebenarnya?” Darius terkekeh geli. “Sepertinya Bianco memang ngecengin ibu mertua lo.” Arkana mendengus geli, menyandarkan tubuh pada kursi kebesarannya.Sore ini Darius sengaja mengunjungi rumah Arkana yang baru saja di renovasi besar-besaran.Rumah bergaya Eropa ini menghabiskan banyak rupiah karena Arkana memiliki keinginan yang rumit dan berkelas.Semua bahan-bahan dipilih yang paling berkualitas dan furniture-nya banyak diimpor dari luar Negri.Dan saat ini mereka sedang berada di ruang baca yang setiap dindingnya dilapisi rak buku.Furniture di ruangan itu berbahan kayu jati bernuansa coklat kemerahan senada dengan lantainya y
Zara terbangun dari tidurnya yang nyenyak, belum pernah ia merasakan tidur senikmat ini.Telapak tangannya mengusap sprei lembut berbahan sutra yang melapisi ranjang, apa karena sepreinya? Atau ranjangnya yang sangat empuk?Mata Zara lantas terbuka, kemudian membelalak dan refleks menegakan tubuh saat tidak menemukan suaminya. Seingatnya tadi malam ia berjanji akan melanjutkan mengulum habis lolipop milik Arkana setelah pria itu menemui Raditya tapi kemana perginya suaminya?Zara melirik jam kecil dengan bentuk klasik di atas meja kecil samping tempat tidur.Jarum pendeknya menunjukan angka sembilan lalu menengok ke arah jendela dan ia melihat cahaya terang nyaris menembus tirai.“Ya ampun!” Zara menempelkan telapak tangannya di kening.Kenapa ia bisa ketiduran tadi malam? Kenapa juga ia bisa bangun kesiangan?Zara melirik banyak obat resep dokter yang tergeletak di atas meja rias.“Ini pasti karena obat itu,” gumam Zara pada dirinya sendiri.Zara menurunkan kakinya, menarik nightr
Suara kecupan menggema di apartemen Angga, Bunga duduk di atas pangkuannya tanpa atasan begitu juga dengan Angga, menggoda bunga dengan ototnya yang liat.Pria itu memagut mesra bibir Bunga, lembut tanpa terburu-buru meski Bunga tau betapa besar hasrat Angga padanya.Kedua tangan Angga merayap dari pinggang ke punggung Bunga menambah gelora hasrat sang wanita.Bunga menekan bokongnya hingga terasa milik Angga yang telah mengeras karena rok seragam susternya telah tersibak ke atas tinggal kain berenda tipis yang melapisi bagian intinya.“Ngaaa.” Angga menggeram frustasi, melepaskan mulutnya dari bagian ujung di dada Bunga yang telah mengeras.Bunga sengaja menempelkan keningnya di kening Angga, menetap lekat mata yang terbalut gelora hasrat, nafas keduanya memburu terlihat dari dada mereka yang naik turun.Tapi bukannya melanjutkan cummbuan, Angga akan selalu menghentikan kegiatan panas ini sebelum memasuki tahap selanjutnya.“Angga ... bawa gue ke kamar,” bisik Bunga di depan wajah An
Arkana bergerak gelisah, ia tidak merasakan lagi kenyamanan dalam tidurnya.Seharusnya ada sesuatu yang ia peluk dan aroma tubuh Zara yang memanjakan indera penciumannya tapi ia tidak merasakan kehadiran Zara.Arkana membuka mata, ia tidak menemukan Zara di atas ranjangnya.Keadaan kamar sangat gelap, hanya cahaya lampu dari walk in closet yang menjadi penerang satu-satunya.Alarm dalam tubuhnya menyala, Arkana dalam mode waspada.Tangannya bergerak perlahan ke bawah ranjang mencari pistol yang ia sembunyikan di sana.Seperti ninja, turun dari tempat tidur dan melangkah menuju walk in closet tanpa suara.Mengintip ke dalam dan menemukan sang istri sedang tampak berpikir memindai weardrobe berisi kumpulan kemeja dan jas miliknya.“Emm ... bagusnya, hari ini Kak Ar pake yang mana ya?” gumam Zara pada diri sendiri.Arkana tersenyum, ia pikir ada yang menerobos masuk rumah dan menculik Zara.Ternyata istrinya sedang mempersiapkan pakaian untuk ia pakai ke kantor.Memangnya jam berapa seka