Home / Rumah Tangga / Istri Ketiga / 6. Matahari yang Tenggelam

Share

6. Matahari yang Tenggelam

Author: ISMI
last update Last Updated: 2024-02-29 10:31:14

***

Kinan melihat rumah yang saat ini ia tempati sangat gelap, ia tahu bahwa Ludwig selalu menyendiri dan juga tidak suka keramaian, namun ia tidak mau membuat rumah ini semakin kelam. Ia mencoba melihat ke sekeliling belakang halaman dan ia tersenyum mempunyai ide untuk menjadikannya halaman itu tanaman agar suasana terasa hangat jika di pagi hari. Kinan juga sudah memikirkan, jika di pagi hari, ia bisa membuat Ludwig jauh lebih baik untuk duduk di taman menatap langit biru dan hamparan bunga yang indah.

“Nyonya, ada apa Nyonya ada di sini?” tanya Bu Inah.

“Bu, dulu ini taman bunga, kan? kenapa sekarang dibiarkan begini?” Kinan bertanya balik.

Bu Inah ingat, dulu saat Ludwig kecil betah di rumah ini jika sedang berlibur ke Indonesia, pasti Ludwig selalu betah menatap bunga-bunga, namun setelah Ludwig menetap di sini, pria itu memintanya untuk menghancurkan taman bunga itu.

“Bu, aku ingin membuat taman di sini. Apakah Ibu nanti bisa bantu?” tanya Kinan lembut.

“Itu… “ Bu Inah menjawabnya agak ragu.

Kinan mengernyitkan keningnya, “Ada apa, Bu? Apa nanti Ludwig akan marah?”

Bu Inah menganggukan kepalanya, “Sebenarnya, ada yang ingin saya sampaikan pada Nyonya Kinan. Apakah Nyonya berkenan mendengarkannya?”

“Tentu saja, ceritakan apapun padaku, Bu Inah. Apalagi jika itu tentang suamiku,” balas Kinan.

Suasana terasa hening di sekitar rumah tua yang tersembunyi di tengah kebun bunga. Bu Inah duduk di teras depan, pandangannya melayang ke kebun yang dulu dipenuhi warna-warni bunga-bunga musim panas. Dia menghela nafas, menyiapkan diri untuk menceritakan kisah yang pernah terlupakan.

"Kinan, ada yang harus kusampaikan padamu," ujar Bu Inah dengan suara pelan, matanya terarah pada Kinan yang duduk di hadapannya.

Kinan menatap Bu Inah dengan penuh perhatian, menunggu dengan sabar. "Apa itu, Bu Inah?" tanyanya.

Bu Inah menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kisah tentang Ludwig. Dia dulu sangat mencintai kebun ini, penuh dengan bunga-bunga musim panas yang indah. Setiap hari, dia akan sibuk merawat mereka, memberi mereka perhatian seperti anak-anaknya sendiri."

"Benarkah?" Kinan menunjukkan ketertarikan yang jelas dalam wajahnya.

Bu Inah mengangguk perlahan. "Namun, suatu hari, terjadi kecelakaan mengerikan. Wajahnya terbakar dalam kebakaran yang mengerikan di ladang belakang. Kecelakaan itu mengubah segalanya. Tuan Ludwig berubah menjadi murung, dia merasa bahwa semua hal indah yang pernah dia rawat begitu penuh kasih telah direnggut darinya. Apalagi Nyonya besar, mendiang maminya Tuan Ludwig langsung meninggal karena menyelamatkannya dan dari sana, semua keluarganya membenci Tuan Ludwig dan dia diabaikan dan tak pernah dianggap keberadaannya. Tuan… meski dia memberikan yang terbaik dan menjadi nomor satu di sekolah dan juga sangat cerdas, dia tetap diabaikan, apalagi wajahnya… mereka tak peduli dengan itu atau mengusahakan untuk mengembalikan wajah Tuan Ludwig kembali normal."

Mata Kinan memperlihatkan kekaguman dan simpati. "Apa yang terjadi setelahnya?" tanyanya dengan penuh minat.

"Setelah kecelakaan itu, semuanya berubah dan Tuan Ludwig merasa keberadaannya tidak ada di sana, dia memutuskan untuk mengasingkan diri di Jakarta, tepat usianya menginjak 19 tahun. Tuan menyendiri di sini sudah 13 tahun. Rumah ini, yang dulu penuh dengan kehidupan dan kehangatan, berubah menjadi sunyi dan kosong. Cahaya yang dulu memancar dari hatinya, kini padam," jawab Bu Inah, suaranya penuh dengan kesedihan.

Kinan terdiam sejenak, mencerna semua informasi yang baru saja dia dengar. Kemudian, dia menatap Bu Inah dengan tajam. "Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu Ludwig?"

Bu Inah tersenyum lembut, mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Kinan. "Saya ingin Nona Kinan meminta izin langsung pada Tuan Ludwig untuk memperbaiki kebun ini. Dan, saya juga ingin anda lebih bersabar, Nona Kinan. Tuan Ludwig, di balik kesedihannya, adalah pria yang hangat dan penuh kasih. Kecelakaan itu memadamkan cahaya di hatinya, tapi saya yakin, dengan bantuanmu, kita bisa membantu memulihkan sinarnya. Saya percaya bahwa matahari yang tenggelam itu akan terbit lagi karena ada Nona di sisinya."

Kinan mengangguk, matanya bersinar penuh tekad. "Aku akan melakukan yang terbaik, Bu Inah. Aku akan membuat Ludwig kembali merasakan kehangatan dan kebahagiaan. Meski aku tidak tahu kapan tepatnya waktu itu akan datang, tapi aku percaya bahwa matahari itu akan kembali bersinar."

Bu Inah tersenyum bangga pada Kinan. "Saya tahu Nona Kinar bisa. Bersama-sama, kita akan membawa kembali sinar yang terbakar dalam hati Tuan Ludwig."

***

Malam ini Kinan tidak bisa tidur nyenyak, ia masih memikirkan apa yang Bu Inah katakana tentang masa lalu dan luka batin Ludwig. Ia menghela napas panjang dan melihat waktu menunjukkan jam dua dini hari, wanita itu memutuskan untuk melaksanakan shalat malam sembari menunggu hatinya jauh lebih tenang. Namun, saat ia akan bangkit dari atas ranjangnya, ia terkejut melihat Ludwig sudah berada di ambang pintu kamarnya.

“Ludwig, kamu sudah kembali?” tanya Kinan dengan lembut, ia meski ragu, langsung menghampiri pria itu, namun saat ia ingin menarik tangan pria itu, Ludwig dengan kasar langsung menepisnya.

“Jangan sembarangan menyentuhku!” ketus Ludwig.

Kinan terkejut dan menarik tangannya, ia pun tersenyum kembali. “Aku hanya senang kamu kembali, Ludwig.”

“Jangan berpura-pura bersikap manis di depanku, Kinan. Aku tak butuh sandiwara palsumu!” balas Ludwig.

Kinan tahu bahwa masa lalu Ludwig membuat pria itu tak mempercayai semua orang, ia hanya perlu bersabar dan merasa yakin bahwa Ludwig akan melihat ketulusannya.

“Apa yang bisa aku lakukan? Kamu mau minum teh hangat atau apa? Aku akan membuatkannya untukmu," ucap Kinan menawarkan.

“Aku tak butuh apapun!” tukas Ludwig.

“Baik, kalau begitu aku… “

Ludwig langsung menarik lengan Kinan dan membuat wanita itu dengan mudahnya langsung jatuh dalam pelukan pria itu. Kinan tersenyum kikuk, wanita itu tidak bisa melihat jelas ekspresi Ludwig karena topeng di wajahnya membuat ia tak bisa membaca apa yang pria itu inginkan, hanya ada bola mata warna biru yang terlihat dan setiap ia menatapnya, ia seolah tenggelam di dalamnya.

“Aku hanya ingin tubuhmu, itu yang aku inginkan,” ucap Ludwig dengan suara parau.

Kinan mengangguk, bagaimanapun memang sudah menjadi kewajibannya untuk melayani Ludwig. “Baik, aku mau ke kamar mandi dulu,” balasnya pelan.

Ludwig melepaskan pelukan itu dan membiarkan wanita itu pergi, setelah Kinan masuk ke kamar mandi, Ludwig merasa ada sesuatu yang tak nyaman di hatinya dan ia tidak tahu, perasaan apa itu namanya.

Lalu,Ludwig duduk di ujung ranjang, menatap sekumpulan foto yang tersebar di atas permukaan kasur dengan ekspresi penasaran. Dia meraih satu foto kecil, mengamati dengan seksama wajah mungil yang tersenyum cerah di dalam bingkai itu.

Kinan kecil yang menggemaskan.

Dia tersenyum sendiri, matanya meluncur dari satu foto ke foto lainnya. Foto-foto itu membawa dia ke masa-masa yang sudah lama berlalu, saat Kinan masih anak kecil yang riang dan polos.

Tapi, semakin dia menelusuri gambar-gambar itu, semakin terpesona dia dengan transformasi Kinan dari masa ke masa. Dia melihat wajah yang semakin matang, ekspresi yang semakin berisi, dan pesona yang semakin mengagumkan.

Tanpa sadar, gumaman lembut keluar dari bibir Ludwig. "Kenapa bisa ada wanita semanis kamu di dunia?"

Suara itu membuyarkan keheningan di kamar. Ludwig terkejut dengan kata-katanya sendiri, seakan mengungkapkan pikiran yang selama ini terpendam dalam hatinya. Ia menolak percaya bahwa saat ini ia menjadi manusia bodoh hanya karena seorang wanita yang ia beli!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Ketiga   87. Cahaya Kebahagiaan (TAMAT)

    ***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,

  • Istri Ketiga   86. Merindukanmu Setiap Waktu

    ***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda

  • Istri Ketiga   85. Mencintaimu karena Allah

    ***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm

  • Istri Ketiga   84. Kejutan Terindah

    ***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka

  • Istri Ketiga   83. Jauh Lebih Sempurna

    ***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le

  • Istri Ketiga   82. Belum Terlambat

    ***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi

  • Istri Ketiga   81. Penyesalan tak Berujung

    ***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den

  • Istri Ketiga   80. Kesempatan Kedua

    ***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t

  • Istri Ketiga   79. Wanita yang Sedang Cemburu

    ***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status