Stella menatap wajah Bian dengan cepat. "Siapa kau bisa menghalangiku bertemu dengannya?" tanya Stella tak senang seraya meletakkan apa yang dipegangnya. Bian tersenyum sinis, duduk di kursi makan dan menatap Stella yang tampak menatapnya penuh. Meminta jawaban atas apa yang dia katakan, hingga mau tak mau dia harus bertahan tanpa memasak."Kau tidak ada mengatakan larangan ini sebelumnya, Bian!" Stella kembali berkata dengan tatapannya yang menegas. "Kau tidak bisa melarangku melakukannya!"Bian berdecak, tampak tak senang dengan apa yang dilakukan oleh Stella. Bagaimana istrinya itu bisa berkata tegas padanya, membuatnya merasa kalau dia tak dihargai. Ck, Bian ingat kalau diapun tak pernah menghargai Stella, lantas bagaimana dia bisa dihargai balik?"Kau dengarkan aku." Bian berkata datar membuat Stella mengerutkan dahinya menunggu. "Kau tidak bisa bertemu dengan pria itu karena kau sedang dalam fase melakukan perjanjian denganku. Siapa yang bisa menduga kalau akan bermain jahat de
Bian berangkat ke kantor setelah makan bersama dengan suasana dingin bersama Stella. Pada awalnya dia dan wanita itu mana pernah dekat dan tak pernah makan dalam suasana hangat, ditambah lagi dengan apa yang Bian lakukan dan Bian katakan padanya untuk tidak mendekati pria itu, tentu saja Stella marah dan semakin tak bisa dikendalikan.Hal yang membuat Bian yakin kalau pria itu memang pacar dari Stella. Kalau bukan pacarnya, wanita itu mana mungkin akan semarah dan sekesal tadi pagi, bukan? Bian sangat yakin kalau hati Stella ada dengan pria itu, makanya dia tidak terima dilarang bertemu."Cih! Kenapa aku harus memikirkan Stella terus-terusan!" Bian menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi, melepaskan berkas yang dipegangnya dan memejamkan mata. "Benar, wanita benar-benar penyihir. Hanya beberapa hari aku memiliki percakapan lebih panjang dengannya dan baru sekali aku bercinta dengannya tapi dia sudah membuatku seperti ini. Stella ... kau benar-benar penuh tipuan!"Bian menggeram kesal
Sepanjang siang menjelang sore, Stella diam di ruangannya sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar saat mendapati pesan dari Bian. Pria itu tiba-tiba mengatakan kalau dia ada di depan dan meminta agar Stella keluar."Kenapa kau datang kesini?" tanya Stella dengan tatapan serius.Pria itu duduk di atas kap mobil mewahnya, terlihat begitu arogan dengan tangan bersedekap dan jas yang membungkus tubuhnya.Dia menatap Stella dengan tetapan datar yang terlihat begitu arogan, membuat Stella menatapnya tak kalah datar dan malas. Dua suami istri itu memang tak pernah akur selama ini, mereka bahkan tidak pernah saling bicara jika bukan hal penting yang harus mereka bahas. "Kau sudah melanggar perjanjian yang sudah kukatakan." Stella menaikkan alisnya mendengar itu. "Apa? Aku tidak merasa melakukan sesuatu dan perjanjian kita hanya sekedar aku dan kau bercinta, lalu aku melahirkan anakmu, setelahnya aku pergi. Apalagi perjanjian yang sudah kulanggar?" tanyanya sambil berkacak pinggang.Pria
"Dia tidak pulang?" Bian mengerutkan dahinya saat melihat rumahnya kosong.Begitu dia pulang, dia sama sekali tak menemukan Stella. Dia tampak menghela napas, lalu membuka dasinya dan duduk di sana sendirian. Biasanya juga dia akan tinggal sendirian dan enggan untuk ada orang lain disini, karena bagaimanapun juga dia sudah lama menyendiri. Hanya saja, kemarin dia dan Stella membuat janji kalau mereka akan tidur dan tinggal bersama, kenapa sekarang wanita itu mengabaikan perjanjiannya?"Benar-benar wanita yang merepotkan," gumamnya lalu mengeluarkan ponsel. Dia harus menghubungi wanita itu agar dia pulang, Bian tidak mau tantenya malah tahu tentang hubungannya dan Stella yang masih belum membaik. Tantenya itu bisa melaporkan hal ini pada ibunya dan membuat semuanya kacau. "Kau dimana? Kenapa tidak pulang?" tanya Bian begitu panggilannya tersambung.Stella menghela napasnya dalam-dalam lalu menjawab datar. "Di cafe, malam ini aku akan tidur di sini. Terlalu melelahkan kalau aku pulang
"Pulang!"Stella mengerutkan dahinya membaca pesan itu, dia baru saja bangun tidur dan Bian langsung mengirimkan pesan aneh begini."Hari ini Mama datang untuk melihat kita jadi kau harus pulang pagi-pagi sekali. Jangan sampai Mama tahu kalau kau tidak tidur di rumah malam ini. Mama akan datang pagi ini."Stella yang baru bangun langsung bangkit membaca pesan selanjutnya yang dikirim oleh Bian padanya. Dia sungguh tidak menduga kalau ibu mertuanya akan datang, akan berbahaya kalau Calista tahu dia tidak ada di rumah sementara Bian sudah menyetujui permintaan ibunya itu."Aku akan segera pulang."Stella hanya mencuci wajahnya saja dan tidak sempat mandi, dia mengirimkan pesan pada Lyra untuk datang dan membuka cafe mereka tanpa kehadirannya karena dia akan segera pergi ke rumah. Dia memesan taksi setelahnya, lalu bergegas pulang ke rumah.Dia takut ibu mertuanya duluan datang, itu hanya akan menjadi masalah. Sementara dia tidak punya mobil atau kendaraan apapun untuk menuju pulang sehi
Stella menelan ludahnya sendiri setelah beberapa saat, sementara itu Bian baru saja melepaskannya dan menetralkan napas di sebelahnya.Berbaring membelakanginya, Stella menggenggam selimut dengan erat lalu menghela napas. "Kenapa kau harus lakukan lagi?" tanya Stella dengan suaranya yang gemetar. "Ini melanggar perjanjian."Bian menatap punggung Stella dengan tetapan santai, lalu menghela napas dan tersenyum. "Tarik saja kata-kata yang kuucapkan tentang itu, aku tidak pernah menuliskannya dalam perjanjian tapi aku pernah mengucapkannya. Jadi, aku bebas mau bercinta kapan saja denganmu," ucapnya santai membuat Stella menghela napas dalam dan memejamkan matanya."Bunuh saja aku sekalian, kau menggenggam semua kehidupanku." Bian tak mengatakan apapun, dia bergerak, menyentuh lengan Stella yang ada di balik selimut."Kau akan segera hamil kalau kita rutin melakukannya, anggap saja aku membantumu." Bian berkata santai. "Segera bersihkan diri karena mungkin sebentar lagi Mama akan datang.
Stella terbangun saat mendengar suara. Nyatanya dia tertidur setelah pembicaraan dengan Bian tadi, hingga saat dia melihat jam nyatanya sudah hampir pukul 11.00 siang.Bangkit perlahan dari sana, dia menatap kamarnya yang kosong dan hanya ada Bian yang baru masuk ke dalam kamar ganti."Kenapa aku bisa tidur? Rasanya mengantuk dan lelah sekali." Stella menguap dan bersandar di headboard.Dia memijat dahinya yang terasa pusing karena barusan terbangun. Tak lama kemudian dia menemukan Bian yang sudah berjalan mendekatinya dalam membuka lagi nakas dan menatapnya dengan wajah santai. "Maaf aku ketiduran," balasnya lalu menguap pelan. "Apakah mama sudah pulang?""Belum, Mama mengatakan mau menginap di sini beberapa hari. Kenapa sangat sibuk sekali ingin mamaku cepat pulang? Mama tinggal di rumahku bukan di rumahmu." Bian berkata dengan wajahnya yang terlihat datar membuat Stella menghela napas dan tersenyum."Bukan itu maksudku, aku hanya bertanya karena niatnya siang ini aku ingin memasak
"Mama senang sekali melihat kalian bersama-sama seperti ini dan hidup dengan rukun. Ke depannya saat Mama datang Mama sangat ingin kamu sudah hamil, Stella," ucap Calista dengan wajahnya yang sangat keibuan. "Lalu saat Mama datang lagi kamu sedang melahirkan. Agar kehidupan Mama semakin berwarna."Stella dan Bian tersenyum mendengar ucapan Calista yang penuh harap itu. Setelah beberapa hari menginap di sini, Calista akhirnya memutuskan pulang karena dia merasa sangat senang hidup dengan menantu dan putranya tapi dia tetap punya rumah yang harus dia jaga. Dia tidak boleh sering-sering berada di rumah ini atau nanti akan mengganggu Bian dan Stella dalam fase pendekatan yang sedang mereka lakukan. "Mama hati-hati nanti, cepat atau lambat kalau memang Tuhan sudah mengatakan aku harus ambil maka pasti aku akan hamil. Nanti Mama bisa menjaga cucu dengan baik dan tidak akan ada yang bisa melarang Mama melakukannya." Bian berkata membuat Stella tersenyum dan diam-diam menahan sakitnya. Dia