Anna terdiam. Dia tidak berani bicara meski hanya sepatah kata semenjak kejadian tadi di ruang ganti Kai. Sejujurnya Anna malu karena tak sengaja memuji ketampanan pria itu.Mereka sudah berada di meja makan, tapi tidak ada aktivitas sarapan sama sekali, sampai Anna mendengar suara dehaman dari Kai.“Siapa yang masak?” tanya Kai karena penampilan makanan yang dihidangkan tampak asing.Anna langsung tersadar, lalu menjawab, “Aku, karena merasa jika Anda sesekali harus merasakan masakanku.”Kai menatap makanan di meja dengan agak ragu. Dia lalu melirik Anna yang masih menatapnya dengan senyum bodoh di wajah.Kai membuka piring, saat akan mengambil lauk, Anna dengan sigap mengambilkan.“Cobalah, jika tak sesuai dengan lidah Anda, nanti aku akan belajar lagi,” ucap Anna penuh semangat.Kai merasa ada yang aneh. Dia meletakkan alat makan, lalu menyangga dagu dengan punggung tangan, di mana kedua sikunya bertumpu di meja.“Kamu menginginkan sesuatu?” tanya Kai menebak.Anna langsung menatap
Anna membuatkan kopi untuk Kai, lalu meletakkan di meja.“Aku harus melakukan apa lagi?” tanya Anna bingung.Kai memandang pada Anna. Dia berpikir, lalu menjawab, “Urutkan berkas ini berdasarkan tanggalnya.”Kai menepuk tumpukan stopmap di mejanya.Anna memandang tumpukan berkas itu. Dia segera mengambil semuanya untuk dipindah ke meja tamu, agar bisa segera menyusun seperti yang Kai katakan.Anna duduk di sofa itu, lalu mulai memilah berkas sesuai dengan yang Kai perintahkan.Kai melirik pada Anna yang sedang fokus memilah berkas. Wanita itu terlihat sangat serius, sampai membuat Kai tak melepas pandangan dari Anna.Anna sedang memilah, lalu tanpa sadar menoleh pada Kai. Saat itu Anna menyadari kalau Kai menatap padanya. “Anda membutuhkan yang lain?” tanya Anna.Kai terkesiap. Dia langsung berdeham.“Tidak, aku hanya ingin memastikan kamu tidak salah pilah,” ucap Kai salah tingkah.“Oh, kalau hanya memilah begini, aku bisa. Gimana-gimana juga dulu aku sekolah di jurusan akutansi,” u
Kai dan Anna langsung pergi setelah makan siang. Sepanjang makan, Anna hanya diam apalagi Rachel terus mengajak bicara Kai seperti mereka memang sangat akrab. Hal itu membuat Anna tidak nyaman, dia merasa seperti menjadi orang ketiga di antara Kai dan Rachel.“Siapa yang menyuruhmu menyebut sebagai asisten?”Anna terkejut mendengar pertanyaan Kai. Dia menoleh pada Kai yang duduk di sampingnya.“Aku memang asisten Anda, kan? Lagi pula, Anda menikah hanya untuk membantuku, jadi kurasa pernikahan ini tidak perlu dipublikasikan, jangan sampai orang-orang berpandangan buruk tentang Anda,” ucap Anna menjelaskan.Kai menatap pada Anna. Tatapan matanya berbeda, seperti ada rasa kesal dan marah.Anna takut, tapi tidak berani bicara lagi. Dia akhirnya diam menunduk dan Kai pun tidak bicara lagi.Setelah makan siang, Kai tidak bicara lagi pada Anna. Bahkan Anna sampai bingung karena selama di ruang kerja, Kai tidak memerintahnya atau yang lain, membuat Anna hanya bisa melakukan kesibukan seperti
“Ada apa sampai kamu ikut pulang ke apartemenku?” tanya Queen seraya menyajikan secangkir kopi untuk sang kakak.Kai tidak menjawab. Dia memilih mencicipi kopi yang baru saja disajikan.Queen memperhatikan sikap sang kakak, lalu berkata, “Apa kamu ke sini karena sedang marah pada istrimu? Kamu tidak mungkin ke sini jika tak ada masalah apa pun.”Queen mencoba menebak karena tahu kebiasaan sang kakak.“Tidak ada,” jawab Kai seraya meletakkan cangkir kembali di meja.“Tidak ada tapi kenapa ke sini?” Queen mencebik kesal pada Kai.“Kalian bertengkar?” tanya Queen tetap memaksa ingin tahu.Kai menghela napas kasar seraya melirik pada Queen, lalu menyandarkan punggungnya.“Aku hanya tidak senang karena dia tidak mengakuiku sebagai suami,” ucap Kai.Queen langsung mengerutkan alis.“Tunggu!” Queen mencoba mencerna yang terjadi.“Kamu sendiri yang bilang kalau kalian menikah kontrak. Bahkan kamu masih menyembunyikannya dari Mami dan Papi. Ya, wajar misal dia pun menyembunyikan statusnya dari
Kai sangat syok melihat Anna berpakaian seksi ada di atas ranjangnya. Dia bergeming di tempatnya.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Kai.Anna turun dari ranjang. Dia sudah memakai baju tidur berbahan tipis yang tersedia di kamarnya, lalu menggunakannya untuk menggoda Kai.Anna sebenarnya tidak yakin Kai akan pulang malam ini, dia merasa beruntung karena pria itu pulang.Anna berjalan menghampiri Kai, lalu berdiri berhadapan dengan pria itu.“Aku hanya mau menyelesaikan urusan kita,” ucap Anna.Kai mengerutkan dahi. Penampilan Anna sangat berbeda, bahkan aroma parfum tercium begitu kuat di indera penciumannya. Apa Anna menggodanya? Apa dia benar-benar ahli dalam hal ini? Dan, mungkinkah tebakan Queen benar. Tidak, Kai yakin ada penjelasan dari sikap Anna.Anna mengulurkan tangan, lalu menyentuh tepian jas Kai.“Anda bilang butuh anak dariku, kan? Jika begitu, kita harus tidur bersama, kan? Jika Anda saja tidak pernah menyentuhku bagaimana bisa aku memberi anak untuk Anda dan istri
Keesokan harinya. Anna sibuk di ruang makan menyiapkan sarapan untuk Kai. Dia bersikap seperti biasa seolah tidak terjadi sesuatu sama sekali malam tadi.Kai melihat Anna yang baru saja selesai menyajikan hidangan di meja. Dia tidak bicara dan memilih segera duduk di kursinya.Sama halnya dengan Kai, Anna juga tidak bicara atau bertanya, sehingga keduanya sama-sama diam dan membuat ruang makan itu terasa begitu hening dan dingin, hanya ada suara sendok dan garpu beradu dengan piring.Anna berpakaian rapi. Dia tetap akan bekerja seperti biasa meski masih kesal pada sikap Kai semalam.Kai hanya melirik pada Anna yang sedang sarapan dengan tenang. Dia tidak berkata apa-apa dan memilih segera menghabiskan secangkir kopi buatan Anna.Setelah sarapan, mereka pergi ke perusahaan. Keduanya masih saja diam, selama dalam perjalanan menuju perusahaan, tidak ada sepatah kata pun yang mereka keluarga dari bibir.“Selamat pagi, Pak.” Tian menyapa Kai.Namun, ada yang aneh. Tian menyadari kalau Kai
“Ada apa dengan kakimu?” tanya Kai seraya menatap Anna yang merapat di dinding.Anna dan Kai berada di lift menuju lantai tempat ruangan Kai berada.Anna memilih diam. Dia masih marah karena kejadian semalam. Sejujurnya, semua ini masih mengganjal di pikiran Anna, dia tidak mengerti dengan keinginan Kai. Jika ingin anak darinya, kenapa tidak mau menyentuhnya. Lalu, mau hamil dari mana dia?“Kamu berani tak menjawab pertanyaanku?” Kai menatap tak senang.Anna melihat tatapan Kai, tapi dia tidak peduli. Dia tetap diam seraya menjaga jarak dari pria itu.Saat pintu lift terbuka di lantai ruangan Kai berada, Anna terkejut karena Kai langsung menarik tangannya untuk mengajak keluar dari lift.“Aku bisa jalan sendiri,” ucap Anna hendak melepas tangannya dari Kai.Namun, Kai tidak melepas dan masih menggandeng tangan Anna menuju ruangannya.Anna panik dan cemas jika ada yang melihat, tapi untungnya tidak ada staff yang melihat karena kebanyakan staff masih beristirahat.Saat sampai di ruanga
Anna pergi ke alamat yang Mila kirimkan. Dia baru saja turun dari taksi, lalu berjalan ke arah Mila yang duduk di salah satu bangku taman.Anna menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan. Dia mencoba bersikap tenang untuk menghadapi kemauan ibu tirinya itu.“Ibu mau apa?” tanya Anna saat sudah berhadapan dengan Mila.Mila berdiri ketika melihat Anna. Tatapan mata wanita menunjukkan rasa tak senang sama sekali. Dia lantas memindai penampilan Anna, Mila yakin kalau pakaian yang melekat di tubuh Anna semuanya bermerk.“Kamu ini memang tidak tahu diri, ya! Kamu kabur setelah apa yang kami lakukan untuk ayahmu. Kamu menelantarkan kami yang sudah merawat ayahmu yang sakit-sakitan. Memang ya, benar kata orang, merawat anak orang lain memang balasannya kek gini, tidak tahu diri!” amuk Mila dengan begitu emosi.“Seharusnya kamu tuh bersyukur masih punya kami. Kamu tidak sebatang kara, ada yang bisa kamu akui sebagai keluarga. Tapi lihat sekarang, kamu sudah hidup enak, makanya tidak
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati