Mereka akhirnya tidur di sofa saling berpelukan tanpa sehelai benang pun menutupi mereka. Sekarang Rachel bisa mengerti mengapa Nicholas begitu enggan untuk jatuh cinta, trauma masa kecilnya tidak pernah hilang dari kepalanya. Malam itu mereka tidur sangat nyenyak seolah-olah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan di dunia ini.Keesokan paginya,Rachel menyipitkan mata pada sinar matahari yang masuk melalui celah di tirai, dia melirik ke sampingnya, Nicholas tidak ada di sana. Dia terhuyung-huyung ke kamarnya dengan hanya selimut menutupi dirinya. Dia pikir mungkin Nicholas sedang bersiap-siap untuk bekerja di kamarnya, tetapi ketika dia menaiki tangga, dia melihat Nicholas berdiri di depan dinding kaca berbicara di telepon, tampak rapi dalam pakaian olahraga keren di tubuh atletisnya.Mata mereka bertemu, Rachel dengan canggung meringis dan berjalan ke kamarnya. Lagipula, dia belum terbiasa dengan situasi ini. Bercinta dan menjalani kehidupan profesional tanpa cinta sepertinya bukan
"Yeah..." Rachel mendengar dirinya mengucapkan kata itu. Wajah Nicholas menjadi sangat pucat, matanya melebar, dia menatap Rachel dengan ekspresi terkejut. Melihat reaksi Nicholas, Rachel langsung tertawa sambil melambaikan tangannya, "Aku hanya bercanda! Ya Tuhan, lihat wajahmu! Seolah-olah dicintai oleh wanita sepertiku adalah nasib buruk atau semacamnya!" katanya dengan seringai di wajahnya.Nicholas menghela napas lega, "Itu sama sekali tidak lucu!" bentaknya sambil masuk ke dalam untuk mengambil kunci mobil.Rachel menghela nafas, hanya mendengar Nicholas mengatakan itu membuat dadanya sesak. Penolakan memang berat dan menyakitkan, namun ditolak oleh orang yang akan bersamanya selama dua tahun ke depan terasa jauh lebih menyakitkan. Ketika Nicholas muncul dengan kunci mobil di tangannya, Rachel memasang wajah ceria lagi.Tanpa berbicara satu sama lain mereka berjalan beriringan menuju area parkir VVIP.Sampai akhirnya Rachel kehilangan kesabarannya,"Apakah kau harus terus menunj
Lucy tergagap, "Ya, um tentu saja! Maksudku, topik tentang Nicholas dan Julia sedang hangat di kalangan alumni Stanford, kau lupa Joe adalah alumni perguruan tinggi itu!" jawabnya, Joe adalah kakak laki-laki Lucy. Rachel menganggukkan kepalanya, mencoba memercayai jawaban teman sekamarnya."Jadi apa yang Julia lakukan? Kenapa dia tiba-tiba muncul?" tanya Lucy, alisnya berkerut curiga. Rachel menarik napas dalam-dalam dan menceritakan bagaimana dia pertama kali mengetahui kehadiran Julia di kantor Nicholas."Astaga, wanita itu sangat tidak tahu malu! Dia muncul di kantor Nicholas dan menolak pulang sebelum dia berhasil bertemu dengannya? Dasar jalang!" Lucy menjadi sangat marah.Rachel menyipitkan matanya,"Kau terdengar lebih marah dariku..." dia masih tidak bisa menghilangkan kecurigaan terhadap Lucy dari kepalanya.Lucy terkekeh, "Bagaimana mungkin aku tidak marah! Wanita itu mengganggumu! Dia seharusnya tidak melakukan itu! Apa dia lupa apa yang dia lakukan pada Nicholas sebelumnya
"Apakah kau akan lari dariku lagi?" kata Trey Cole, wajahnya langsung berubah menjadi muram seketika. Rachel berdeham, "Trey, aku sudah bertunangan dan akan menikah! Bukannya aku tidak ingin bicara denganmu, hanya saja, kau tahu..." dia kehilangan kata-kata."Semua orang di New York tahu bahwa kalian berdua adalah pasangan palsu! Maksudku lihatlah dirimu! Kau di sini sementara tunanganmu yang tersayang sedang merawat mantan pacarnya dengan penuh cinta? Apakah itu masuk akal?!" oceh Trey terengah-engah. Rahang Rachel mengeras, "Kami memang tidak sengaja menabraknya! Itu sebabnya tunanganku merawatnya!" dia berteriak, menyebabkan semua orang menoleh padanya."Benarkah? Kalau aku jadi dia, aku akan menyuruh pengawalku untuk menjaga mantanku karena aku terlalu takut kehilanganmu..." ucapnya serius. Tangannya meraih Rachel dan menggenggamnya erat-erat, "Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian berdua tapi ini benar-benar bukan solusi Rach, kau tidak bisa menghabiskan sisa hidupmu d
Rachel cukup terkejut ketika melihat Nicholas menekan tombol merah, menolak panggilan Julia. “Ayo masuk!” kata Nicholas sambil meraih tangan Rachel, yang tidak lagi tersanjung dengan perlakuannya karena dia tahu alasan di balik sikap manisnya. Mereka berjalan masuk ke dalam gedung diiringi suara jepretan kamera paparazzi.Sesampainya di lobi apartemen mereka dikejutkan dengan kemunculan orang tua Rachel yang tiba-tiba saja sudah ada disana."Mom? Dad?" Rachel sangat terkejut melihat orang tuanya menunggu di lobi dengan sekeranjang buah di tangan mereka."Rachel! Nico! Anak-anakku..." seru Mom sambil merentangkan tangannya untuk memeluk Rachel dengan hangat, sementara di sampingnya, Dad sibuk menyapa Nicholas yang sama terkejutnya dengan Rachel."Kapan kalian datang?" tanya Rachel mencoba menutupi kegugupannya dengan senyuman lebar di wajahnya, bukan hanya kegugupannya tapi juga kecanggungan atas masalah yang terjadi antara dia dan Mom baru-baru ini.Ia menyeringai, menggaruk bagian be
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nicholas kaku, sementara Rachel di sebelahnya berusaha menghindari tatapan orang tuanya. Di depan mereka, Julia tersenyum lemah di kursi rodanya.“Hanya ingin mengunjungi kalian, bukankah itu yang biasanya dilakukan seorang teman?” dia menjawab dengan ringan seolah-olah mereka memang teman dekat."Um, Julia, bukannya kami bermaksud kasar, tapi kami sedang di tengah-tengah diskusi keluarga, sebaiknya kau kembali lagi lain kali," kata Rachel dengan senyum palsu di wajahnya."Rachel sayang!" tegur ibu Rachel sambil menatap kursi roda Julia dengan matanya, mungkin dia bermaksud menyuruh Rachel untuk tidak mengusir Julia karena dia pasti kesulitan dengan kursi rodanya.Nicholas menarik napas dalam-dalam, dia ingin bereaksi tetapi kehadiran orang tua Rachel menghentikannya dan Rachel tahu itu sehingga dia memilih untuk membuat segalanya lebih mudah."Well, baiklah! Kamu bisa bergabung dengan kami," katanya berusaha terdengar ramah dan ceria."Sebaiknya
Orang tua Rachel menoleh ke arah Rachel dengan bingung, bertanya-tanya apakah putri mereka tahu tentang masa kecil Nichiolas yang kelam yang baru saja disebutkan Julia. Rachel menggelengkan kepalanya, menyuruh mereka untuk tidak mengatakan apa-apa."Aku tidak peduli tentang itu, lakukan apa pun yang ingin kau lakukan," kata Nicholas, menatap Julia dengan tatapan dingin. Dia melemparkan celemeknya ke meja dapur dan menoleh ke Rachel, "Rach, kau bisa membawa orang tuamu ke Cafe di lantai bawah, mereka menyajikan makanan lezat.Tuan Clarke, Nyonya Clarke, aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini, aku harus pergi sekarang," kata Nicholas sambil berjalan cepat ke pintu, membuat mereka semua terperangah.Rachel memejamkan matanya lalu menghela napas berat,"Kau benar-benar menyebalkan!" bentaknya, mengalihkan pandangannya ke Julia yang menggigit bibirnya, berpikir.Tak lama, Ralph, pengawal Nicholas muncul dan menarik kursi roda Julia ke pintu membuat Julia marah dalam sekejap, "Apa yang kau
Rachel tidak bisa memejamkan matanya malam itu, dalam tiga hari dia akan menikahi Nicholas tetapi masalah Julia benar-benar mengganggu mereka. Bagaimana jika Julia benar-benar membuka mulutnya? Semuanya akan menjadi sangat berantakan! Dia harus memohon kepada Julia untuk tidak mengatakan apa-apa, tapi dia tahu Julia tidak akan mendengarkan karena dia sangat cemburu padanya. Ia menegakkan punggungnya, mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tidak mengerti dirinya sendiri yang terlalu sibuk memikirkan Nicholas, bukankah dia sudah bertindak terlalu jauh?Dia melompat turun dari tempat tidur, membuka pintu kamar, dan turun ke dapur, mungkin segelas susu hangat akan membantunya tidur. Saat itu jam digital di atas meja menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dia bersandar di lemari es, menunggu microwave berdenting ketika tiba-tiba Nicholas muncul di depannya. Nicholas tampak sama sepertinya, sepenuhnya terjaga, tidak ada tanda-tanda bahwa dia telah tidur sebelumnya."Apa yang sedang kau lakukan?"