Betapa beruntungnya seorang Keisya tatkala mendapatkan perlakuan istimewa dari seorang Indra—-suaminya sendiri. Seharusnya Keisya yang berdiri di bawah terik mentari di tengah lapang sembari tangan kanan diangkat ke atas memberikan penghormatan. Akan tetapi, Indra menggantikan posisi Keisya dan pemuda itu memohon supaya sang istri dapat mengikuti mata kuliahnya meski terlambat beberapa menit. Ah, jika melihat kejadian seperti ini seketika Keisya teringat akan masa SMA-nya dulu. Segala upaya telah dilakukan oleh Indra. Alhasil, dosen setengah baik itu pun mengabulkan permintaan Indra dan dengan berat hati Keisya memasuki kelas bersama sahabatnya—Madina Andini. "Kamu semenjak masuk aku lihat murung terus, Kei. Ada apa?" Madina menuliskan sesuatu di sebuah kertas kecil, kemudian dilipat dan ia lemparkan ke meja sahabatnya. Keisya.Sekali hingga ketiga kalinya Madina tidak mendapatkan tanggapan, Keisya tampak melamun dan sepertinya gadis itu tengah memikirkan sesuatu sampai-sampai mata
Hanya pernah bertemu satu kali dan itu pun ketika di rumah saat Keisya tersadar dari pingsannya sebelum memutuskan pergi ke rumah kedua orang tuanya. Siang ini wanita itu—-wanita yang Keisya ketahui 'katanya itu pun' mantan kekasih suaminya tiba-tiba datang dan mengungkapkan ke semua orang jika Keisya dan Indra telah resmi menikah. Namun, bukan itu yang menjadi permasalahannya sekarang. Wanita yang tak lain adalah Jessica seenak jidatnya mendekati suami orang bahkan tak malu-malu mengecup pipi Indra tatkala Indra masih menjalani hukuman di mana pemuda itu menggantikan istrinya. 'Ya Allah. Betapa perihnya hati Kei lihat suami sendiri dipeluk, dicium sama wanita lain. Dia padahal udah Kak Indra putusin, tapi kenapa harus banget dekati Kak Indra lagi? Apa maunya? Haruskah Keisya dekati mereka?' pikirnya dalam hati."Keisya!" panggil Madina.Bulir-bulir air mata membasahi pipinya, sudah ia mencoba supaya tak mengeluarkan air mata untuk seorang Indra. Namun, tidak ada yang bisa tahan 'mu
Sudah hampir sejam lebih Keisya meminta sang supir membawanya berkeliling melihat-lihat kota Jakarta. Alih-alih ingin melupakan kesedihan yang ia rasakan pasca penemuannya tadi siang, Keisya merasakan perutnya sedikit berbeda. Berusaha untuk tidak menimbulkan sesuatu yang dapat mengundang perhatian si supir, tetapi nyatanya rasa mual itu terus mengganggunya. "Neng hamil, ya?" Begitu pertanyaan sang supir, yang membuat bola mata Keisya membelalak.Ia tidak menjawab. Pandangannya tiba-tiba menoleh ke sisi kanan, menemukan sebuah taman yang mana terdapat sebuah danau kecil. Gegas Keisya meminta sang supir menghentikan laju kendaraannya dan menurunkan Keisya di sana. Ia merogoh uang senilai lima puluh ribu untuk diberikan kepada si supir.Tak ada kata lain selain ucapan terima kasih lantaran supir angkot itu sudah mau ia repotkan. Kini Keisya duduk di tepi danau tersebut sembari memandangi senja yang sebentar lagi datang dan rasa mual itu kembali terasa. 'Apa mual-mual gini karena Kei be
"Apa Kei cek aja ke dokter biar tahu hamil atau tidak?" tanya Keisya saat ia telah tiba bersama mami dan papinya."Nggak. Mami tahu cara lain untuk mengecek kamu hamil atau tidak, Sayang. Sebelum ke dokter, coba kamu pakai testpack dulu sana." Senja telah hilang dan malam datang menyapa. Sebenarnya jauh dalam lubuk hati Keisya, ia tengah berpikir tentang suaminya yang sengaja ia tinggal di kampus. Apakah Indra masih di sana dengan tetap berdiri dan memberi hormat? Ataukah dia justru pergi bersenang-senang dengan wanita itu? Huft, Keisya bahkan tidak tahu harus apa sekarang. Perihal suaminya ia hanya dapat menerka-nerka saja.Sedikit beruntung tadi sore di tepi jalan komplek perumahan sebelah ia bertemu dengan mami dan papinya. Beberapa jam lalu kondisi Keisya sudah tidak kuat lagi untuk berdiri dan hampir tidak sadarkan diri lantaran ia menahan mual yang terus saja dirasakan."Kamu lagi mikirin apa, Sayang?" tanya Geisya sembari mengusap puncak kepala putri kesayangannya. "Assalamua
Baik atau tidaknya kabar kehamilan ini yang jelas membuat suasana hati Keisya tidak menentu. Antara senang dan sedih juga risau bercampur menjadi satu. Keisya Shakira Jasmine—si manja, kekanak-kanakan ini ternyata mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa telah diberi titipan seorang janin di dalam rahimnya. Keisya aneh. Gadis itu malah menitikkan air matanya tatkala dua garis biru di benda kecil itu terlihat olehnya dan juga Indra—-sang suami. Indra yang berada di sampingnya pun merasa keheranan atas sang istri. "Kamu kok nangis, sih?" tanya Indra. "Harusnya seneng dong kalau sebentar lagi kamu bakal jadi seorang Bunda dan aku ayahnya. Iya, gak? Cocok, kan, kita? Kamu nggak usah manja lagi, belajar jadi perempuan dewasa!" Nadanya terdengar seperti peringatan.Indra keluar dari kamar mandi. Akan tetapi, samar-samar Keisya mendengar suara seseorang memanggil mami dan papinya. Ah, mungkin itu Indra. Pikirnya yang kemudian Keisya keluar memgikuti Indra. Namun, Keisya terduduk lemas di
Hingga malam tiba seluruh teman Keisya masih setia berada di rumah dan jangan salah. Betapa beruntungnya gadis manja itu memiliki teman seperti mereka. Ramah dan saling menyayangi satu sama lain. Keisya bak ratu dalam sehari, begitu pun dengan Bi Ani—pelayannya. Rumah yang sesungguhnya diberikan mertua Keisya teruntuk putra tercinta Indra dan dirinya teman-teman Keisya yang membersihkannya. Semua kinclong, bersih sempurna tidak ada debu sedikit pun dan pukul 19.00 WIB mereka baru menyelesaikan semuanya. Keisya yang merasa tak enak dengan dibantu Bi Ani pun menyiapkan sajian untuk bisa disantap malam ini. "Sayang! Boleh aku bantu, gak? Bosen aku ngerjain tugas kantor terus," ujar Indra, tiba-tiba datang dan sudah berada di depan meja dekat kompor. Madina dan yang lainnya mendengarkan percakapan antara Keisya dengan suaminya. Terlebih ketika Indra tiba-tiba saja memanggil Keisya dengan sebutan 'Sayang', mereka serempak mengerjai gadis itu sampai-sampai pipinya merah merona. "Cieee …
Tinggal seorang diri di rumah rasanya sungguh membosankan ditambah dalam kondisi hamil muda seperti ini. Melihat Indra—-sang suami tengah bersiap-siap pergi ke kantor, terbersit dalam benaknya untuk meminta suami tercinta mengajaknya. Namun, mengingat percaķapan semalam yang membuat sikap Indra sedikit berbeda pagi ini, Keisya tampak ragu memanggil Indra. Ia hanya duduk di tepi ranjang sembari mengelus perutnya, lalu pandangan matanya mengarah pada punggung suaminya. 'Kei pengen minta maaf soal semalam, tapi gimana caranya, ya? Malu rasanya,' gumamnya. Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan sang istri, Indra menoleh sesaat dan ia mengambil sesuatu dari dalam lemari. Pakaian bersih nan indah diberikan Indra kepada Keisya, tetapi anehnya pemuda itu memberi barang tanpa melihat ke arah Keisya. Istrinya sendiri. Apakah Indra masih marah terhadapnya, lalu untuk apa dia memberikan gaun indah lengkap dengan hijabnya sekarang? Sementara untuk hari ini tidak ada jadwal kuliah sama sekali. I
Walaupun untuk kedua kalinya mendapatkan sebuah pemandangan yang tak layak. Namun, hati Indah kini sudah mantap dengan tidak memiliki rasa cemburu maupun pikiran-pikiran negatif lainnya tentang sang suami seperti saat bersama Jessica tempo hari. Berat memang melihatnya. Akan tetapi, ia berusaha menghilangkan rasa cemburu tersebut meski sedikit ragu dan sulit. Senyuman serta canda tawa yang terjadi antara sang suami di ujung dekat tembok sana membuat Keisya seketika membayangkan kala dirinya telah benar-benar resmi menerima pernikahan ini, tidak ada lagi kata manja dan menyusahkan Indra juga penolakan-penolakan yang terkadang menjadikan Indra harus membujuknya untuk kembali ke rumah."Masya Allah cantiknya bidadari ini," ucap seorang pria dengan postur tubuh sedikit tinggi berpenampilan tak kalah keren dari suaminya, " … boleh kenalan gak, nih? Namanya siapa terus kamu mau ke sini ketemu siapa? Aku, ya?" lanjut orang tersebut sok percaya diri. Keisya menunduk. Gadis itu benar-benar m