Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa

Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa

last updateÚltima actualización : 2025-10-24
Por:  Stary DreamCompletado
Idioma: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 calificación. 1 reseña
33Capítulos
2.7Kvistas
Leer
Agregar a biblioteca

Compartir:  

Reportar
Resumen
Catálogo
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP

"Di kepalamu itu uang aja isinya!" Bentak Huda. "Cukup diam di rumah dan ngurus anak, ngerti?" "Mas..." Andara harap suaminya mengerti kesulitan dirinya. Uang itu dilempar oleh Huda ke belakang dan menjatuhkan harga diri Andara sebagai istri yang sudah tulus mengabdi kepadanya. Padahal sebagai istri, Andara sudah patuh dan rela berhenti bekerja demi mengurus anak mereka. Namun nasib memiliki suami pelit, Andara harus puas diberi nafkah hanya 200 ribu per bulan. Padahal pernikahan mereka sudah berjalan hampir 10 tahun. Tapi soal nafkah, Huda enggan menaikan pemberiannya. Apalagi beberapa tahun ke belakang Andara tak pernah lagi mengeluh soal nafkah. Diterima dan dicukupkannya saja pemberian suaminya sampai Huda merasakan perubahan yang besar pada diri Andara.. Perubahan yang membuat Huda menyesal selamanya..

Ver más

Capítulo 1

Bab 1

"Untuk bulan ini."

Seperti biasa di awal bulan. Di tahun pernikahan mereka yang sudah memasuki angka ke 10. Huda memberikan gajinya yang tersisa 200 ribu itu kepada istrinya, Andara. Seperti biasa juga Andara menerimanya dengan wajah datar. Tanpa keterkejutan maupun kesedihan. Dia bahkan tak lupa mengucapkan terima kasih.

"Makasih, mas."

"Listrik dan air sudah ku bayar. Spp Randa juga sudah ditransfer. Bulan depan Randa baru bisa pulang." Sambung Huda lagi.

Andara hanya mengangguk. Pernikahan keduanya menghasilkan satu orang putra bernama Randa yang berusia 8 tahun.

Namun, Randa terpisah dari orang tuanya karena harus bersekolah di pesantren. Padahal dia masih sekolah dasar, Huda menganggap sekolah itu sebagai madrasah terbaik Randa untuk menjadi calon pemimpin di masa depan.

Walau Andara berat hati melepas anaknya, tapi dia tak bisa mencegah. Tahu betul Andara bagaimana kerasnya watak suaminya itu. Jika dia sudah berkata A maka tidak akan pernah berubah jadi B.

"Sepulang kerja nanti aku mampir untuk beli sembako." Ucap Huda sembari memasang jasnya.

Andara pun mendekat untuk memasangkan dasi. Setelah rapi, barulah Huda pergi untuk bekerja.

Penampilannya yang selalu rapi dan wangi menunjukan daya tarik yang luar biasa. Apalagi usia Huda akan memasuki usia 40 tahun. Dimana pesona seorang pria terpancar diusianya tersebut.

Berbanding terbalik, Andara setia memakai daster lusuhnya. Dia sudah lupa kapan terakhir kali dia membeli gamis baru. Bahkan ketika lebaran saja, suaminya tak pernah memberikan uang lebih untuknya.

Perkataan Huda 8 tahun lalu sudah cukup menyakitkan hatinya.

"Kamu cuma tahu menghabiskan uang saja! Bajumu itu mahal, Dara!" Terngiang-ngiang kemarahan Huda waktu itu ditelinganya.

"Aku cuma minta 300 ribu aja, mas." Andara merengek minta dibelikan gamis baru.

"Mahal banget! Pakai baju yang ada aja! Jangan nyusahin aku." Ketus Huda yang membuat harapan Andara hancur berkeping-keping.

Setelah itu, Andara tak pernah lagi membeli baju baru. Dia tak berani meminta. Sadar akan dirinya yang tak menghasilkan uang.

Padahal dulu, Andara bekerja sebagai seorang sekretaris di perusahaan besar. Tapi dipaksa berhenti ketika Randa lahir.

"Aku berjanji akan mencukupkan kebutuhanmu." Ucap Huda saat itu.

"Tapi, mas.. aku mau kerja. Kasihan orang tuaku yang udah nyekolahin aku sampe sarjana kalau nggak kerja!"

"Kamu itu sudah menikah denganku, Dara. Aku yang lebih berhak mengaturmu."

"Tapi nanti kiriman perbulan untuk orang tuaku gimana kalau nggak kerja? Terus skincare ku?" Tanya Andara bersusah hati.

"Aku yang akan menanggung semuanya. Pokoknya fokus kamu merawat anak aja."

Kalau Huda sudah berkata demikian, maka Andara akan manut dan mematuhinya.

Namun sayang, ucapan itu hanya terealisasi dalam beberapa bulan saja. Tekanan dari orang tua Huda yang menyuruhnya membeli rumah dan mobil sendiri. Juga kebutuhan adik kandungnya sendiri melupakan janjinya yang harus mengirimkan uang per bulan untuk orang tua istrinya.

"Papa mama mu itu orang berada, Dara!"

"Apa kamu lupa papa sudah pensiun, mas! Sebagai anak aku wajib membantu." Ucap Andara kala itu.

"Kamu nggak wajib menafkahi orang tuamu."

"Tapi setidaknya aku mau membalas jasa orang tuaku.."

"Bisa nggak sekali aja kamu nggak membantah ucapanku? Aku ini suamimu, Dara!" Tegas Huda yang membuat Andara terdiam.

Inilah sifat asli suaminya. Terlihat tegas tapi begitu keras sebenarnya. Tak pernah mau diajak berdiskusi. Baginya, apapun yang diucapkan olehnya adalah kebenaran. Keputusannya adalah mutlak. Percuma jika Andara merajuk atau menangis, itu tidak akan merubah keadaan. Dan semua sikap itu baru diketahui Andara ketika mereka menikah.

Dua tahun setelah menikah, Andara merasa kebutuhan rumah tangga mulai bertambah semenjak kehadiran Randa. Apalagi dirinya ini tidak bekerja. Jelas Andara menggantungkan dirinya pada Huda.

"Minta uang terus kamu ini bisanya! Awal bulan kemarin kan sudah ku kasih?" Huda sampai melotot tajam.

"Iya. Tapi diapers Randa sudah habis. Aku cuma minta 100 ribu aja, mas.." ucap Andara mencoba bersabar.

"Cuma minta 100 ribu katamu?" Lengking Huda meninggi. "Aku pontang panting kerja diluar, Andra. Berpeluh keringat dan terkadang terlambat makan. Tapi kamu bilang cuma 100 ribu. Enak banget kamu bicara!"

Melihat kemarahan suaminya, Andara terdiam dan gemetaran. Padahal ketika dia masih menjadi anak milik orang tuanya, tak pernah sekalipun dia dihardik ketika meminta uang.

Begitu juga ketika dia bekerja, dia bebas menggunakan uangnya begitu saja. Namun sekarang, Andara bagai pengemis di suaminya sendiri. Bahkan harus dibentak, dimarah hingga dihina dulu ia baru mendapatkan haknya. Apalagi mertuanya, ibunya Huda sering kali ikut campur urusan rumah tangga mereka.

"Kalian harus hemat. Lihatlah Hendra sepupumu itu, Da. Sekarang sudah punya rumah sendiri, punya mobil besar. Nah, kalian kapan?" Yanti memberi nasihat ketika dia berkunjung ke rumah sewa anaknya.

"Beda dong, bu. Hendra itu kan kerja di perusahaan. Gajinya besar."

"Terus bedanya denganmu apa? Kamu juga bekerja di perusahaan besar, kan? Kenapa nggak bisa nabung?" Yanti lalu berbisik di belakang menantunya. "Gaji itu jangan semuanya di kasih sama istri. Kamu yang harus pandai mengatur keuangan. Kalau semua diberikan padanya, yang ada dia boros dan nggak mikirin betapa beratnya kamu kerja diluar."

Ucapan Yanti itulah yang mempengaruhi anaknya. Sejak saat itu, Huda tak lagi memberikan semua gajinya pada Andara. Dia menyisakan untuk makan sehari-hari saja.

"Masa cuma 200 ribu mas.. ini cuma bertahan untuk tiga hari.." Andara mengeluh.

"Tiga hari 200 ribu? Astaga, Dara. Boros sekali kamu ini! Pantas saja gajiku cepat habis! Duh, benar keputuskanku kalau begitu. Seluruh gajiku sekarang aku yang pegang. Urusan listrik, air, sembako dan lainnya biar aku yang mengatur. Kamu cukupkan itu membeli sayur saja!"

Menurut Huda uang segitu cukup untuk satu bulan. Namun kenyataannya berbeda. Andara harus bertarung dengan kenaikan harga pasar. Kalau sudah begitu, Huda mana mau mengerti. Dia terus mangatakan jika Andara yang tak pandai mengatur keuangan.

"Kamu ini! Orang lain aja bisa masa kamu nggak bisa!" Gerutu Huda.

"Orang lain mana yang bisa mengatur uang 200 ribu sebulan, mas? Apalagi kita hidup di kota." Seru Andara tak mau kalah.

"Kamu mikir nggak ada orang lain yang kehidupannya lebih sulit dari kita? Syukuri pemberianku itu."

"Aku mensyukurinya, mas. Tapi apa kamu mau cuma makan tahu tempe tiap hari?"

"Nggak masalah!" Sahut Huda enteng. Asalkan Andara tidak merengek meminta tambahan uang lagi.

"Tapi, mas.. aku juga butuh uang untuk beli skincare.. beli pulsa." Rengek Andara.

"Oh.. jadi minta uang untuk beli sayur itu cuma akal-akalan kamu aja, ya? Mikir, Dara. Skincare mu aja hampir setengah juta! Belum lagi pulsamu! Pantas saja gajiku cepet habis ditanganmu. Kamu gunakan untuk hal yang nggak penting begitu!"

"Tapi, mas.."

"Nggak usah membantah terus! Tahunya cuma melawan suami aja kamu ini!"

"Kalau begitu, aku minta izin bekerja lagi saja.." pinta Andara setengah memelas.

"Tidak boleh! Kalau kamu kerja siapa yang akan mengurus Randa."

"Kita bisa sewa pengasuh atau menitipkannya ke ibumu. Nggak masalah, kan?"

Huda berdecak kesal dan menoyor kepala istrinya.

"Di kepalamu itu uang aja isinya!" Bentak Huda. "Cukup diam di rumah dan ngurus anak, ngerti?"

"Mas..." Andara harap suaminya mengerti kesulitan dirinya.

Huda yang kesal berbalik dan menuju pintu depan. Sebelum itu, dia membuka dompetnya dan membuang uang itu ke arah belakang.

"Ambil itu!" Teriaknya sebelum benar-benar keluar dari rumah.

Andara menatap sedih uang yang jatuh berserakan di lantai karena dilempar oleh suaminya.

Expandir
Siguiente capítulo
Descargar

Último capítulo

Más capítulos

A los lectores

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comentarios

user avatar
Ikke Kodilla
enak2 ceritanya ka thor 1 ini selalu singkat jelas padat ga bertele2 walaupun up cuman 1 bab perharinya tapi bener2 puas maksih ka thor selalu memberi cerita2 yg menarik
2025-10-24 18:00:27
1
33 Capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status