"Di kepalamu itu uang aja isinya!" Bentak Huda. "Cukup diam di rumah dan ngurus anak, ngerti?" "Mas..." Andara harap suaminya mengerti kesulitan dirinya. Uang itu dilempar oleh Huda ke belakang dan menjatuhkan harga diri Andara sebagai istri yang sudah tulus mengabdi kepadanya. Padahal sebagai istri, Andara sudah patuh dan rela berhenti bekerja demi mengurus anak mereka. Namun nasib memiliki suami pelit, Andara harus puas diberi nafkah hanya 200 ribu per bulan. Padahal pernikahan mereka sudah berjalan hampir 10 tahun. Tapi soal nafkah, Huda enggan menaikan pemberiannya. Apalagi beberapa tahun ke belakang Andara tak pernah lagi mengeluh soal nafkah. Diterima dan dicukupkannya saja pemberian suaminya sampai Huda merasakan perubahan yang besar pada diri Andara.. Perubahan yang membuat Huda menyesal selamanya..
Lihat lebih banyakAndara terkejut ketika ia ditegur oleh seseorang. Wanita ini reflek menjatuhkan piring yang ada di tangannya hingga pecah membentur lantai."Oh, maaf.." ucap Andara gemetaran. Dia lalu duduk memunguti serpisahan kaca yang terbelah. Saking gugupnya, tangan Andara sampai terkena ujung yang tajam."Sudah jangan dibereskan!" Seru Gilang menahan tangan Andara. Dia lalu memanggil pelayan.Tangan Andara lalu ditekannya menggunakan sapu tangan. Untung saja pria ini membawa selalu sapu tangan di kemejanya.Oleh karena kehebohan ini, Yanti sampai menuju area meja makan dan mendapati menantunya yang tengah terduduk."Andara! Ya, ampun!"Yanti lalu melihat apa yang terjadi. "Kamu mecahin piring?"Huda yang mendengar keributan pun ikut datang dan melihat istrinya yang tengah terduduk. Dimana ada Gilang yang sedang memegang jari Andara menggunakan sapu tangan."Ada apa ini?" Tanya Huda memburu tubuh Andara. Melihat Huda mendekat, barulah Gilang melepaskan tangannya."Aku nggak sengaja memecahkan p
Huda tersenyum lagi memandang ponselnya. Pesan baru masuk dari sekretarisnya, Tiara. Bukan melaporkan pekerjaan melainkan wanita itu mengirimkan beberapa foto hasil belanja dia hari ini."Terima kasih atas rezekinya, pak. Hari ini saya bisa belanja skincare dan alat make up." Tulisnya dengan emoticon full senyum.Huda memalas pesan tersebut dengan sama manisnya.Ah, dasar wanita. Mereka sama saja. Tidak bisa mendapat uang sedikit maka yang dipikirkan pasti berbelanja.Huda melirik sisi tempat tidurnya dimana Andara yang tengah memunggunginya. Pria ini pun berdeham."Dara. Kalau aku minta sesuatu, boleh nggak?"Andara membuka selimut yang menutupi kepalanya lalu menatap Huda."Minta apa, mas?" Tanyanya dengan suara yang serak dan mata yang memerah."Aku mau nikah lagi."Andara menatap suaminya dengan nanar. Berusaha mencerna ucapan Huda barusan."Aku bosan denganmu. Lihatlah dirimu. Usiamu baru 35 tahun tapi ubanmu sudah dimana-mana. Wajahmu juga nggak semulus dulu. Apa kamu nggak bisa
Sepulangnya ke kantor, Huda mendapatkan tepukan hangat dari pemilik perusahaan ini. Kerja keras yang sangat membuahkan hasil. Kini perusahaan timah terbesar bekerja sama dengan mereka."Selamat karena pencapaianmu ini, Huda. Kita tahu sendiri bagaimana perusahaan timah itu." Ucap Kamal."Terima kasih, Pak. Ini tak lepas dari dukungan kalian semua.""Kita patut bersyukur karena memiliki pak Huda sebagai manajer kita." Timpal Tiara tersenyum manis.Huda jadi ikut tersenyum ketika mendapatkan banjiran pujian."Terima kasih. Saya anggap ini sebuah motivasi agar bisa bekerja lebih giat lagi."Setelah memberikan selamat, Kamal dan Huda kini berbincang berdua saja. Jelas dari raut wajahnya, Kamal sungguh membanggakan pria ini."Aku akan memberikan bonus untukmu." Sambung Kamal. "Nanti akan ku kirimkan segera ke rekeningmu.""Tidak perlu repot, pak. Ini memang kewajiban saya." Sahut Huda seakan tulus."Tidak masalah. Karena kerja sama ini, tidak memungkinkan jika perusahaan kapal kita akan se
Sekilas kenangan masa lalu itu terbit lagi di ingatan Andara."Aku tidak punya uang!""Bukannya mas waktu itu udah janji untuk mengirimkan uang untuk orang tuaku?" Tanya Andara dengan mata yang memerah."Kapan aku pernah berjanji?""Sebelum aku memutuskan berhenti bekerja.""Aku nggak pernah berjanji seperti itu, Dara!" Tegas Huda tak mengingat apapun."Aku hanya meminta sedikit saja dari gajimu, mas. Tolong kirimkan uang untuk orang tuaku.." pinta Andara memelas."Dua tahun kita menikah, apa kita sudah menghasilkan sesuatu, Dara? Nggak, kan! Kamu lihat Hendra sepupuku itu. Sudah punya rumah dan mobil sendiri. Sementara kita masih hidup begini saja. Uang gajiku harus ku tabung.""Kamu jangan membandingkan hidup kita dengan orang lain, mas.. semua rumah tangga memiliki ujian masing-masing!" Jika mereka diuji oleh ekonomi maka Hendra yang dikatakan bergelimang harta itu diuji dengan tanpa kehadiran anak."Pokoknya aku nggak bisa mengirimkan uang untuk papa dan mamamu!""Mas..." lirih An
Andara keluar dari rumah menggunakan daster dan juga hijabnya. Sebuah penampilan yang ketinggalan zaman karena Andara seperti tersesat dalam kehidupan 10 tahun ke belakang.Dengan berjalan, Andara mampir ke tukang sayur bermotor yang biasa mengeliling komplek perumahan mereka. Oleh karena hanya dijatahkan 200 ribu satu minggu. Maka Andara akan membeli bahan masakan sebesar 50 ribu untuk seminggu."Seperti biasa, mbak?" Tanya pria yang memiliki profesi tukang sayur itu. Dia sudah hapal betul apa yang akan dibeli Andara."Iya." Jawab Andara datar.Pria itu lalu memasukkan satu potong tempe, 3 buah tahu, satu dada ayam dan juga satu ikan. Tak lupa sayur-sayur murah seperti kangkung juga sawi yang masuk ke dalam kantong belanjaannya."Tapi cabe sama bawang lagi naik daun sekarang." Ujar tukang sayur ini."Satu ons saja kalo gitu."Ibu-ibu yang tengah ikut membeli sayur ini hanya diam seribu bahasa ketika Andara datang berbelanja. Setelah membayar dan pergi, barulah mereka baru mengeluarka
"Untuk bulan ini."Seperti biasa di awal bulan. Di tahun pernikahan mereka yang sudah memasuki angka ke 10. Huda memberikan gajinya yang tersisa 200 ribu itu kepada istrinya, Andara. Seperti biasa juga Andara menerimanya dengan wajah datar. Tanpa keterkejutan maupun kesedihan. Dia bahkan tak lupa mengucapkan terima kasih."Makasih, mas.""Listrik dan air sudah ku bayar. Spp Randa juga sudah ditransfer. Bulan depan Randa baru bisa pulang." Sambung Huda lagi.Andara hanya mengangguk. Pernikahan keduanya menghasilkan satu orang putra bernama Randa yang berusia 8 tahun. Namun, Randa terpisah dari orang tuanya karena harus bersekolah di pesantren. Padahal dia masih sekolah dasar, Huda menganggap sekolah itu sebagai madrasah terbaik Randa untuk menjadi calon pemimpin di masa depan.Walau Andara berat hati melepas anaknya, tapi dia tak bisa mencegah. Tahu betul Andara bagaimana kerasnya watak suaminya itu. Jika dia sudah berkata A maka tidak akan pernah berubah jadi B."Sepulang kerja nanti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen