Beranda / Romansa / Istri Muda / 10. Kekecewaan Huri

Share

10. Kekecewaan Huri

last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-29 16:29:55

 

Elang menarik ujung bibirnya dengan ringan, membentuk senyuman samar, sekaligus tragis. Ia tidak ingin mengingat apapun dari masa lalu Kiya yang kelam. Cukup untuk menjadi rahasia mereka berdua saja. Bahkan Ibunya saja tidak mengetahui cukup baik perihal kehidupan Kiya sebelum bertemu dengannya. Elang menatap istrinya tanpa kata-kata. Pandangannya sekilas memang terasa sedang  emosi, tetapi Elang berusaha mengontrol dirinya. Ia tidak boleh marah pada Kiya. Karena di posisi saat ini, Kiyalah yang paling terluka dan itu karena dirinya dan juga ibunya.

Kiya yang merasa suaminya sedang marah, hanya bisa diam sambil mengepalkan tangannya. Jarang sekali amarah Elang tersulut seperti ini dan dia belum pernah sama sekali dibentak oleh suaminya. Namun baru sehari saja di rumah Huri, Kiya hampir tidak mengenali suaminya. Ia memalingkan wajah, malas bertatapan dengan Elang.

“Aku sudah sering mengingatkanmu, Kiya, jangan pernah singgung masa lalu. Karena kamu sendiri yang menghadirkan kenangan buruk itu lagi. Sayang, bersikap dewasalah. Dengar!” Elang semakin merapatkan duduknya di dekat Kiya. Tangan kanannya merangkul pundak sang istri, lalu memberi kecupan ringan di kepala wanita itu.

“Huri sudah setuju—bahwa jatahnya hanya sehari saja dalam satu minggu. Dia meminta kamis sore sampai jum’at pagi saja. Dia tidak masalah dengan itu. Lalu, kenapa kamu tidak mau berbaik hati pada Huri sedikit saja? satu minggu ada tujuh hari dan kamu kebagian enam hari, sedangkan Huri hanya satu hari saja. Ayolah Kiya, Abang tahu sekali istri Abang ini orang yang sangat baik. Pikirkan ya?”

“Tidak! Pokoknya Abang sudah tidak boleh ke sana lagi. Besok dan seterusnya Abang harus di rumah ini,” ketus Kiya tanpa mau kompromi. Elang hanya bisa menarik napas berat, lalu menghembuskannya dengan kasar. Kiya sangat keras kepala dan dia tidak mau juga marah pada wanita itu. Alasan apa nanti yang harus dia berikan pada Huri, jika ia tidak pernah lagi nongol di rumah gadis itu? ditambah lagi sarat kutukan yang membuatnya tiba-tiba saja merasa mulas. Jika dia bersama Kiya terus, bagaimana bisa ia menggagalkan kutukan itu. Elang ingat sesuatu. Ia berharap dengan hadiah dari Huri, Kiya mau sedikit berubah pikiran.

Elang beranjak dari duduknya. Sedangkan Kiya masih memalingkan wajah menatap kepala ranjang. Tangannya dilipat di dada, tanda ia belum mau berdamai dengan Elang. Seorang Kiya tidak akan goyah terhadap keputusannya.

“Ini, ada titipan dari Huri. Katanya bukan sogokan, hanya hadiah saja karena kamu sudah mau berbaik hati mengijinkan aku untuk menikahinya.” Kotak perhiasan itu diletakkan Elang di atas kasur, tepat di depan Kiya yang duduk memunggunginya. Kiya melirik sekilas, lalu mengambil kotak itu dengan kasar dan …

Brak!

Kiya melemparkan kotak perhiasan itu ke arah pintu kamar dengan kasar. Elang tersentak kaget, sambil menggelengkan kepalanya. Kotak itu terbuka dan barang yang ada di dalamnya berhamburan di lantai. Elang menelan ludah kasar, saat melihat begitu banyak perhiasan yang diberikan Huri untuk Kiya.

 

“Tidak perlu kamu lempar, Sayang. Kata Huri, kalau kamu tidak mau menerima dan merasa tersinggung, berikan perhiasan itu pada orang lain.” Elang berjalan memungut perhiasan yang berhamburan di lantai. Leher Kiya perlahan bergerak pada arah suaminya yang berjongkok mengumpulkan perhiasan yang berserakan.

 

“Aku keluar dulu. Bu Neli dan Bu Usi barangkali mau perhiasan ini. Daripada dibuang ke got, lebih baik dikasih sama tetangga,” sindir Elang lagi, sambil bangun dari posisi jongkoknya. Lelaki itu sudah ikhlas, jika memang perhiasan bags dan mahal ini, dia bagi-bagikan saja ke tetangga, karena pasti Kiya bersikeras tidak mau menerimanya.

 

“Tunggu! Siniin kotaknya!” Kiya merampas kotak beludru itu dari tangan suaminya, lalu membuka tutupnya yang rusak karena ulahnya. Mata Kiya terbelalak, saat mendapati kalung emas, dua cincin emas, gelang tanga, dan juga sepasang anting mutiara. Semua benda berharga ini untuknya. Baik sekali Huri. Lalu, apa dengan begini ia akan goyah memberikan satu hari untuk gadis itu?

 

“Perhiasan ini saya terima, tetapi keputusan saya sudah bulat, Abang tidak boleh kembali ke sana.” Kiya memasang dua cincin pemberian Huri ke dalam jari-jemarinya yang kosong selama setahun ini, karena Elang belum membelikannya perhiasan lagi.  Wanita itu memandang dengan puas jemarinya. Kini, ia sibuk memakai gelang tangan dan juga anting dari Huri. Sepertinya ia mempunya ide lain dan bisa diterapkan pada gadis seperti Huri. Elang beranjak dari kamar. Ia lelah jika harus kembali berdebat dengan Kiya, maka dari itu ia memilih pindah ke ruang depan, untuk mengistirahatkan matanya sejenak. Semalaman tidur di kasur terlalu empuk, membuatnya tidak nyenyak.

 

Sementara itu, Huri memandang tidak semangat ponselnya. Sudah dua hari suaminya tidak ada kabar. Ia ingin menelepon, tetapi khawatir yang mengangkat ponsel Elang malah istrinya. Huri menahan diri untuk sedikit lebih bersabar atas suaminya. Sedang apa dia? Apa dia baik-baik saja? Yah … sebuah pertanyaan sangat sederhana, tetapi ia tidak berani untuk menanyakannya. Gadis itu turun dari ranjang, lalu berjalan dengan malas keluar kamar, untuk mengambil air ke dapur. Sekilas dilihatnya pintu gerbang rumah besarnya, berharap ada suara motor suaminya datang. Namun, ia harus bersabar, karena masih ada besok, tepat hari kamis, jatah suaminya mengunjunginya. Yah … walau lelaki itu mungkin belum menyukainya, tetapi Huri bisa lebih menerima dan belajar menyukai dan mencinta suaminya.

Huri akhirnya  memilih tidur dan bersiap untuk besok sore menyambut kedatangan suaminya. 

 

Sinar matahari pagi sepertinya tengah berpihak padanya. Awal hari dia berolah raga dan sarapan secukupnya. Menjelang pukul semblan pagi, Huri dengan semangat berangkat ke kampus. Untunglah perkuliahan hari ini haya sampai jam satu siang, sehingga ia bisa mampir ke salon untuk mempercantik diri, saat bertemu dengan Elang nanti.

 

Pukul lima sore, Huri sudah duduk di teras sambil memainkan ponselnya. Membagikan foto selfi dirinya yang tengah menikmati teh manis, ke akun media sosial F******k dan juga I*******m. Hatinya sungguh tak sabar menyambut suaminya yang mungkin sebentar lagi akan datang.

 

Puk!

Puk!

 

Hewan serangga mulai menyerang tubuhnya, hingga menimbulkan bentol kemerahan, juga rasa gatal. Huri menunggu kedatangan Elang sampai digigit nyamuk dan azan magrib berkumandang. Bu Rima menatap sedih anak gadisnya yang sedang menunggu kedatangan suami di depan teras, mulai dari langit terang, sampai gelap.

 

“Mungkin Elang sedang ada pekerjaan di tokonya, makanya terlambat datang. Kamu salat Magrib saja dahulu dan jangan lupa siapkan makanan untuk Elang. Nanti saat dia datang, bisa langsung kamu temani makan,” ujar Bu Rima menasehati putrinya. Huri mengangguk patuh. Dengan langkah tidak semangat, Huri naik ke kamarnya untuk melaksanakan salat Magrib. Selesai salat, Huri langsung menata meja makan untuk suaminya. 

 

Jam semakin lambat berputar. Huri menunggu kedatangan Elang sampai terkantuk-kantuk. Makanan pun telah dingin. Bu Rima hanya bisa menahan derai air matanya melihat kesedihan Huri. Ia sepertinya telah salah memilih lelaki untuk anaknya. Karena pada akhirnya, istri kedua tidak akan pernah dimenangkan oleh siapapun, termasuk takdir.

 

Huri menatap ponselnya dengan sedih. Elang tidak datang, juga tidak memberikannya kabar. Seharusnya, jika memang suaminya itu tidak jadi datang, dia dikabari, sehingga tidak menunggu seperti ini. Gadis itu menarik napas panjang, lalu mengembuskannya pelan. Ia akan menghubungi Elang. Siapa tahu suaminya sakit, sehingga tidak bisa datang.

 

Benda pipih itu ia letakkan di telinga dengan gemetar. Ia takut, tetapi juga penasaran dengan keadaan suaminya. Bahunya merosot, ponsel Elang tidak aktif. Ada air yang menggenang di pelupuk matanya. Dengan jemari bergetar, Huri menghubungi nomor Kiya. Biarlah dia dikatakan lancing, karena dia hanya ingin tahu kabar suaminya.

 

[“Halo, siapa nih?”]

 

[“Halo, Teh. Assalamualaykum. Saya Huri.”]

 

[“Heh? Mau ngapain nelepon saya? Lancang kamu ya? Udah berani kamu sama saya? Hah? Dasar pelakor tidak tahu diri! Kenapa? Kamu mau tahu suami saya sedang apa? Suami saya sedang kelelahan bikin anak dengan saya. Apa perlu saya fotokan pose panas kami berdua agar kamu tahu diri? Tidak perlu kamu tunggu! Karena sampai mati saya tidak akan ijinkan Elang menginjakkan kaki di rumah kamu lagi. Dengar itu pelakor! Dan dia akan segera menceraikan kamu. Ingat itu!”]

 

_Bersambung_

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Muda   56. Ekstra part 2 (Kejutan)

    Kiya tengah melipat pakaian yang baru saja ia angkat dari jemuran. Duduk di ruang depan rumahnya sambil menemani Kamelia yang sedang bermain masak-masakan. Semua daun-daunan yang ditanam di pekarangan rumah sederhananya digunakan untuk bermain."Kiya, buatin mi rebus," seru Jaelani pada istrinya."Iya, Mas, tunggu sebentar, nanggung lipatin pakaiannya. Tinggal dua potong baju ....""Kamu kalau disuruh suami itu gerak cepat, alesan aja. Aku lapar nih!" sentak Jaelani dari dalam kamar. Kiya hanya bisa menghela napas kasar, lalu segera bangun dari duduknya. Ia bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan suaminya."Jangan lupa pakai telur," seru Jaelani lagi dari dalam kamar."Telurnya habis, Mas, harus beli dulu," sahut Kiya sambil menyalakan api kompor gas."Kebiasaan deh kamu, kalau habis itu ya beli

  • Istri Muda   55. Ekstra part 1 Malam Pertama

    Ijab kabul itu dilaksanakan pada hari Minggu pukul sebelas siang, di kediaman Huri. Tidak banyak tamu undangan yang datang. Hanya beberapa kerabat dan juga teman dekat Huri maupun Elang. Ada dua orang dosen yang juga diundang Huri. Sedangkan Elang hanya bicara pada dua orang yaitu Pak Asep dan Bu Jumi, bahwa ia akan menikah dengan Huri, tetapi bukan hanya dua orang yang datang, melainkan dua puluh orang.Dari tiga puluh mahasiswa di kelasnya, lebih dari delapan puluh persen menghadiri syukuran pernikahan Elang dan Huri. Untung saja beberapa tetangga sigap membantu untuk memesan makanan kembali sehingga suguhan untuk tamu Elang yang tiba-tiba membludak."Bang Elang, selamat ya. Kami beneran senang deh, Abang menikah lagi dengan ibunya anak-anak. Gak nyangka dosen kita adalah mantan Bang Elang. Beruntung sekali yang jadi Bang Elang. Istrinya cantik, pintar, kaya, kayak artis pula. Saya boleh minta kontak dukun yang bias

  • Istri Muda   54. Pertemuan (Ending)

    Huri tidak menyangka ia menjadi dosen ekonomi dari mantan suaminya. Kesempatan ini tidak datang dua kali. Sejak dulu, Huri memang ingin mengajar tetapi karena basicnya design, ia tidak berani mencoba. Namun disaat salah seorang dekan kampus yang tidak lain adalah sepupu dari mamanya menawarkan untuk mengajar mata kuliah ekonomi, maka Huri menyanggupi.Huri sendiri saat ini tengah menempuh S2 jurusan managemen yang baru berjalan selama setahun. Sedangkan kuliah design-nya sudah selesai. Siapa sangka, di kampus ini ia malah bertemu dengan Elang;lelaki yang tidak pernah benar-benar hilang dari kepala dan juga hatinya."Apa tugasnya sudah selesai?" tanya Huri setelah tersadar dari lamunannya."Sebentar lagi, Bu," sahut beberapa orang bersamaan. Ekor mata Huri melirik ke bangku Elang. Lelaki itu duduk bersampingan dengan perempuan yang menurut Huri sangat pecicilan dan juga genit. Hana terus saja tertawa cekikikan sambil memuku

  • Istri Muda   53. Sahun, sabun apa yang bau?

    Rasa penasaran Elang terbawa hingga esok hari. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan anak kecil yang keluar dari toko roti semalam. Saat akan menuju kampus, Elang menyempatkan diri untuk mampir ke toko roti itu lagi. Untung saja sudah buka sejak pukul sembilan, sehingga tidak mengganggu jadwalnya yang masuk pukul sepuluh.Elang memarkirkan motornya di parkiran toko. Lalu ia masuk dan memilih beberapa jenis roti untuk ia santap jam makan siang nanti."Selamat pagi, Mas, ada yang bisa kami bantu?" sapa pelayan toko dengan ramah."Pastinya saya mau beli roti, Mbak, karena kalau beli batako bukan di sini tempatnya," sahut Elang dengan bercanda. Pelayan toko berwajah manis itu pun ikut tertawa."Silakan dipilih mau roti apa, Mas," kata pelayan itu lagi sambil menunjuk etalase roti yang sudah penuh dengan varian roti dengan berbagai rasa dan harga. Kantong Elang yang tidak ke atas juga tidak ke bawah, tentu s

  • Istri Muda   52. Hidup yang Baru

    "Bang Elang, pocong apa yang disukai emak-emak?""Kamu kalau ngasih tebak-tebakan pasti jawabannya gak bener," sahut Elang dengan wajah malas. Wanita itu tergelak, diikuti enam ibu-ibu lainnya.Sejak teman-teman satu kelas di kampusnya mengetahui ia duda, khususnya para ibu sering sekali menggoda dan cari perhatian padanya. Bukan dirinya GR, hanya saja sedikit gembira saja. Maklumlah, kelas yang ia ambil ini adalah kelas ekstensi khusus karyawan yang jam kuliahnya hanya Sabtu dan Minggu saja. Jika Senin sampai dengan Jumat dia bekerja di toko servis AC, maka akhir pekan ia akan kuliah.Wajar saja jika di dalam kelasnya didominasi oleh kaum para emak dan para bapak. Walau tetap ada juga yang masih gadis, perawan tua, janda pun ada. Sering sekali ia digoda oleh teman-temannya dijodohkan dengan janda kembang bernama Hana."Bang, ye ... kok melamun? Jawab dulu pertanyaan gue dong!""Han, lu pa

  • Istri Muda   51. Kenyataan yang Menyesakkan

    "Jadi besok kamu akan menikah?" tanya Elang dengan suara lemah dan mata berkaca-kaca. Huri yang tengah menunduk, dengan gerakan pelan akhirnya mengangguk."Mmm ... selamat ya, Huri. Semoga pernikahannya sakinah, Mawaddah, wa Rohmah." Suara Elang bergetar menahan tangis."Saya harap, kamu dan anak-anak bisa berbahagia selamanya walau tidak dengan saya," katanya lagi dengan wajah teramat sedih."Oh, iya ... AC kamar hanya bermasalah di remote-nya saja. Sudah bisa dipakai lagi. Saya permisi dulu." Elang mengusap telapak tangannya dengan gugup, lalu berdiri dengan cepat. Langkahnya begitu berat meninggalkan Huri yang masih enggan memandangnya.Lelaki itu menoleh ke kiri dan melihat si kembar El tengah digendong oleh dua wanita yang memakai seragam baby sitter. Pasti calon suami Huri yang telah memberikan dua orang wanita untuk membantu menjaga El. Elang memantapkan hatinya, bahwa ini adalah yang terbaik bagi a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status