Home / Romansa / Istri Muda / 9. Tuduhan Kiya

Share

9. Tuduhan Kiya

last update Last Updated: 2021-07-29 16:29:06

 

“Abang pasti sudah meniduri Huri?” Kiya masih terisak pedih. Ia memunggungi Elang. Sama sekali enggan untuk melihat wajah suaminya. Hatinya sudah terlanjut terbakar api cemburu.

 

“Itu tidak benar.” 

 

“Oh ya? Mana ada laki-laki yang bisa menahan godaan wanita cantik dan seksi di depannya. Halal pula. Jangan berbohong, Bang,” sergah Kiya masih dengan suaranya yang bergetar. Elang tidak mengeluarkan suara. Ia tahu istrinya pasti saat ini merasakan api cemburu yang membara dan juga sakit hati yang amat dalam. Tangan Elang terulur untuk meraih ujung rambut Kiya, membawanya ke hidungnya. Elang sangat suka aroma sampo yang dipakai oleh istrinya. 

 

“Kamu tuh harus tahu, Kiya—bahwa tidak ada wanita yang lebih cantik, lebih seksi, dan lebih menggoda dari kamu. Saat bersamanya saja, Abang selalu merasa bersalah pada kamu.” Terdengar lebay di telinga Kiya. Wanita itu memutar bola mata jengahnya. Ada apa dengan suaminya yang mendadak melankolis seperti ini? Biasanya Elang tidak jago menggombal. Pasti ini semua gara-gara Huri. Wanita itu pasti sudah membacakan doa pada minuman suaminya, sehingga Elang berubah aneh seperti ini.

 

“Lepaskan aku, Bang! Aku masih marah.” Kiya beranjak dari tempat tidurnya.

 

“Tunggu! Kamu mau ke mana? Abang disuruh datang, tetapi kamu malah marah dan mengamuk. Tahu gitu, Abang langsung ke toko saja tadi. Mana perut lapar. Sial sekali!” wajah Kiya yang merah karena marah, berangsur cerah kembali. Jadi, suaminya tidak mau makan di rumah istri mudanya? Bagus kalau seperti itu. Kiya bergumam senang dalam hati.

“Memangnya Abang belum makan?” tanya Kiya sambil memperhatikan wajah suaminya.

 

“Tentu saja belum, tadi saya kesiangan ke sini karena benerin motor Huri yang mogok saat dia mau ke kampus. Nih, tangan Abang saja belum sempat dicuci, karena terburu-buru ingin cepat sampai di sini. Abang minta maaf kalau Abang terlambat. Gak boleh suusdzon melulu sama suami. Dah, sana, siapin roti mi rebus aja buat sarapan Abang.” Memang tadi dirinya sempat membetulkan motor di tengah jalan, tetapi bukan motor Huri, tetapi motornya sendiri. Sedikit-sedikit, lama kelamaan jadi bukit. Sungguh aku tidak ingin berbohong pada Kiya ataupun Huri, tetapi keadaanya memang sangat sulit buatku. Ya Allah, maafkan hambamu ini,

 

“Iya, Kiya juga minta maaf.” Elang meraih tubuh sang istri ke dalam pelukannya. Untuk beberapa saat, Elang membiarkan hangatnya tubuh Kiya bersatu dengan dingin suhu tubuhnya. Elang mengusap rambut panjang istrinya sambil berbisik, “Abang hanya cinta sama kamu. Kamu harus percaya itu.” Kiya mengangguk, lalu semakin mengeratkan pelukan pada tubuh suaminya.

 

“Masih datang bulan ya? Kapan selesai?” bisik Elang lagi sambil menggoda telinga Kiya. 

 

“Dih, baru juga kemarin. Paling hari kamis baru selesai, Bang.” Kiya menunduk malu. Walau sudah menikah lama, tetap saja wanita itu merasa sungkan dan malu membicarakan hal yang berbau ranjang secara terang-terangan pada suaminya. Yah, bukan hanya obrolan, aktifitas pun ia lakukan dengan malu-malu. Untunglah Elang tidak masalah jika Kiya memang hanya nyaman dengan satu posisi, saat mereka sedang bersama.  

 

Kiya menyiapkan sarapan dengan cepat. Sedangkan Elang membantu Kiya membereskan rumah yang tampak baru seperti terjadi Tsunami lokal. Bahkan elang ikut membantu menyapu rumah dari dapur sampai ke depan, hingga rumah bersih kembali. Kiya menata mi rebus yang telah matang di atas meja, tidak lupa dengan segelas the manis hangat, lalu ia menemani suaminya duduk di meja makan untuk melahap mi rebus buatannya.

 

Nampak tidak terlalu antusias seperti biasanya, tetapi Kiya tidak mempermasalahkan itu. Bisa saja karena sarapan suaminya sudah kesiangan, sehingga jadi tidak berselera. Kiya tidak tahu saja, Elang berusaha mati-matian menelan sarapannya. Ia terpaksa berbohong mengatakan belum sarapan di rumah Huri, padahal dia menambah nasi hingga dua kali saat di sana.

 

“Kenapa, Bang? Udah kesiangan sarapan, jadi tidak berselera ya?” tanya Kiya. Elang menggeleng. “Tidak, Abang hanya merasa sedikit tidak enak tenggorokannya. Abang minta tambahkan air hangat saja,” kilah Elang lagi-lagi berbohong. Kiya beranjak dari kursi, lalu berjalan ke arah dispenser air untuk menambahkan air panas ke dalam gelas suaminya.

 

“Sepertinya Abang di rumah saja deh, tidak perlu ke toko. Pengen bermanja dengan sang istri.” Elang bangun dari duduknya setelah menghabiskan air di dalam gelas. Ia membawa Kiya masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang.

 

“Katakan padaku, Abang sudah tidak akan ke rumah Huri lagi’kan? Cukup menikahinya saja, tanpa perlu tinggal bersama?” wajah Kiya berbinar penuh sharap. Elang menoleh dengan alis yang bertaut. Ia tidak paham dengan ucapan Kiya.

 

“Maksudnya?”

 

“Ish, pura-pura gak tahu!” Kiya mendorong pundak suaminya.

 

“Abang udah gak boleh ke sana lagi. Di sini saja bersamaku. Abang sudah memenuhi maunya Ibu dan sekarang Abang harus memenuhi maunya aku. Aku yang lebih berhak atas Abang. Bukan Huri atau Ibu.” 

 

“Tidak bisa, Kiya. Abang juga sudah bertanggung jawab atas Huri. Dia juga istri Abang.” Elang merasa Kiya mulai terlalu berlebihan. Tidak mungkin sama sekali ia tidak menampakkan diri ke rumah Huri. Apa kata orang nanti? Lagian, gadis itu hanya meminta jatah satu hari. Rasanya ia akan sangat egois dan berdosa jika benar-benar mengabaikan Huri.

 

“Kenapa tidak bisa? Abang sudah mulai jatuh cinta dengannya? Iya? Apa Abang juga sudah menidurinya? Oh … pasti Abang sangat suka dengan rasa Huri. Apalagi dia perawan. Tidak seperti istrimu ini yang kau nikahi dalam keadaan sudah tidak tersegel.”

“Stop, Kiya!” Elang menggertakkan giginya menahan amarah.

 

 

-Bersambung-

  

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Bohong sekali dua kali lama2 jd lancar bohongnha seperti air yg mengalir, dr yg ndak pernah marah2 menjadi sk marah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Muda   56. Ekstra part 2 (Kejutan)

    Kiya tengah melipat pakaian yang baru saja ia angkat dari jemuran. Duduk di ruang depan rumahnya sambil menemani Kamelia yang sedang bermain masak-masakan. Semua daun-daunan yang ditanam di pekarangan rumah sederhananya digunakan untuk bermain."Kiya, buatin mi rebus," seru Jaelani pada istrinya."Iya, Mas, tunggu sebentar, nanggung lipatin pakaiannya. Tinggal dua potong baju ....""Kamu kalau disuruh suami itu gerak cepat, alesan aja. Aku lapar nih!" sentak Jaelani dari dalam kamar. Kiya hanya bisa menghela napas kasar, lalu segera bangun dari duduknya. Ia bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan suaminya."Jangan lupa pakai telur," seru Jaelani lagi dari dalam kamar."Telurnya habis, Mas, harus beli dulu," sahut Kiya sambil menyalakan api kompor gas."Kebiasaan deh kamu, kalau habis itu ya beli

  • Istri Muda   55. Ekstra part 1 Malam Pertama

    Ijab kabul itu dilaksanakan pada hari Minggu pukul sebelas siang, di kediaman Huri. Tidak banyak tamu undangan yang datang. Hanya beberapa kerabat dan juga teman dekat Huri maupun Elang. Ada dua orang dosen yang juga diundang Huri. Sedangkan Elang hanya bicara pada dua orang yaitu Pak Asep dan Bu Jumi, bahwa ia akan menikah dengan Huri, tetapi bukan hanya dua orang yang datang, melainkan dua puluh orang.Dari tiga puluh mahasiswa di kelasnya, lebih dari delapan puluh persen menghadiri syukuran pernikahan Elang dan Huri. Untung saja beberapa tetangga sigap membantu untuk memesan makanan kembali sehingga suguhan untuk tamu Elang yang tiba-tiba membludak."Bang Elang, selamat ya. Kami beneran senang deh, Abang menikah lagi dengan ibunya anak-anak. Gak nyangka dosen kita adalah mantan Bang Elang. Beruntung sekali yang jadi Bang Elang. Istrinya cantik, pintar, kaya, kayak artis pula. Saya boleh minta kontak dukun yang bias

  • Istri Muda   54. Pertemuan (Ending)

    Huri tidak menyangka ia menjadi dosen ekonomi dari mantan suaminya. Kesempatan ini tidak datang dua kali. Sejak dulu, Huri memang ingin mengajar tetapi karena basicnya design, ia tidak berani mencoba. Namun disaat salah seorang dekan kampus yang tidak lain adalah sepupu dari mamanya menawarkan untuk mengajar mata kuliah ekonomi, maka Huri menyanggupi.Huri sendiri saat ini tengah menempuh S2 jurusan managemen yang baru berjalan selama setahun. Sedangkan kuliah design-nya sudah selesai. Siapa sangka, di kampus ini ia malah bertemu dengan Elang;lelaki yang tidak pernah benar-benar hilang dari kepala dan juga hatinya."Apa tugasnya sudah selesai?" tanya Huri setelah tersadar dari lamunannya."Sebentar lagi, Bu," sahut beberapa orang bersamaan. Ekor mata Huri melirik ke bangku Elang. Lelaki itu duduk bersampingan dengan perempuan yang menurut Huri sangat pecicilan dan juga genit. Hana terus saja tertawa cekikikan sambil memuku

  • Istri Muda   53. Sahun, sabun apa yang bau?

    Rasa penasaran Elang terbawa hingga esok hari. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan anak kecil yang keluar dari toko roti semalam. Saat akan menuju kampus, Elang menyempatkan diri untuk mampir ke toko roti itu lagi. Untung saja sudah buka sejak pukul sembilan, sehingga tidak mengganggu jadwalnya yang masuk pukul sepuluh.Elang memarkirkan motornya di parkiran toko. Lalu ia masuk dan memilih beberapa jenis roti untuk ia santap jam makan siang nanti."Selamat pagi, Mas, ada yang bisa kami bantu?" sapa pelayan toko dengan ramah."Pastinya saya mau beli roti, Mbak, karena kalau beli batako bukan di sini tempatnya," sahut Elang dengan bercanda. Pelayan toko berwajah manis itu pun ikut tertawa."Silakan dipilih mau roti apa, Mas," kata pelayan itu lagi sambil menunjuk etalase roti yang sudah penuh dengan varian roti dengan berbagai rasa dan harga. Kantong Elang yang tidak ke atas juga tidak ke bawah, tentu s

  • Istri Muda   52. Hidup yang Baru

    "Bang Elang, pocong apa yang disukai emak-emak?""Kamu kalau ngasih tebak-tebakan pasti jawabannya gak bener," sahut Elang dengan wajah malas. Wanita itu tergelak, diikuti enam ibu-ibu lainnya.Sejak teman-teman satu kelas di kampusnya mengetahui ia duda, khususnya para ibu sering sekali menggoda dan cari perhatian padanya. Bukan dirinya GR, hanya saja sedikit gembira saja. Maklumlah, kelas yang ia ambil ini adalah kelas ekstensi khusus karyawan yang jam kuliahnya hanya Sabtu dan Minggu saja. Jika Senin sampai dengan Jumat dia bekerja di toko servis AC, maka akhir pekan ia akan kuliah.Wajar saja jika di dalam kelasnya didominasi oleh kaum para emak dan para bapak. Walau tetap ada juga yang masih gadis, perawan tua, janda pun ada. Sering sekali ia digoda oleh teman-temannya dijodohkan dengan janda kembang bernama Hana."Bang, ye ... kok melamun? Jawab dulu pertanyaan gue dong!""Han, lu pa

  • Istri Muda   51. Kenyataan yang Menyesakkan

    "Jadi besok kamu akan menikah?" tanya Elang dengan suara lemah dan mata berkaca-kaca. Huri yang tengah menunduk, dengan gerakan pelan akhirnya mengangguk."Mmm ... selamat ya, Huri. Semoga pernikahannya sakinah, Mawaddah, wa Rohmah." Suara Elang bergetar menahan tangis."Saya harap, kamu dan anak-anak bisa berbahagia selamanya walau tidak dengan saya," katanya lagi dengan wajah teramat sedih."Oh, iya ... AC kamar hanya bermasalah di remote-nya saja. Sudah bisa dipakai lagi. Saya permisi dulu." Elang mengusap telapak tangannya dengan gugup, lalu berdiri dengan cepat. Langkahnya begitu berat meninggalkan Huri yang masih enggan memandangnya.Lelaki itu menoleh ke kiri dan melihat si kembar El tengah digendong oleh dua wanita yang memakai seragam baby sitter. Pasti calon suami Huri yang telah memberikan dua orang wanita untuk membantu menjaga El. Elang memantapkan hatinya, bahwa ini adalah yang terbaik bagi a

  • Istri Muda   50. Zayyan Ke mana ya

    Apakah Bu Latifah percaya nama yang ada pada kartu undangan adalah nama mantan menantunya? Tentu tidak. Ada banyak nama Huri Hamasah. Tidak mungkin Huri yang ia kenal baik dan saat ini tengah dicari oleh anaknya. Lagian setahunya, Huri tinggal di Bandung dan bukan di Jakarta.Bu Latifah yang penasaran, memutuskan mencari tahu dengan mengecek isi rumah melalui jendela samping rumah. Rumah itu begitu besar dengan banyak perabotan mahal di dalamnya. Tidak ada yang bisa ia temukan di dalam sana, sebagai tanda bahwa ini adalah rumah Huri. Tidak mungkin.Bu Sanusi pasti kenal dengan Huri, karena pernah ikut ngebesan saat Elang menikah dengan Huri waktu itu. Bu Latifah menepuk keningnya. Kenapa ia bisa mempunyai pikiran buruk seperti ini?Wanita paruh baya itu kembali melanjutkan pekerjaannya hingga selesai semua dan jam menunjukkan pukul dua siang. Bu Latifah meminta ijin pada Bu Sanusi un

  • Istri Muda   49. Menjadi Tukang Cuci Piring

    Semua warga di sekitar tempat tinggal Kiya menjadi geger, karena wanita itu memutuskan pindah dan mengosongkan rumah kontrakan pada malam hari, setelah isya. Memang sengaja pindah malam hari, karena agar warga tidak banyak berkumpul dan bertanya.Kiya tidak bersama bayinya, hanya menemani duduk di dalam mobil saja. Ada Jaelani yang mengangkut barang bersama dua orang temannya. Cukup satu kali angkut, maka semua barang sudah berpindah tempat ke kontrakan baru yang letaknya tidak jauh dari rumah Jaelani."Pindah, Neng Kiya? Bang Elang mana?""Istri melahirkan bayi lelaki lain, mana mungkin Bang Elang mau kembali lagi. Udah jijik kali.""Gak nyangka, ih ...!""Sudah, sudah, Mbak Kiya semoga betah di tempat baru. Mohon maaf jika selama beberapa tahun tinggal di sini, kami banyak menyusahkan Mbak Kiya," suara Bu RT menengahi. Kiya turun dari mobil tanpa bersuara. Ia hanya tersenyum sambil menga

  • Istri Muda   48. Berciuman di rumah sakit

    "Elangnya ke mana, Mbak Kiya?" tanya salah satu dari lima orang tetangga yang menjenguk Kiya dan bayinya hari ini di rumah sakit."Eh, itu ... mungkin di toko. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan," jawab Kiya dengan sedikit canggung. Kelima ibu itu saling pandang, lalu dengan ekor mata melirik seorang pemuda yang duduk tak jauh dari Kiya. Tidak ada pasien lagi di dalam ruangan, sudah pasti pemuda itu tengah menunggui Kiya dan bayinya."Oh, harusnya sebagai ayah baru, Elang gak usah masuk aja. Gimana sih ya?""Kejar setoran, Bu. Namanya sekarang jadi punya tiga anak," timpal ibu satunya lagi."Ya sudah, kami pulang dulu Mbak Kiya. Semoga lekas sehat ya. Ini ada titipan dari ibu-ibu RT kita, semoga manfaat. Ada beberapa kado juga yang dititipkan di saya, tapi nanti saat Mbak Kiya sudah di rumah saja.""Terima kasih ibu-ibu atas perhatiannya. Mudah-mudahan besok sudah bisa pulang." Kiya ter

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status