Share

Upaya Penyelamatan

Valerie menatap tajam mata Cassiel dengan berani saat laki-laki itu duduk di depannya. Seolah ingin memberitahu Valerie jika hidupnya berada di tangannya, Cassiel terlihat menyibak jasnya, menampakkan senjata api di pinggangnya dengan sengaja.

“Untuk ukuran seseorang yang baru mengenal Isabelle, kamu cukup ikut campur terlalu banyak.” serunya lagi.

“Aku hanya berniat menolongnya.” sahut Valerie.

Cassiel tersenyum mengejek. “Memangnya kamu siapa? Kenapa kamu menolongnya?” Dia berbisik tepat di wajah Valerie.

“Walau dia bukan Isabelle, jika seseorang meminta tolong padaku, aku akan menolongnya.” balas Valerie lagi.

Cassiel tertawa terbahak-bahak, menoleh ke belakang hingga dua orang dibelakangnya juga ikut tertawa “Benarkah?” serunya. Saat tawanya selesai, maka tawa dua orang di belakangnya juga selesai. “Kamu merusak semua hal yang sudah ku susun dengan rapi.”

“Berapa usiamu?” tanya Valerie kemudian. “Isabelle hanya gadis berusia sembilan belas tahun. Tidakkah kamu merasa kamu terlalu keterlaluan memaksa dia untuk hidup bersamamu?”

Satu-satunya harapan Valerie adalah menyuruhnya terus bicara dan berharap Isabelle mengetahui jika dia diculik. Dia harus mengulur waktu sebanyak mungkin hingga seseorang datang menyelamatkannya, atau membuat Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya.

“Wow, kamu ternyata tahu cukup banyak.” Dia tersenyum tipis. “Sepertinya sesi bicara kita akan cukup panjang.”

Cassiel mengangkat kakinya dan menyandarkan tubuh. Dia menatap Valerie tajam lalu perlahan-lahan raut wajahnya berubah menjadi sedikit bersahabat. Namun hal seperti itulah yang ditakutkan Valerie. Dia takut, tiba-tiba saja emosi Cassiel akan berubah dan menembak kepalnya hingga hancur.

“Tapi aku tidak ingin bicara dengan manusia rendahan sepertimu.”

Cassiel berdiri, mengeluarkan senjatanya dan membidik Valerie. Dia memiringkan kepalanya dan bersiap menembak tepat di tengah kening Valerie. Dan saat benda dingin itu menempel di kulitnya, tubuh Valerie mendadak panas dan jantungnya memompa tidak karuan.

Mata Valerie mengerjap berkali-kali hingga air matanya menetes turun melewati wajahnya. Saat mendengar bunyi klik dari pengaman pistol yang digenggam Cassiel, Valerie pun menutup kedua bola matanya.

Ekspresi di wajah Cassiel tidak menyisakan keraguan sedikitpun walau Valerie sudah memasang wajah mengiba. Saat itulah Valerie menyadari jika waktunya sudah habis.

Valerie sempat berpikir jika mengenal Isabelle akan membawa keberuntungan dalam hidupnya. Bagaimana pun juga, ini kali pertama dia memiliki teman dari kalangan atas. Tidak tanggung-tanggung, Isabelle Lysander lah yang menjadi sahabatnya. Tapi sepertinya semua angan itu akan menguap begitu saja karena saat ini dia justru sedang berjuang untuk nyawanya sendiri.

Dan saat dia merasa kehidupannya sudah selesai, Valerie memejamkan matanya dan pasrah. Toh dia selalu berusaha hidup dengan lurus. Mungkin Tuhan akan menyediakan satu buah kursi baginya di dalam surga.

“Aku menipumu ...” Cassiel tertawa terbahak-bahak, begitu menikmati momen dimana Valerie nyaris pingsan karena ketakutan.

Valerie membuka matanya, menatap Cassiel dengan nafas menderu. Sial. Laki-laki sialan. Kenapa dia memperlakukanku seperti hewan buruan?

“Kamu tegang sekali.” Cassiel menunjuk wajah Valerie. “Lihat, dia terlihat sangat ketakutan.” Dia kembali tertawa kencang.

“Lalu kenapa kamu menolongnya saat itu?” tiba-tiba tawanya berubah menjadi teriakan yang mengerikan hingga membuat Valerie terkejut bukan main.

Cassiel mendekatinya, menatap wajahnya hingga mereka nyaris tak berjarak. “Seharusnya kamu tidak perlu ikut campur.” Dia mengelus wajah Valerie dan menatapnya liar.

Valerie terengah-engah. Seketika rasa jijik langsung memenuhinya saat jemari laki-laki keparat itu menyentuh kulitnya. Air mata Valerie menetes semakin deras dan dia menangis sesenggukan karena ketakutan.

“Jangan menangis.” Cassiel memukul wajah Valerie hingga rasanya tulang rahang Valerie bergeser.

Valerie menelan ludah dan berusaha mengumpulkan tenaganya untuk bisa bertahan. Tinju Cassiel hampir saja membuatnya tersungkur, jika saja tubuhnya tidak diikat ke tiang kayu. Rasanya sangat sakit dan Valerie mau tak mau harus menahannya jika dia masih ingin hidup.

Cassiel berdiri. Dia menatap dua anak buahnya dengan tajam. “Lepaskan dia. Bawa dia ke luar.”

Valerie berusaha meronta saat dua orang suruhan Cassiel membuka ikatannya, namun pada saat yang bersamaan mereka masih menyempatkan diri untuk menyentuh bagian sensitif tubuh Valerie sambil tertawa nyaring. Air mata Valerie menetes semakin deras dan dia berusaha melepaskan dirinya.

Bos yang bertemu dengannya di stasiun menampar Valerie setelah dia terus bergerak. “Berhentilah, bodoh. Kamu menyulitkan kami.”

Valerie merasa jika wajahnya saat ini pasti sangat bengkak dan tak berbentuk. Tinju dan tamparan terus melayang pada wajahnya berkali-kali dan bahkan membuat Valerie tidak bisa merasakan wajahnya lagi.

Dengan kasar mereka menyeret Valerie ke luar. Valerie tertegun saat menyadari jika dia berada di tengah-tengah hutan. Saat melihat sekitarnya gelap gulita, Valerie pun menyadari jika kemungkinan seseorang menemukannya sangatlah kecil. Mungkin saja, ini harga yang harus dibayarkan atas upaya untuk menolong seseorang.

Apa mungkin seharusnya dia tidak perlu berbuat baik?

*

“Tuan Emrys, ke mana kita sebenarnya?”

Ky terlihat bingung saat dia harus mengikuti langkah panjang Emrys untuk masuk lebih dalam menuju hutan. Semakin ke dalam, hawa dingin semakin terasa dan aroma daun-daun yang membusuk menguar ke mana-mana. Beberapa kali Ky harus tersandung urat kayu yang menyembul, tersembunyi di antara tumpukan daun yang mengering.

Namun Emrys berjalan seolah-olah dia sudah mengenal daerah itu dengan sangat baik. Dia bahkan tahu di bagian mana dia harus melangkahkan kakinya lebih jauh, di tempat mana dia harus melompat, di bagian mana dia harus menunduk. Dia benar-benar mengerti daerah ini.

Bahkan dalam gelap seperti ini dia masih bisa melihat dengan baik.

“Persembunyian Cassiel berada tak jauh dari sini. Kita akan segera tiba. Kalian harus bersiap.” Perintah Emrys.

“Baik Tuan Emrys.”

Dia mendengar sahutan melalui earpiecenya. Dulu, Emrys juga pernah melakukannya. Dia menyelamatkan seorang wanita yang menjadi penghuni hatinya saat itu. Wanita itu diculik oleh kelompok keluarga Clement, namun saat itu pelakunya bukanlah Cassiel.

Anak pertama keluarga Clement lah yang menjadi dalang penculikan saat itu. Dan mereka sudah salah berurusan dengan Emrys. Emrys memusnahkan semua hal dan membunuh orang-orang yang sudah menculik wanitanya, termasuk membunuh anak pertama keluarga Clement.

Keluarga Lysander dan keluarga Clement akhirnya terlibat perang dingin selama bertahun-tahun hingga akhirnya Dex Clement datang sendiri untuk meminta maaf pada Emrys. Tidak mudah memaafkan mereka, terlebih karena wanitanya memilih meninggalkan Emrys dengan alasan tidak ingin hidup dalam bayang-bayang bahaya.

Tapi demi kedamaian kedua belah pihak, terpaksa Emrys mengikhlaskan semuanya dan memilih berdamai. Dan sekarang, anak kedua keluarga Clement kembali berulah. Bahkan Emrys sempat merasa jika ini semacam kebiasaan buruk keluarga Clement yaitu melakukan penculikan jika keinginan mereka tidak tercapai.

“Bersiap dan ambil posisi.” ujar Emrys pelan.

Dia bersembunyi di balik pohon besar saat melihat anak buah Cassiel melintas tak jauh darinya. Jarak antara lokasinya ke lokasi Cassiel berjarak sekitar seratus meter. Namun Cassiel sudah menempatkan anak buahnya berjaga sangat jauh dari lokasinya menyekap Valerie. Itu artinya dia sudah memperkirakan Emrys akan datang padanya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sovi Iswanta
kok ngak berlanjut ya....maless
goodnovel comment avatar
Ardiyanti Kristen Bess Analise
seru Ceritanya mau lanjut terhalang Koin...
goodnovel comment avatar
Indah Syi
ooow jadi begitu ceritanya sampai Emyrs blm mau menikah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status