Share

Malam Penculikan (II)

“Aku tidak bisa menghubunginya.” Isabelle menaiki anak tangga dan nyaris menangis di hadapan Emrys.

Dia, Emrys dan Ky berdiri di teras kediaman Lysander saat supir yang diperintahkan oleh Ky memberitahunya jika rumah Valerie kosong. Isabelle menunjukkan isi pesan yang dikirim Valerie padanya yang memberitahu dia jika Valerie sudah di jalan.

“Ke mana dia sekarang? Siapa yang membawanya?” Isabelle terlihat sangat panik. “Emrys ...” Dia memegang lengan Emrys yang berdiri diam layaknya patung.

“Belle, tenanglah,” ujar Emrys pendek. “Kita akan menemukannya.”

“Belle.”

Zach yang baru saja tiba berlari menaiki anak tangga dan bergabung dengan Isabelle, Emrys dan Ky di teras. Dia menundukkan kepalanya menyapa Emrys dengan nafas tersengal. Saat Isabelle mengabarinya jika Valerie dijemput oleh orang yang bukan suruhan keluarganya, perasaan Zach langsung tidak enak.

“Bagaimana? Apa sudah ada kabar dari Valerie?” ujarnya lagi.

Isabelle menggeleng. “Tidak ada. Tapi orang-orang Emrys sudah bergerak mencarinya.”

“Kenapa bisa begini?” gumam Zach.

“Orang-orang itu pasti dendam pada kalian berdua karena sudah menyelamatkanku. Itu sebabnya mereka terus mencari masalah pada Valerie.” suara Isabelle nyaris tertahan.

Emrys yang berdiri di sampingnya terlihat tegang. Rahangnya mengetat, sorot matanya tajam penuh kemarahan. Dia mengepalkan tinju telapak tangan kanannya.

Sial. Cassiel, apa kamu benar-benar sedang menguji keabaranku? Haruskah kamu bermain-main dengan orang-orangku?

“Tuan Emrys, salah satu orang kita memberitahu jika mobil yang membawa Nona Valerie bergerak menuju jalan tol. Sepertinya mereka membawa Nona Valerie ke luar kota.”

“Luar kota?” Isabelle menjerit. “Emrys. Tidak bisa. Kita tidak bisa terus menunggu..” Isabelle panik. “Dia.. dia sendirian. Bagaimana kalau mereka melakukan sesuatu pada Valerie?” Isabelle mengguncang lengan Emrys.

Emrys masih tampak tenang, sisi dinginnya masih terasa. Dia menatap Ky tanpa menghiraukan Isabelle yang terus menangis menggoncang tubuhnya.

“Di mana tepatnya?”

“Highway Constantine menuju Kota Sierre.” Sahut Ky.

“Kota Sierre?” Emrys menyipitkan mata. Dia menarik nafasnya dalam seraya memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam kantong bawahan yang dikenakannya. “Siapkan mobil dan ikut aku. Aku tahu ke mana bocah sialan itu membawanya.”

Emrys menuruni anak tangga diikuti oleh Ky. Isabelle yang masih panik berlari menyusul Emrys dan terus menempel padanya.

“Aku ikut.” seru Isabelle.

Emrys berhenti, dia menoleh.

“Tinggallah di sini bersama Zach dan Grandpa. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi, Belle.”

“Tapi ..."

“Aku akan membawanya pulang dengan selamat.” Emrys menatap Isabelle dalam. “Jika aku tidak melakukannya, maka aku bukan lagi Kakakmu.”

Isabelle tertegun mendengar janji Emrys padanya. Tatapan Emrys begitu meyakinkan Isabelle, dan perlahan Isabelle menganggukkan kepalanya.

“Berjanjilah padaku jika kalian semua akan kembali dengan selamat.” Akhirnya Isabelle memilih mengalah.

Emrys mengangguk. Dia kemudian menatap Zach yang berdiri di belakang Isabelle. “Zach, aku serahkan Belle padamu sekarang. Tolong jaga dia sementara aku pergi.”

“Tentu saja, Tuan Emrys.” Sahut Zach. “Aku akan menjaga Belle. Kembalilah dengan selamat dan bawa Valerie tanpa kekurangan apa pun.”

Emrys tidak menyahut. Dia langsung masuk ke dalam mobil yang sudah tersedia di sampingnya. Sedan yang dikendarainya melaju menuju lokasi yang sudah diberitahu oleh Ky. Dia duduk megangkat kakinya sementara jemarinya saling bertautan.

Sorot matanya terlihat memancarkan kemarahan yang amat sangat besar. Bahkan Ky yang menyetir terlihat sedikit gugup karena baru merasakan atmosfer yang berbeda sepanjang hidupnya menjadi asisten Emrys. Aura dendam dan emosi yang meluap sangat terasa di dalam kendaraan itu.

“Sudah kamu perintahkan yang lain ke lokasi?” Emrys tiba-tiba bicara.

“Sudah Tuan Emrys. Mereka akan menyisir sepanjang jalan tol.”

Emrys menarik nafasnya dalam. Dia menatap ke luar. Langit malam terlihat sangat pekat, bahkan tidak ada sedikit pun cahaya rembulan atau bintang dari atas sana. Dari kejauhan terlihat kilatan petir menyamba, sepertinya di sana sedang turun hujan dan mungkin akan menyusul ke tempatnya berada dalam hitungan jam.

Jamuan makan malam sebagai bentuk terimakasih pada Valerie dan Zach berubah menjadi petaka saat orang suruhan Cassiel menjemput Valerie di rumahnya. Dan sayang sekali, gadis itu tidak bisa membedakan mana orang suruhannya dan mana orang suruhan Cassiel.

Hal itu tentu sangat ditoleransi oleh Emrys, karena bagaimana pun dia hanya gadis biasa yang tidak pernah bersinggungan dengan kelompok-kelompok tertentu.

Namun Cassiel berulah terus menerus. Jika Dex Clement, Ayah Cassiel tidak berlutut untuk Cassiel karena sudah menculik Isabelle, maka saat ini Emrys pasti sudah membuat Cassiel tidak berkutik sama sekali. Namun Emrys masih menghormati Dex sebagai salah satu sahabat orang tuanya dulu. Jika bukan karena Dex, Emrys bersumpah tidak akan meloloskan Cassiel begitu saja.

“Tuan, kita sudah memasuki tol. Apa ada yang hendak Tuan lakukan?” Ky mengingatkan Emrys.

“Terus saja. Nanti akan ku beritahu di mana kita berhenti.”

“Baik Tuan.”

Emrys menunduk, mengeluarkan sesuatu dari bawah bangku penumpang. Sebuah boks besar berwarna hitam berisi senjata api diletakkannya di sampingnya. Dari dalam dia mengambil sebuah pistol jenis revolver dan terlihat mengisi silinder pengangkut peluru dengan delapan hingga sepuluh peluru.

Dia terlihat tenang, walau wajahnya menunjukkan warna kemarahan yang teramat sangat besar. Setelah mengisi penuh amunisi ke dalam senjatanya, Emrys memasukkannya ke balik jas lalu dia kembali membereskan kotak tersebut ke bawah kursi.

Setelah berkendara selama kurang lebih lima puluh menit, Emrys memberi kode pada Ky untuk berbelok mengambil jalan menuju hutan. Mereka masih terus melaju, hingga kemudian Emrys kembali memberi kode untuk berhenti.

Ky mengernyit karena mereka berhenti di tengah jalanan yang sisi kiri dan kanannya ditumbuhi oleh pepohonan yang padat. Tidak terlihat satu pun lokasi hunian dan daerah itu sangat sepi.

Di belakang mereka terlihat beberapa mobil berhenti yang merupakan orang-orang suruhan Emrys. Emrys turun dari sedannya sementara Ky mengikutinya setelah menyematkan Glocknya ke balik jas.

“Ikuti aku!” perintah Emrys.

“Tapi Tuan ...” Ky hendak bicara namun dia segera menutup mulutnya saat Emrys mengangkat tangan memberi kode untuk diam.

Tidak biasanya Emrys turun langsung seperti ini, melakukan operasi bersama anak-anak buahnya. Dia dan Ky biasanya hanya menunggu di dalam mobil atau lokasi tertentu dan membiarkan orang-orangnya membereskan masalah untuknya. Dia hanya memandu mereka lewat sambungan earpiece dari lokasinya.

Namun kali ini, dia memimpin proses pencarian Valerie secara langsung dan tidak ingin mengandalkan anak buahnya semata.

*

Kepala Valerie terasa berat dan berputar-putar saat akhirnya perlahan kedua bola matanya terbuka. Dia berusaha mengangkat kepalanya dan mengumpulkan kesadarannya. Rambutnya yang terurai berantakan menutup pandangan matanya.

Valerie berusaha menggerakkan tubuhnya, namun dia segera sadar jika kaki dan tangannya diikat dengan sangat kencang. Dia berusaha menyibak rambutnya sendiri dan menyadari jika dia berada di sebuah ruangan tanpa siapa-siapa.

“Di mana aku?” gumamnya.

Tiba-tiba darah Valerie mendidih menyalurkan hawa panas ke seluruh tubuhnya dan membuatnya nyaris mati ketakutan. Sejenak dia merangkai semua yang sudah terjadi padanya secara urut. Setelah memilah pakaian, aku masuk ke mobil dan mobil itu membawaku ke jalan yang salah, lalu aku ...

Valerie terkesiap. “Aku diculik?” ujarnya nyaris tak bersuara.

Valerie menatap sekitarnya. Dalam ruangan empat kali empat itu, tidak ada seorang pun menemaninya. Dia diikat pada sebuah tiang kayu yang terletak di tengah ruangan. Ruangan itu memiliki hawa sesak dan berbau, seperti bau darah yang dibiarkan mengering begitu saja.

“Oh, kamu sadar?”

Seorang laki-laki dengan tubuh tegap dan tinggi memasuki ruangan bersama dua orang lainnya di belakangnya. Valerie memicingkan mata karena mengenali salah satu dari laki-laki itu. Dialah orang yang ditemuinya di stasiun, yang dipanggil dengan sebutan bos.

Valerie menelan ludahnya. Peluh membanjiri wajah Valerie dan dia tidak bisa bergerak ke mana-mana saat laki-laki itu menyentuh wajahnya dengan kasar.

“Lepaskan aku!” teriak Valerie.

“Nanti dulu,” Dia menyeringai. “Namaku Cassiel Namamu Valerie bukan?”

Cassiel.. Cassiel.. Di mana aku pernah mendengar nama itu? Valerie berusaha berpikir keras. Astaga. Bukankah dia otak di balik penculikan Isabelle? Benar. Isabelle mengatakannya padaku saat itu.

“Kenapa kamu menculikku?” Valerie menatap Cassiel tajam.

“Well..” Cassiel menjentikkan jemarinya dan sedetik kemudian anak buahnya membawakan sebuah kursi padanya. “Ceritakan soal pertemuanmu dengan Isabelle padaku. Kamu yang memintanya masuk ke dalam kopermu?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
tuuuh kaaan ketahuan juga
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status