Share

Bab 11

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-06-16 02:40:34

*Happy reading*

"Morning, dear!"

Aku langsung menoleh ke sebelah kanan, saat mendengar sapaan yang lumayan familier untukku, ketika aku sedang mengunci rumah sebelum berangkat ke kampus hari ini.

Tenang saja, hari ini gak ada drama dari Kak Sean lagi, kok. Karena aku sudah belajar dari hari kemarin dalam mengurus suamiku itu. Hingga tak ada alasan lagi buat Kak Sean untuk mengomeliku.

Sekarang, pria itu sudah berangkat ke kantor, setelah menghabiskan sarapan yang tumben mau dia sentuh.

"Morning, An," balasku dengan Riang, saat melihat keberadaan Ana. Tetangga loft, yang sangat baik hati.

Ana itu seorang janda, yang memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal.

Ana bilang, cintanya pada suaminya kekal, hingga tak bisa menerima pria manapun lagi.

Lagipula, kini umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Dia sudah tak memiliki hasrat untuk berumah tangga lagi.

Toh, kalau soal kebutuhan biologis, dia masih mampu membayar gigolo manapun untuk memuaskannya.

Jangan kaget, ini Luar nergi. Tentunya, seks bebas sudah jadi hal yang umum.

Terlepas dari kebiasaan buruknya itu, aku selalu respect pada kesetiannya terhadap alm suaminya. Di mana itu mengingatkan aku pada kesetiaan Papi semasa hidupnya.

"Kau sudah mau kuliah, my dear?" tanyanya, setelah aku memberinya pelukan hangat pagi ini.

Kalau di Indonesia aku punya Mama Sulis sebagai ganti Mami yang sudah tiada. Maka di sini, aku punya Ana, yang sudah kuanggap ibuku sendiri.

Dia itu baiiiikkkk sekali.

"Iya, Ana. Hari ini aku kuliah siang,' sahutku seadanya.

"Oh ... nice. Jangan lupa jaga kesehatan ya, dear. Cuaca sudah mulai tak bersahabat," tegurnya ramah.

"Aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkan. Kau juga jaga kesehatan, Ana ," balasku, sambil mensejajari langkahnya.

Dilihat dari pakaiannya, sepertinya Ana juga baru akan berangkat kerja.

"Tentu, Dear. Aku selalu menjaga kesehatanku, karena tidak akan ada yang mau mengurusku jika aku sakit nanti. Bahkan jika aku mati mendadak pun, mayatku pasti akan di temukan setelah membusuk."

Dia mencoba berkelakar, namun aku tahu arti ucapannya sangat dalam sekali.

Meski dia terlihat santai dan cuek dengan hidup singlenya. Tapi aku tau pasti, kadang Ana pun merasa kesepian.

Bagaimana pun, kita ini makhluk sosial, kan? Jadi, tentunya kita pasti butuh orang lain untuk sekedar menemani.

Begitupun dengan Ana. Meski dia kadang mandiri, bahkan terkesan tak membutuhkan orang lain. Tapi Ana tetaplah manusia biasa.

"Jangan bicara seperti itu Ana, masih ada aku. Kau bisa memanggilku jika butuh sesuatu," aku mencoba menghiburnya.

"Dan kau juga akan pergi, kan? Setelah kuliahmu selesai?"

Benar juga, sih?

"Karenanya, tidak perlu memikirkan aku, Dear. Aku sudah terbiasa sendiri. I'm fine." Dia mengibaskan tangannya dengan santai. Sebelum melangkah ke dalam lift. Aku pun segera mengekorinya.

Aku mengerti maksud Ana apa. Dia cuma tak ingin terlalu bergantung pada orang lain, karena tahu suatu hari akan ditinggalkan lagi.

Karenanya, selama ini. Dia selalu berusaha mengandalkan dirinya sendiri, hingga tak perlu bergantung pada orang lain.

Dia bisa hidup sendiri.

"Ah, iya. Kemarin aku bertemu dengan sepupumu. Dia tampan dan baik, ya? Aku suka sekali," ucapnya tiba-tiba.

Tak ayal, aku pun langsung mengernyit bingung. Karena ... sepupu?

Perasaan belum ada satu sepupuku pun, yang mengunjungiku tahun ini. Mereka semua sibuk, dan ... memang jarang berkunjung.

Lalu, sepupu mana yang Ana maksud?

"Sepupu?" beoku pelan.

"Iya, sepupumu. Pria tampan berkulit coklat, bermata tajam dan ... yang baru datang kemarin. "

Hah?!

Maksudnya? Jangan-jangan ....

"Kalau tidak salah namanya Sean!"

Ah, sudah kuduga! Ternyata memang Kak Sean yang di sebut Ana. Tapi ... kenapa Ana bilang dia sepupuku?

"Oh, Kak Sean," aku hanya pura-pura bergumam. Karena aku bingung harus menjelaskan bagaimana pada Ana, tentang Kak Sean.

Sudah kubilang, kan? Tidak ada yang tahu jika aku sudah menikah.

"Iya, Sean. Semalam aku tak sengaja berpapasan dengannya saat pulang kerja." Tanpa diminta, Ana pun membuka ceritanya.

"Awalnya, kukira dia salah alamat, karena terlihat bingung di depan pintu loft-mu. Saat kutanya apa sedang butuh bantuan atau tidak, ternyata dia memang sepupumu yang sedang menginap."

"Dia bilang seperti itu?"

"Ya! Meski wajahnya sangat kaku dan datar. Tapi dia lumayan baik karena mau membantuku membawa barang, saat aku kesulitan mencari kunci di tas."

"Ah, begitu, ya?"

Kembali, aku hanya menanggapinya sekilas, karena ... sebenarnya ada hal lain yang lumayan menggangu pikiranku.

Sepupu? Kak Sean mengenalkan dirinya pada Ana sebagai sepupu? Itu berarti, dia memang tak ingin ada orang lain yang tahu tentang status kami.

Setelahnya, aku pun hanya bisa tersenyum miris diam-diam. Sebelum berpamitan pada Ana, karena arah kami memang berbeda.

Sepupu, ya?

Baiklah.

***

"Ayolah, Ra. Sudah lama, kan? Kita tidak hangout bareng."

"Yess i know. Tapi, aku sedang benar-benar tidak bisa kemana pun, Mir," tolakku tegas, pada Miranda sahabatku di sini, saat dia mengajakku untuk pergi ke Mall sepulang kuliah nanti.

"Tapi kenapa? Apa kau memang sesibuk itu, Ra? Hingga kini kau tak punya waktu hanya sekedar me time?" tuntutnya mulai kesal. Karena memang, beberapa bulan ini aku tak pernah menuruti maunya.

Bukan apa-apa. Aku hanya sedang memperdalam ilmu Bisnis, dan mulai sering datang ke kantor untuk mempelajari Bisnis ayahku.

Biasanya, setiap pulang kuliah, aku akan menyempatkan diri datang ke kantor. Tapi sejak ada Kak Sean, aku memilih tinggal di loft, dan mempercayakan semuanya pada Kak sean.

Namun, tetap saja itu bukan alasan aku bisa santai lagi, dan kembali menghabiskan hari di Mall seperti dulu. Karena justru, keberadaan Kak Sean membuatku tak bisa kemana-mana.

Dia itukan susah sekali di tebak. Kadang muncul tanpa peringatan dan ... ada saja polanya yang membuatku harus selalu waspada.

Seperti hari ini, saat sedang berusaha menolak Miranda secara halus. Tiba-tiba dia datang begitu saja, dan mengajak aku pulang di depan teman-temanku.

Tak ayal, hal itu membuat semua orang kini menatapku penuh selidik.

Merepotkan sekali.

"Siapa dia, Ra? Pacarmu?" tuntut Miranda, setelah memindai Kak Sean dengan kurang ajar.

"Wah, Rara, ya? Ternyata diam-diam sudah punya kekasih," goda Juli, temanku yang lain sambil menoel lenganku.

Namun aku hanya menggeleng pelan menanggapinya, dan melirik Kak Sean agar memperkenalkan dirinya sendiri. Karena aku tak ingin salah mengenalkan dia.

Namun, pria itu hanya diam, seperti menyerahkan semuanya padaku. Membuat aku mendesah pelan, sebelum menjawab, "Jangan bergosip. Dia itu hanya sepupuku."

Entah benar atau tidak. Aku melihat tatapan Kak Sean langsung menajam. Sedetik setelah aku mengucapkan kalimat tadi.

Apa yang salah? Bukannya dia sendiri yang mengaku sebagai sepupuku pada Ana?

Aku hanya mengikuti alur saja. Lalu, kenapa dia tampak tak suka?

================================

Sean bikin puyeng, ya? Gemes, deh. Pengen nyubit jadinya.

Nyubit ginjal biar kapok sekalian.

Bilangnya gak bakal tertarik, tapi minta diperhatiin terus sama Rara. Maunya apa sih nih cowok.

Lah, ngapa jadi curhat, ya?

Pokoknya semoga syuka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ania Habani
bukan nyuka tapi greget... benci tapi cinta
goodnovel comment avatar
Abah Pollimite
Sean minta di tampol mih
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
seandainya rara ga takut durhaka. pasti udah d hajar tuh sinsean g tau diri. kesel pisan ih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status