Aku hanya bisa mendesah berat entah untuk keberapa kali. Saat mendengar mendengar penuturan Selly, tentang apa yang sudah dia lakukan waktu aku tidak sadarkan diri. Kesal, sih, sebenarnya, karena dia seenaknya saja membuka aibku, dan membaginya pada orang asing.
Tidak. Sebenarnya bukan orang asing juga, karena mereka tahu dan kenal papi. Hanya saja, berhubung aku tidak terlalu kenal, bahkan tidak dekat. Jadi ... tentu saja aku tidak mungkin membagi aibku pada mereka. Makanya sejujurnya aku kesal sekali dengan Selly yang sudah bertindak lancang tanpa izinku.
Namun, jika mendengar dari alasan yang dia kemukakan, mau tidak mau aku harus mencoba mengerti, karena toh, apa yang dia lakukan semuanya demi untuk kepentinganku dan bayiku.
Ya. Saat aku tak sadarkan diri, dan harus segera mendapat penanganan, rumah sakit ini me
Berbeda denganku yang sudah menatap Aika dengan horor. Suaminya sendiri, Kairo, malah hanya menaikan alisnya sebelah.“Kenapa saya harus menikahi Rara?” tanya Kairo kemudian, dengan nada datar, ciri khasnya.“Ya, Karena Aika pengen punya bayi! Kebetulan Mbak Rara juga gak ada suami, kan? Jadi, mending Mas Boss aja deh yang nikahin. Biar nanti bayinya pas lahir bisa Aika urusin. Gimana, tawaran menggiurkan, kan?”Astaga! Wanita ini benar-benar gila, ya? Bagaimana mungkin dia menawarkan sebuah poligami pada suaminya, dengan alasan remeh seperti itu dan ... selugas itu. Ya, ampun! Pasti ada yang tak beres dengan otaknya.Lagian, kenapa harus poligami, sih? Kan, dia bisa hamil dan punya anak sendiri. Iya kan? Kenapa pula harus nawarin aku jadi madunya
Gara-gara nama Abdilla yang tercetus tadi, aku pun sukses tak bisa tidur malam ini. Karena apa? Tentu saja karena aku penasaran tentang pemilik nama itu sebenarnya. Apa seperti dugaanku? Atau bukan? Pokoknya, hal itu benar-benar menggangguku sekali.Bukan apa-apa. Masalahnya, Mama Sulis juga punya nama belakang yang sama, dan aku benar-benar khawatir pada nenek dari bayiku itu.Terlepas dari kelakuan anaknya yang sudah membuatku hancur sedemikian rupa. Mama Sulis tetaplah orang baik, yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.Tentu saja, aku tak ingin sampai terjadi sesuatu pada Mama Sulis. Akan tetapi, bagaimana caraku mengetahui info tersebut.Atau ... apa aku telepon Mama Sulis aja? Pura-pura tanya kabar atau apa gitu, gak papa, kan? Tapi .... Gimana kalau ternyata ya
“Okeh! Mulai hari ini saya bakal serius naklukin hati kamu!”Eh? Maksudnya?Plok!“Ih, bukan itu maksud saya!”Aku pun refleks menabok lengan Ken, saat mendengar ucapannya itu. Namun, tak lama setelahnya, aku juga langsung kikuk sendiri, saat menyadari kelancangan sikapku terhadap pria itu. Duh! Kok, aku malah jadi sok akrab gini, sih? Aku pun jadi merasa malu sendiri dengan kelancanganku pada Ken tersebut.Namun, seperti yang sudah-sudah. Ken malah menanggapiku dengan kekehan renyah khas pria itu. Sepertinya dia sama sekali tidak terganggu dengan sikap lancangku. Malah setelah terkekeh renyah, dia seenaknya mengacak puncak kepalaku hingga rambutku sediki
Sebenarnya, aku tidak terlalu menganggap serius ucapan Ken malam itu. Karena aku kira dia hanya bercanda saja seperti biasanya. Lagi pula, saat itu aku dalam kondisi yang memang tidak mau memikirkan sebuah hubungan serius lagi. Aku masih trauma dengan pernikahan sebelumnya. Aku masih ingin sendiri dan memfokuskan diri pada apa yang lebih penting saat itu.Anakku yang paling utama. Karena dia adalah satu-satunya hal yang berharga yang masih aku miliki. Nomor duanya ialah perusahaan Papi, yang masih harus ku coba selamatkan. Jadi, aku hanya menganggap ucapan Ken itu seperti angin lalu. Atau ... sebut saja hanya sebagai penghibur dan penyemangat. Lebih dari itu, aku sendiri sadar siapa aku? Sekarang aku janda beranak satu. Tentu saja, statusku itu membuatku insecure jika harus mendampingi seorang Kenneth yang ... terlalu se
Keandra Mateen Prameswari. Jagoanku! Putra pertamaku yang lahir dua tahun lalu, melalui proses kelahiran normal. Dia adalah berkah terindah dalam hidupku.“Mama ....”“Hey, Jagoan!”Aku berbalik dengan cepat dan langsung merendahkan tubuh demi menyambut jagoanku, yang kini tengah berlari dengan riang ke arahku. Baby boy yang selalu menggemaskan di mataku.Hap!Aku pun menangkap tubuh gempal bocah itu dengan sigap, dan langsung merengkuhnya dalam gendonganku.“Ugh ... anak Mama makin berat aja, ya? Udah maem nih pasti, iya, kan?”
Aku sebenarnya sudah tidak mau peduli lagi dengan keadaan Keluarga Abdillah. Bagiku mereka hanya orang-orang dari masa lalu, yang tidak harus aku ingat-ingat lagi. Kecuali Mama Sulis tentunya, Karena aku bukan orang yang tidak tahu berterima kasih. Namun, cukup sampai di sana saja. Aku tak ingin berinteraksi, mencari tahu kabar mereka, apalagi berhubungan dengan mereka lagi.Tidak, aku tidak mau. Hanya saja, kalian tahu dunia ini, kadang seperti selebar daun kelor, kan? Meski luas, tapi pada beberapa orang terasa sempit. Itulah yang aku rasakan.Kenapa? Ya ... karena meski aku sangat ingin menjauh, dan tak ingin berurusan dengan keluarga itu. Semesta malah menghubungkan aku dengan orang yang terhubung dengan mereka.Dokter Kenneth Putra Setiawan. Alias Ken, pria yang sedang dekat denganku, ternyata adalah Dokter kan
Jantungku seperti baru saja melompat ke perut, saat melihat pemandang yang mampu membuat aku langsung tercekat di tempatku, dengan ketakutan yang luar biasa.Sean menggendong Kean! Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa pria itu bisa menggendong putraku senyaman itu? Tidak, Tuhan! Tolong ... jangan sampai terjadi. Aku tidak mau pria itu menyentuh putraku. Aku tidak mau!Pemandangan itu sontak saja membuat aku ketakutan dan terancam jadi campur aduk. Karena, bagaimana jika pria itu mengambil Kean dariku, dan menjauhkanya. Oh, Tuhan. Lebih baik aku mati!Tak ingin terjadi hal yang tak aku inginkan. Aku pun segera berlari ke arah pria itu, berniat menjauhkan Kean darinya dengan cepat. Kean hanya putraku. Hanya putraku. Tidak ada yang boleh mengambilnya dariku!Aku sudah berusaha
Kukira, aku sudah sepenuhnya move on, dan sembuh dari lukaku. Nyatanya, mengetahui aku masih tak ada artinya dalam hidup pria itu, tetap saja masih sesakit ini. Entah ada apa dengan hatiku. Aku juga tidak mengerti. Yang jelas, rasanya sedih dan kembali terpukul dengan kenyataan ini. Apa yang aku harapkan sebenarnya?Bukankah harusnya aku senang. Karena dengan begitu, dia tidak akan pernah mengusik hidupku dan Kean. Lalu ... kenapa? Apa yang sebenarnya kamu inginkan wahai hati? Seingin itukah kau diakui pria itu? Atau ... ini hanya bagian dari egomu? tapi ... kenapa? Kenapa ucapannya begitu membekas padaku seperti ini? Tuhan ... sebenarnya apa yang terjadi padaku?“Sayang, Bunda benar-benar minta maaf, ya? Bunda beneran gak tahu kalau tadi itu—”