Aiska tidak akan mudah menyerah, dia akan berusaha untuk mendapatkan hati Arun Sanjaya. Dia tidak mempermasalahkan jika semua orang mengolok-oloknya karena menikah dengan Duda. Toh baginya Arun bukanlah Duda sembarangan.
"Ngapain bengong, sana ke dapur bantu Bibi siapkan makanan!" perintah Arun yang tanpa Aiska sadari sudah keluar dari kamar mandi.Aiska mencuci wajahnya sebentar lalu merapikan rambutnya dan keluar ke kamar mandi. Sebelum keluar Arun menarik tangannya."Jangan keluar pakai baju seperti itu! Kamu mau menggoda siapa?" tanya Arun.Aiska lupa kalau baju tidur yang dia pakai sedikit terbuka. Dia mencari baju rumahan lalu segera ke dapur setelah ganti baju."Makin lama makin mesum itu anak," omel Arun.Aiska membaut nasi goreng terenak untuk Arun. Dia tidak mau Arun kembali pada Nesya, wanita masa lalu yang harus dibuang jauh-jauh."Masak apa kamu?" tanya Nawang."Mama, aku kira siapa. Ini masak nasi goreng, Ma," jawab Aiska berusaha mendekatkan diri pada sang mertua.Nawang duduk, dia tampak tidak suka Aiska memanggilnya mama. Tetapi dia memilih diam. Tidak berapa lama, nasi goreng buatan Aiska siap di meja makan."Wah baunya enak sekali," puji Nawang. "Apa kamu berusaha mengambil hati kamu?" tanya Nawang.Aiska tersenyum, "Ya begitulah, jika aku harus mengambil hati Mas Arun maka aku juga harus mengambil hati orang tuanya," jawab Aiska."Jangan senang dulu, kamu tidak akan kami terima sebelum melahirkan anak laki-laki keturunan Arun," kata Nawang.Arun muncul dia langsung saja duduk, Aiska melayani suaminya sebagaimana mestinya."Enak, masakan siapa ini?" tanya Arun tanpa basa-basi setelah menelan satu suapan."Aku yang masak," jawab Aiska.Arun terkejut dia tersedak dan langsung mengambil air putih di dekatnya."Kaget ya aku bisa masak. Aku kan mau jadi istri yang baik, jadi aku berusaha melayani suami aku dengan baik. Ternyata kamu suka juga dengan masakan aku," kata Aiska."Jangan GR!" kata Arun.Arun menghabiskan nasi goreng satu piring, dia malah sampai nambah lagi. Hal itu membuat Nawang tersenyum sendiri."Enak ya nasi gorengnya," kata Nawang sambil melirik Aiska.Arun diam saja, setelah habis dua piring dia segera pamit pada Nawang. Tampaknya Arun masih gengsi mengakui masakan Aiska enak."Baru kali ini aku lihat Arun makan sampai nambah. Dia pasti terkejut kamu bisa masak, karena selama menikah dengan Nesya dia tidak pernah tahu masakan Nesya," kata Nawang. "Semoga berhasil mendapatkan hati Arun," ucap Nawang.Ya, Aiska senang dia mendapatkan dukungan dari Nawang. Setidaknya dia harus berusaha lebih lagi untuk mendapatkan hati Arun dan keluarganya.Hari ini tidak ada kelas, Aiska mencari tahu apapun soal Arun dari pembantunya. Untuk makan malam nanti, Aiska akan memasakkan Arun makanan kesukaan Arun.Sebuah notifikasi masuk di ponsel Aiska, dia tak mengenali nomor tersebut."Kamu tidak akan mendapatkan Arun, Arun hanyalah milikku. Nesya," pesan itu dibaca Aiska."Oh lihat saja nanti," balas Aiska.Dia tidak boleh lemah, dia istri sah Arun tidak boleh kalah oleh pelakor.Seharian Aiska mencari informasi apapun tentang Arun. Dia ingin mengetahui semua hal tentang Arun. Setelah itu dia mencatatnya di sebuah buku kecil miliknya agar tidak lupa.Aiska mengajak pembantunya untuk belanja, dia ingin membuat kejutan untuk Arun malam nanti."Aiska, Aiska teman-teman kamu masih kuliah kamu sudah ngurus rumah tangga aja," kata Maya."Apa urusannya sama kamu? Lagi pula aku gak butuh ocehan kamu," ucap Aiska sambil memilih beberapa bahan makanan."Aku heran apa istimewanya kamu sampai Farid enggan meninggalkan kamu. Jangan-jangan kamu main dukun ya!" tuduh Maya.Aiska mengabaikan ucapan Maya dia memilih pindah tetapi Maya malah mengikutinya dan terus menuduh Aiska. Sebagai orang yang punya perasaan Aiska tentu kesal."Diam kamu," bentak Aiska. "Dari pada kamu sibuk ngurusin hidup aku mendingan kamu urusin pacar kamu itu biar gak cari selingkuhan lagi," kata Aiska."Sekarang udah berani ya," kata Maya. "Kamu kira aku takut sama kamu," kata Maya."Ada apa ini? Non, ayo balik!" ajak pembantu Aiska.Aiska melenggang pergi meninggalkan Maya, dia malas membuang tenaga untuk meladeni Maya.Sampai di rumah sudah sore, Arun belum pulang. Aiska segera memasak di bantu oleh pembantunya. Pembantunya merasa kagum dengan Aiska, dia sangat pandai meracik bumbu dapur berbeda dengan Nesya dulu. Masuk dapur hanya saat makan saja."Aku harap Den Arun bisa menghargai perjuangan Non," kata Pembantunya. "Jadilah orang yang perhatian pada suami, itu yang dulu tidak pernah Non Nesya berikan pada Den Arun," kata Pembantu yang bernama Bibi Sanah.Mereka memasak sambil mengobrol, tak terasa masakan sudah siap semua. Aiska segera ke kamar untuk mandi. Badannya juga harus ia rawat agar bisa bersaing dengan Nesya.Arun pulang, dia mengabaikan Aiska begitu saja. Hingga tiba saat jam makan malam, mereka berdua duduk sambil menikmati makanan."Bibi, lain kali masak yang enak-enak seperti ini lagi ya," kata Arun."Maaf Den, itu yang masak Non Aiska. Saya tadi hanya membantunya," ucap Bibi Sanah.Arun terdiam, dia salah tingkah karena tanpa sadar memuji masakan Aiska."Enak ya kok makannya lahap sekali," kata Aiska."Nyesel aku tadi ngomong gitu," kata Arun."Udahlah jangan gengsi, akui saja kalau aku pintar memasak," kata Aiska."Pintar masak kalau gak pandai merawat diri buat apa. Yang ada bikin bosen," kata Arun sinis.Setelah ini Aiska akan merawat dirinya, dia akan ke salon menggunakan uang bulanan yang Arun berikan. Dia harus berubah demi mendapatkan cinta Arun Sanjaya.Makan malam selesai, Arun segera ke ruang kerjanya. Tidak berapa lama Aiska membawakan camilan dan kopi untuk Arun."Siapa yang meminta kamu kesini?" tanya Arun. "Pergi sana!" usir Arun.Aiska pergi dia tidak sakit hati walau diusir suaminya sendiri. Aiska memilih-milih gaun malam yang ada di almari. Entah sejak kapan Aiska mulai menjadi wanita nakal. Tetapi dia mencoba untuk menggoda suaminya sendiri.Pintu kamar terbuka, Arun duduk di meja rias. Dia hendak ke kamar mandi tetapi berpapasan dengan Aiska.Arun melihat Aiska dari atas sampai bawah. Gaun malam tipis membuat tubuh Aiska terlihat menggoda. Apalagi bagian dada sangat rendah hingga dada Aiska sedikit terlihat.Tanpa sadar Arun menelan salivanya, dia tanpa sadar mengucapkan sesuatu."Cantik,""Kamu bilang apa?" tanya Aiska memastikan pendengarannya."Bukan apa-apa kamu salah dengar," jawab Arun gelagapan. Dia masih gengsi mengakui kecantikan Aiska malam itu.Apakah Arun mulai tergoda oleh Aiska? Atau dia akan gengsi lagi seperti sebelumnya?Di tempat kejadian, polisi ternyata menemukan barang bukti berupa korek api. Ternyata korek api itu milik pelaku penusukan Ningsih.Arun mendapatkan kabar dari pihak kepolisian, dia segera datang ke kantor polisi pagi itu."Bagaimana apa sudah ada info, Pak?""Benar dugaan Pak Arun. Pelakunya adalah Bram. Kami sudah memeriksa sidik jari dari barang bukti yang tertinggal."Pagi itu, polisi melakukan penangkapan terhadap Bram. Bram yang tidak tahu akan kedatangan polisi tidak bisa kabur."Pak Bram, anda kami tanggapi atas kasus penusukan Ibu Ningsih." Polisi itu memberikan surat penangkapan Bram."Jangan asal menuduh, Pak!""Kamu punya buktinya." Polisi lalu membawa Bram.Nesya yang hari itu hendak ke rumah Bram melihat penangkapan Bram. Dia pura-pura tidak melihat, dia tidak ingin di seret dalam kasus itu."Bodoh sekali dia, sampai ketahuan." Nesya merasa panik, dia takut Bram membuka suara.Sampai di kantor polisi, Bram tidak bisa mengelak lagi. Bukti sudah di tangan polisi, dan dia h
Arun siang itu datang ke rumah Aiska. Dia akan makan siang di sana karena sudah janji dengan Aiska."Mas, akhirnya kamu datang juga," ucap Aiska. "Tadi kamu ngerjain kerjaan rumah sendiri dong," kata Aiska."Ya iya mau gimana lagi, kamu kan harus temani ibu," kata Arun."Terimakasih, Mas. Kamu sudah pengertian," kata Aiska tersenyum.Mereka lalu makan siang bersama, setelah itu Aiska mengajak Arun ke pasar. Arun yang tidak biasa ke pasar merasa aneh. Apalagi di pasar cukup lama.Arun membantu Aiska membawa barang belanjaan karena belanjaan mereka cukup banyak. Karena tidak sanggup hanya berdua saja, Arun meminta bantuan kuli panggul yang ada di pasar untuk membantunya."Kamu Juragan Arun, kan?" tanya kuli panggul itu yang tampak mengenal Arun."Iya, Pak," jawab Arun."Kenapa Juragan ke pasar? Biasanya kan istri Juragan belanjanya di mall," kata kuli itu yang tidak tahu kalau Arun sudah tidak bersama Nesya."Dia bukan istriku lagi, Pak. Kami sudah lama bercerai. Sekarang dia yang istri
Aiska sadar dari pingsannya, dia menangis sesegukan. Dia tak menyangka jika bapaknya akan meninggalkan dirinya lebih cepat."Bu, apa yang terjadi sama bapak?" tanya Aiska."Bapakmu jatuh dari sepeda motor," jawab Ningsih sedih. "sepeda motornya mengalami rem blong," sambungnya.Aiska benar-benar kehilangan, dia sedih sekali. Arun, selalu menemani Aiska di sampingnya. Sampai pemakaman selesai, Aiska masih di sana."Mas, kamu pulang saja ya. Aku akan menginap di sini sampai tujuh hari bapak," kata Aiska."Iya, nanti malam aku balik lagi," kata Arun.Keluarga Arun ikut berbela sungkawa, mereka datang ke rumah Aiska sejak mendengar kabar kematian besannya itu."Aiska, kamu yang sabar ya. Jangan terlalu banyak pikiran, ingat kamu sedang mengandung,' pesan Nawang."Iya, Ma," ucap Aiska.Sore itu rumah tampak ramai karena saudara dan tetangga silih berganti mengunjungi rumah Aiska. Aiska juga melihat ada orang tua Maya yang datang. Hanya Ningsih yang menyambut mereka, Aiska memilih menyambut
Beberapa hari tinggal hanya berdua dengan Aiska membuat Arun menjadi tahu banyak hal tentang Aiska. Bahkan Arun mulai menerima Aiska. Sayangnya kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Nesya kembali mendatangi Arun, dia mulai menggoda Arun kembali."Arun, aku merindukan kamu," kata Nesya sore itu. Dia dengan berani mendatangi rumah Arun.Di sana ada Aiska juga tetapi Aiska memilih untuk diam saja. Dia ingin tahu, seberapa beraninya Nesya."Kita sudah tidak ada hubungan lagi," kata Arun. "lagian untuk apa aku memaafkan tukang selingkuh seperti kamu," sambung Arun."Arun, aku menyesal. Aku janji tidak akan mengulanginya. Percayalah Arun!" pinta Nesya.Nesya terlihat sangat sedih, tetapi Arun tak peduli."Pergilah dari sini! Jangan ganggu aku dan Aiska lagi," usir Arun mendorong Nesya agar keluar dari rumahnya."Arun....Arun...," panggil Nesya. Arun segera menutup pintu rumahnya. Dia enggan sekali bertemu dengan Nesya. Arun menatap Aiska yang sedari tadi diam."Kalau dia ke sini lagi
Setelah kepulangan Nawang dan Arman, Aiska masuk ke dalam rumah. Dia melihat Arun yang memainkan ponselnya di atas ranjang."Tega sekali mereka, ini pasti kerjaan kamu, kan," tuduh Arun."Bukan, Mas. Mereka sendiri yang melakukannya," kata Aiska."Bulshit..," ucap Arun kesal."Mas, itu cucian numpuk. Kemarin ibu belum sempat nyuci," kata Aiska.Arun dengan malas mengambil baju kotor di dalam keranjang dan membawanya ke tempat cuci. Aiska melihat Arun tampak kebingungan menggunakan mesin cuci."Ini di putar dulu, terus diisi air pakai selang ini. Masukin bajunya sama kasih detergen. Tunggu sampai airnya penuh," kata Aiska menjelaskan.Arun yang tak tahu menahu nurut saja dengan intruksi Aiska. Namun, Arun terlalu banyak memberikan detergen ke mesin cuci."Kebanyakan itu, Mas. Harusnya sedikit saja," kata Aiska sembari mengambili detergen yang belum tercampur dengan air."Ribet banget sih," gerutu Arun. "Setelah ini apa lagi tugasku?" tanya Arun."Sambil nunggu mencuci, kamu nyapu sama
Aiska sudah mendapatkan giliran untuk periksa. Alhamdulillah, kandungannya baik-baik saja. Nawang bersyukur sekali karena kandungan Aiska tidak bermasalah.Dokter memberikan obat mual untuk Aiska. Nawang sangat memperhatikan Aiska, sehingga apapun yang Aiska mau selalu dituruti."Aku heran kenapa Arun masih saja membenci kamu," kata Nawang. "Padahal kamu sudah mau hamil anaknya. Mama janji akan bantu kamu mendapatkan Arun," kata Nawang.Nawang meyakinkan Aiska agar tidak menyerah. Bahkan Nawang yakin jika suatu saat Arun akan mencintai Aiska."Terimakasih, Ma. Mama sudah meyakinkan Ais," ucap Aiska."Tadi kamu kenapa lama di kamar mandi?" tanya Ningsih.Aiska menceritakan kalau ada orang yang menguncinya di dalam kamar mandi. Tetapi dia tidak menyebutkan nama orang itu pada Nawang dan Ningsih."Sepertinya banyak yang memusuhi kamu, kamu harus hati-hati, Ais," kata Nawang mengingatkan."Iya, Ma," balas Aiska.Sampai di rumah, Arun sudah pulang. Dia tampak biasa saja saat melihat Aiska
Setelah Bram mendapatkan imbalan dari Nesya, dia segera menjalankan rencananya. Dia tak ingin melihat Arun bahagia, dia sudah diselimuti oleh perasaan dendam.Sore itu, Aiska biasa melakukan jalan sore di sekitar komplek. Aiska tidak pernah sendiri, ada pembantunya yang menemani dia."Bi, sore ini kok tumben sepi ya," kata Aiska melihat jalanan yang tidak ada orang berlalu lalang seperti biasanya."Mungkin belum pada pulang dari kerja, Non," ucap pembantu Aiska.Mereka berjalan menuju ke taman, sering jalan bisa mempermudah persalinan. Aiska ingin melahirkan secara normal san lancar. Maka dari itu setiap sore dan pagi dia jalan santai.Saat hendak menyebrang, dari arah lain ada mobil yang melaju dengan kencang. Mobil itu hampir saja menabrak Aiska. Namun, pembantunya justru yang tertabrak karena menghalangi Aiska.BrakkTubuh pembantu itu berguling di aspal, sementara mobil yang menabrak langsung pergi. Aiska yang shok langsung terduduk lemas. Melihat sang pembantu tak sadarkan diri,
"Sialan....," teriak Nesya sembari membanting ponselnya ke lantai. "Suara itu menjijikan sekali, ini pasti ulah wanita kampungan itu," kata Nesya.Desahan Aiska dan Arun masih terngiang di telinga Nesya. Dia tak bisa memejamkan mata, dia tak bisa tidur. Dia memilih untuk mendatangi Aiska di rumah Arun.Sampai di rumah Arun, lampu sudah padam. Kemungkinan sudah pada tidur.Nesya menggedor pintu rumah Arun, lampu menyala. Dan Arun membuka pintu."Aku sudah yakin kalau kamu yang datang," kata Arun."Mana wanita kampungan itu, dia sengaja memamerkan kemesraan itu kan," kata Nesya."Sayang, siapa?" tanya Aiska yang muncul di belakang Arun. Aiska memakai piyama tidur, dia terlihat lebih cantik dari Nesya. "Oh kamu, udah dengar ya tadi. Ups pasti kepanasan," kata Aiska."Kurang ajar kamu," pekik Nesya hendak meraih rambut Aiska. Namun, Arun melindungi Aiska."Pergi! Jangan buat keributan di sini!" usir Arun."Gak, aku gak akan pergi," kata Nesya menerobos masuk ke dalam namun dihalangi Arun.
Arun berdiri di ambang pintu, ternyata dia menyusul Aiska ke rumah sang mertua."Juragan, silahkan masuk!" perintah Pardi.Arun masuk, dia duduk di kursi tunggal dekat Sinta. "Jangan pernah sangkut pautkan Aiska dengan masalah Maya. Aku gak akan tega Aiska dekat kembali dengan Farid," kata Arun. "Harusnya Maya malu, dia sudah menyakiti Aiska, tetapi masih saja ingin meminta tolong," kata Arun."Juragan, aku mohon! Hanya Aiska yang bisa membantu Maya," kata Sinta memohon penuh iba."Itu semua salah Maya sendiri. Dia yang sudah melakukan kesalahan jadi resikonya buat dia tanggung sendiri," kata Arun. "Lagi pula sekarang Aiska bukan lagi teman Maya," lanjut Arun.Pardi akhirnya angkat bicara, dia yang sejak tadi menyimak akhirnya bersuara."Aku yakin ada cara lain, tanpa melibatkan Aiska. Lagi pula Aiska juga sudah punya kehidupan sendiri. Jangan ganggu dia lagi!" ucap Pardi."Aiska, Ibu mohon bantu Maya," kata Sinta."Maaf, Bu. Aiska gak bisa," kata Aiska."Ibu.. ngapain sih ke sini? M