Share

Bab. 3.

"Maaf Nona, saya ditugaskan Tuan Zack untuk mengantarkan koper ini pada Anda! Silahkan diterima kopernya, Nona."

Celine memicingkan mata penasaran. Apa isi dari koper tersebut, kenapa tiba-tiba Zack mengirimkan hadiah untuknya?

Padahal, jika pria itu memang berniat memberinya ‘koper ini’, Zack bisa memberikannya tadi ketika mereka bertemu di kantor.

"Apa isi koper itu?"

"Maaf Nona, saya tidak tau! Bukan wewenang saya untuk membuka koper itu. Kalau Nona mau, Nona bisa membuka sendiri dan melihat apa isinya.” Wanita itu mundur selangkah, lalu mengangguk sekilas. “Kalau begitu saya permisi dulu, Nona. Selamat sore!"

Selepas kepergian wanita tersebut, justru Sisilia-lah yang paling antusias dan ingin segera Celine untuk membukanya. Mama Celine itu begitu penasaran apa yang dikirimkan oleh calon menantu kaya rayanya itu.

"Buka Celine, buka! Mamah tidak sabar melihat apa isi dari koper itu."

Dengan ragu, Celine mulai membukanya. Gerakannya yang lambat membuat Sisilia tidak sabar.

Dia pun akhirnya mendorong tubuh putrinya agar sedikit menjauh dan menggantikan posisinya untuk membuka.

"Kamu minggir, biar Mama yang buka!"

"Eh, aduh!" Celine terjungkal saat Sisilia tiba-tiba menyenggolnya.

Lagi-lagi Sisilia dibuat melongo saat melihat isi koper itu ternyata sebuah gaun pengantin berwarna putih cerah, lengkap dengan kerudung menerawang sebagai hiasan kepala mempelai wanita.

Melihat gaun itu bukan membuat Celine senang, melainkan bulir bening kembali turun tanpa harus dia suruh.

Sesak dadanya kala mengingat dia harus menikah dengan pria yang tidak dia cinta. Kenyataan jika dia harus meninggalkan satu-satunya pemuda yang rela berjuang untuknya pun semakin membuatnya pedih.

"Astaga Celine, bagus sekali gaun ini, ini pasti sangat mahal harganya! Kamu harus bersyukur menikah dengan pria kaya raya seperti Tuan Zack," ujar Sisilia sambil menempelkan gaun itu di tubuhnya sambil berputar-putar.

Merasa tidak mendapat jawaban dari putrinya, Sisilia menoleh pada Celine yang hanya berdiri sambil menyeka air matanya.

"Nangis terus! Apa yang kamu pikirkan saat ini? Si Raka?” Mata Sisilia menatap tajam. Dia spontan memutar jengah matanya kala melihat gesture Celine yang semakin menunduk. “Astaga Celine, jangan terlalu memikirkan dia! Bisa saja dia sudah mempunyai wanita lain di luaran sana!"

Degh!

“Mama!”

Celine spontan memandang kesal pada Sisilia. Dia yakin, Raka bukanlah tipikal pria seperti itu.

Namun, tidak munafik … pikiran Celine pun sedikit memiliki praduga itu. Pasalnya, sejak kepergian pemuda itu, tidak satu pun kabar yang dia terima. Tidak ada panggilan masuk, tidak ada pesan darinya. Bahkan, di saat Celine berusaha menghubungi pun ponsel Raka tidak aktif.

Hal itu menjadi tanda tanya besar untuknya. Ke mana dia, sedang apa dia, sesibuk apakah sampai tidak sempat untuk membalas pesannya?

Walau demikian, tetap Celine masih menyangkal dan percaya kalau pemuda pilihannya itu sedang fokus bekerja untuk melamarnya nanti.

"Sudah, lebih baik kamu lupakan si Raka dan mulai fokus dengan pernikahanmu besok! Mama nggak mau sampai kamu terlihat pucat gara-gara banyak menangis! Tuan Zack akan sangat kesal jika melihat calon istrinya mendung seperti ini!"

Sampai malam hari, Celine terus terpikir dengan apa yang Sisilia katakan. Dia duduk sendiri di depan ruang di mana Crush di rawat sambil termenung.

Mempunyai wanita lain di luaran sana? Apa itu benar terjadi? Kalau memang itu benar, betapa kejamnya Raka pada dirinya yang menunggu sampai saat ini, walau dia sendiri bakal mengkhianati cinta pemuda itu.

*

*

*

Pagi harinya Celine tengah mengipas-kipas tubuhnya karena keringat, saat mendengar papanya bertanya, "Kamu sudah bangun Nak? Bagaimana tidurnya semalam?"

Tanpa dia ketahui Papanya sudah mulai duduk tanpa selang infus yang menempel di tangannya.

Tubuhnya yang semula lemas karena efek baru bangun tidur itu pun langsung terasa bersemangat saat melihat kemajuan kondisi papanya.

"Papa! Papa sudah bisa untuk duduk?" pekik Celine bahagia.

Crush hanya mengangguk sambil tersenyum sebelum kembali bicara.

"Mana mungkin Papa terus terbaring di sini, sementara Putri kesayangan Papa hari ini akan menikah."

Celine segera meraih tubuh tua itu dan memeluknya dengan sangat erat. Rasanya tidak ingin berpisah dengan laki-laki yang selama ini menjadi panutannya. Laki-laki yang selalu sabar menghadapi situasi apa pun, bahkan di dalam sakitnya pun Crush tak pernah mengeluh.

Tak lama setelah itu, terlihat dua mobil mewah mulai memasuki parkiran rumah sakit di mana satu orang di depan sangatlah Celine kenal.

Memakai setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kacamata hitamnya, Jony memimpin beberapa anak buah yang lain menuju ruang rawat Crush untuk menjemput mempelai wanita.

"Selamat pagi Tuan Crush, mana putri anda? Dia sudah ditunggu oleh Tuan Zack sekarang!"

"Tunggulah sebentar lagi! Putriku sedang bersiap di dalam."

Menunggu sekitar satu jam lamanya, kini Celine keluar mengenakan gaun pengantin putih yang diberikan oleh Zack. Gaun berbelahan dada rendah dengan buntut menjuntai ke belakang, serta kerudung sutra yang turut menghiasi kepalanya membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

Ukuran gaun tersebut sangat pas di badannya walau Zack tidak pernah tau berapa berat badan Celine sebelumnya.

Semua mata spontan memandang terpesona, betapa cantik dan berbedanya Celine dalam balutan gaun pengantinnya.

"Ya Tuhan, cantik sekali putri Papa ini! Kamu seperti bidadari yang turun dari langit, Sayang!"

Sengaja Crush memuji agar putrinya itu bersemangat dalam melangsungkan pernikahan yang tinggal sebentar lagi.

"Apa kita bisa berangkat sekarang?"

Celine mengangguk pelan dan berjalan sambil merangkul lengan sang ayah. Diikuti oleh keluarga, Jony dan anak buah Zack yang lainnya.

Satu mobil yang dikendarai oleh Jony membawa pengantin wanita, sedang satu mobil yang lain membawa keluarga beserta anak buah yang lainnya, menuju suatu tempat di mana Zack sudah menyiapkan semuanya.

Begitu sampai di tempat acara, pandangan memukau lagi-lagi membuat Celine, juga keluarganya terpana.

Dekorasi bernuansa putih dengan bunga-bunga warna warni indah terlihat di sepanjang garis pantai.

"Astaga, Nak lihat! Dekorasinya bagus sekali! Tuan Zack pasti sudah merencanakan acara ini matang-matang."

Celine hanya diam dengan ucapan Mamanya itu. Mamanya mungkin begitu bahagia, sebab tidak mengetahui kalau sebenarnya dekorasi itu bukan untuknya, melainkan untuk wanita yang sudah meninggalkan Zack–Greta.

Celine entah hanya beruntung, atau harus pasrah menerima semua perlengkapan pernikahan yang seharusnya bukan miliknya itu.

Belum sempat dia melangkah, dari kejauhan terlihat dua orang wanita sedang berpelukan seolah menguatkan satu sama lain.

Raut wajah mereka memancarkan kebahagiaan, juga kesedihan yang teramat dalam.

“Siapa mereka? Apa mereka keluarga Tuan Zack?” tanya Celine dalam hati.

Segala pertanyaan mulai muncul di benaknya. Pernikahan dadakan ini, akankah direstui oleh keluarga Zack yang berasal dari orang kaya itu?

Mungkinkah justru Celine diperlakukan bagai babu??

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status