Share

Bab. 4.

"Apa pernikahan ini sudah bisa kita mulai?" kata pendeta yang memimpin jalannya acara pernikahan.

Celine seketika sadar dari lamunannya saat pemimpin upacara pernikahan menanyakan kesiapannya.

Ditambah, Zack yang tiba-tiba sudah berdiri, menunggu di atas Altar. Pria yang kini mengenakan tuksedo abu-abu, melirik pada Celine seolah bertanya "Apa kau sudah siap?"

Dengan ragu Celine perlahan mulai melangkahkan kaki menuju Altar. Dalam tiap langkah, dia terus menguatkan diri, meski pernikahan ini bukanlah pernikahan impiannya, tetapi dia akan melakukannya demi papanya.

"Ya Tuhan, kuatkanlah aku! Apa yang aku lakukan semua ini hanya demi Papa," gumamnya dalam hati.

Pendeta mulai melakukan runtutan acara dari mulai pemberkatan, mengucapkan janji suci pernikahan hingga menyatakan kalau mereka kini resmi menyandang sebagai pasangan suami istri.

Tepuk tangan riuh mengiringi pemersatuan mereka, tetapi Zack hanya menyeringai kecil sebelum pergi meninggalkan Celine yang masih sendirian di atas Altar.

Celine hanya bisa menghela nafas kasar melihat sikap dingin laki-laki yang kini resmi menjadi suaminya.

Tak lama setelah kepergian Zack, dua wanita yang tadi sempat dilihatnya pun naik ke atas atas, menghampiri dirinya yang membuat Celine semakin bertanya-tanya.

"Selamat datang di kehidupan kami menantuku!” Wanita yang berperawakan lebih tua menyapa lebih dulu dengan senyum ramahnya.

“Aku Veronica Mamanya Zack dan ini Granella, Adiknya Zack!” Dia memperkenalkan sosok wanita yang terlihat lebih muda yang memiliki paras cantik dan ramah sama sepertinya.

“Kami senang kau berada di sini sekarang! Semoga kau bisa membawa Zack kembali ke jalan yang benar, Sayang."

Celine seketika tersenyum. Dia bisa merasakan kalau dua orang keluarga Zack di hadapannya ini benar-benar baik. Berbanding terbalik dengan pria angkuh yang kini menjadi suaminya.

"Halo, apa kau mendengarkan-ku bicara?" Lambaian tangan di depan wajahnya membuat Celine sadar dari lamunannya.

Dia terlihat salah tingkah karena ketahuan sedang memikirkan sesuatu. "Eh, iya Nyonya maaf! Aku tadi sedang anu ...em, ..."

"Nyonya? Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Nyonya? Hei, aku ini Mamanya Zack! Mertuamu!" Mamanya Zack terlihat pura-pura cemberut. "Panggil aku dengan sebutan Ibu, karena mulai hari ini kau adalah menantuku!."

"Oh iya, maaf, Ibu aku masih belum terbiasa dengan semua ini!"

"Tidak masalah, Sayang. Lambat laun kau pasti terbiasa memanggilku dengan sebutan Ibu."

Celine hanya tersenyum sambil mengangguk canggung dengan keluarga barunya.

"Ya sudah, lebih baik kita bicara sambil duduk di bawah. Tidak baik jika kita bicara sambil berdiri seperti ini."

Granella menggandeng tangan ibunya turun dari altar. Tubuh tua nyonya Veronika sedikit kesulitan untuk turun, Celine pun berjalan lebih cepat untuk membantu mertuanya.

"Terima kasih, Nak. Sekarang, temui suamimu! Buat dia bertekuk lutut di hadapanmu. Aku yakin kau pasti bisa melakukan itu."

Celine sendiri rasanya pesimis untuk itu. Dia hanya berusaha pasrah dengan apa yang bakal terjadi dengan rumah tangganya.

Pelan-pelan dia berjalan ragu sambil meremas-remas bagian gaunnya menghampiri Zack yang masih mengobrol dengan teman-temannya.

Melihat wanita yang kini tengah berjalan semakin dekat membuat Zack justru memutar bola matanya malas. Sebelum Celine sampai di hadapan mereka, Zack secepatnya mendekat dan menarik tangan gadis itu dengan sangat kasar.

"Mau apa kau kemari?" tanya Zack dengan tatapan yang sangat menakutkan.

Suara itu terdengar sangat lirih, tetapi sangat menyakitkan hati Celine. Di hari pertama menikah tidak ada kebahagiaan sama sekali selain mendapatkan mertua dan ipar yang baik.

Mendapatkan Veronica dan Granella merupakan keberuntungan tersendiri untuknya.

Suaminya benar-benar tidak menganggapnya sama sekali, apalagi di depan teman-temannya. Zack terkesan malu mempunyai istri seperti Celine.

Padahal secara fisik Celine bukanlah sosok yang buruk, dia cantik dan juga baik.

Bahkan tak sedikit orang yang mengagumi kecantikannya, apalagi dalam berbalut gaun pengantin.

"Ma-maaf Tuan, aku hanya itu ...!"

“Jangan pernah dekati aku di saat aku bercengkerama dengan mereka!” ujar Zack dingin. Dia juga menaikkan jari telunjuknya, membentuk sebuah peringatan. "Dan ingat satu hal! Jangan berharap kalau aku akan membuatmu bahagia! Camkan itu!"

Tanpa mereka sadari, Crush yang berdiri di belakang, tak sengaja mendengarnya. Dia yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik putrinya merasa terdorong untuk mendekat. Tanpa disangka dia mendengar kalimat yang mengejutkan itu dari menantunya.

"Apa? Ya Tuhan–"

Bak disambar petir di siang hari, Crush spontan meringis memegangi dadanya yang terasa sangat sakit.

Nafasnya mulai sesak dan pandangannya mulai kabur. Pelan-pelan dia terjatuh ambruk di atas pasir putih.

"Papa!"

"Papa bangun Pah! Papa tidak boleh seperti ini!"

Air mata Celine tumpah ruah menjatuhi tubuh tua yang kini terbaring di atas pangkuannya. Semua pengunjung yang datang spontan mengerubungi tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang menolongnya.

"Ma-maafkan Pa-Papa, Nak! Se-semua ini kesalahan Pa-Papa! Pa-Papa berdo-sa pa-damu! Ma-af-kan semua ke-sala-han su-amimu, Nak!"

Kalimat terakhir itu meluncur sebelum laki-laki tua itu menghembuskan nafas terakhir. Mendengarnya, membuat perasaan Celine semakin hancur.

Bagaimana bisa di hari spesialnya … dia justru kehilangan orang yang paling berpengaruh untuknya itu.

Kehilangan orang tercinta bukanlah perkara mudah untuknya.

Celine merasa kalau takdir sedang mempermainkannya. Dia merasa kalau dunia ini tidak adil baginya. Meratap pun tidak ada gunanya karena tidak akan mungkin bisa mengembalikan sosok papa tercinta.

Bersama Sisilia dan Jesica, Celine menangis hancur sampai memukul-mukul tanah di sampingnya.

"Papa, bangun Pa! Papa tidak boleh meninggalkan Celine sekarang!"

"Semua ini gara-gara Tuan Zack! Tuan Zack yang membuat Ayah meninggal dunia! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkan laki-laki sombong ini," gumam Celine dalam hati dengan dada bergemuruh.

Sementara itu, alih-alih terlihat panik melihat mertuanya terkapar tidak bernyawa, Zack justru dengan entengnya meminta Jony–asistennya mengurus segala hal.

Setelahnya, tanpa peduli akan reaksi para tamu di pesta pernikahan, juga tanpa mencoba menenangkan sang istri … Zack pun pergi dengan mengemudikan mobilnya sendiri.

Melihat keadaan Celine yang begitu terpukul, Veronika berinisiatif untuk membawa sang menantu baru ke rumahnya. Mamanya Zack itu bahkan menyarankan Celine untuk tidak mendatangi pemakaman papanya yang akan langsung diadakan secepatnya itu.

"Masuklah, Nak. Mulai sekarang, ini rumahmu juga.” Veronika memapah tubuh lemah Celine yang sedari tadi terus menatap kosong pada apa yang ada di hadapannya.

“Ok. Meski momennya agak kurang tepat, kami ucapkan selamat datang di sini, semoga kamu betah tinggal bersama kami di sini."

Dua asisten rumah tangga dan dua sopir segera mendekat dan menunduk memberi salam pada nyonya dan majikan barunya.

Setelah dibantu dua asisten rumah tangga, Celine pun diantar menuju kamar pribadinya dengan Zack.

"Pemandangan di sini memang indah, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan suami arogan seperti Tuan Zack ini?” gumamnya dengan tatapan nanar.

BERSAMBUNG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status