Beberapa hari kemudian, Stella di sebuah gereja kecil di pinggiran kota, mengenakan gaun putih sederhana.
Dia akan menikah hari ini. Dia akan menikahi seorang pria yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia tidak mau repot-repot menyewa gaun pengantin, karena dia tidak mau membayarnya. Stella harus mengumpulkan uang untuk membayar biaya operasi Hannah. Dia membeli bunga baby's breath putih di toko bunga dan meminta penjual untuk memberinya pita sutra putih tambahan untung mengepang rambutnya. Stella terlihat murni dan polos. Sudah waktunya untuk acara pernikahan, tetapi mempelai pria belum kunjung datang. Tempat pernikahan hampir kosong, dan hanya ada beberapa orang yang datang. "Jangan khawatir. Dia mungkin terjebak macet. kita tunggu saja." Ucap Johan untuk menghibur Stella. Napas Stella tersendat. Dia telah mendengar sesuatu tentang pria yang akan dinikahinya. Namanya Dirga Lester. Pria itu tidak memiliki pekerjaan yang layak dan seorang pemalas yang menghabiskan waktunya dengan bergaul dengan para anak jalanan sepanjang waktu. Memikirkan harus menikah dengan orang seperti itu, membuat perut Stella mual karena cemas, tetapi dia tidak punya pilihan yang lain. "Mengapa mempelai pria dan keluarganya belum datang?" Ucap Nora mengerutkan kening dan melirik ke arah beberapa orang di dalam gereja. Dia mengenakan gaun ungu yang cantik dan lembut. Riasan yang halus menonjolkan wajahnya, dia tampak mempesona. Tampaknya Keluarga Lester tidak menghargai pernikahan ini. Namun, Stella tidak ambil pusing. Dia hanya peduli dengan biaya pengobatan Hannah. Stella mencondongkan tubuhnya ke arah Nora dan berbisik, "Maukah kau memberiku uangnya segera setelah pernikahan ini selesai?" Stella telah berjanji kepada kedua orang tua angkatnya untuk menukar pernikahannya dengan uang untuk menyelamatkan nyawa Hannah. "Kita ini keluarga. Kenapa kamu terus-terusan bicara soal uang? jangan khawatir. Aku akan memberimu uang seperti yang sudah dijanjikan. Jangan terus menerus menanyakannya." Ucap Nora Tidak peduli seberapa lembut Nora berkata pada Stella, ketidaksabarannya terlihat jelas dalam suaranya. Sementara itu, Rebecca baru saja tiba. Dia berjalan memasuki gereja dengan pakaian mencolok dan perhiasan mahal, sambil memegangi lengan pacarnya. Dia melangkah ke arah Johan dan Nora sambil tersenyum puas. Dia telah merebut pacar Stella yang kaya raya, meninggalkannya untuk menikahi anak haram Keluarga Lester. Alis David berkerut saat melihat Stella menggunakan gaun pengantin. Rasa bersalah masih menghinggapi hatinya hingga saat ini. Itu semua salahnya. Gairah sesaat telah mengakhiri hubungannya dengan cinta yang paling dalam hidupnya. Dan sekarang malah melihat Stella menikah dengan orang lain. Dia tidak bermaksud menghadiri pernikahan ini. Rebecca yang menyeretnya datang kesini. Namun, dia tidak dapat menolak ajakan Rebecca setelah mengetahui bahwa Rebecca sedang mengandung anaknya. Sejak tiba di gereja, mata David selalu tertuju pada Stella. Rebecca tidak tahan melihat David selalu melihat ke arah wanita yang paling dia benci. Tidak ada yang berubah bahkan setelah bertahun-tahun. Stella berhasil memikat semua orang dengan pesonanya. Orang-orang selalu memperhatikannya, bukan Rebecca. Rasa cemburu muncul. Rebecca menjadi marah dan mulai berteriak pada David, terlepas dari situasinya. "Percaya atau tidak, aku akan mencungkil matamu. Apa sih yang begitu bagus dari wanita jalang itu? Kenapa kau menatapnya seperti itu?" Kemudian Rebecca berbalik dan mencibir. " Kenapa pengantin prianya belum datang? Pria itu terlambat menghadiri pernikahannya sendiri. Bagaimana bisa dia diandalkan? Keluarganya juga tidak datang. Sepertinya mereka tidak peduli dengan bajingan itu." Rebecca adalah seorang putri di rumah. Tidak akan ada yang menyalahkannya karena membuat komentar kasar seperti itu. Namun, mereka sekarang berada di tempat umum, dan dia adalah saudara perempuan dari pengantin wanita. Perilakunya yang lancang dan kasar telah menjadi topik dan gosip semua orang. Stella mengangkat ujung gaunnya dengan lembut dan melangkah maju. Stella telah menoleransi Rebecca, terlepas dari betapa sombong dan tidak berperasaannya dia di masa lalu. Namun sekarang dia tidak tahan dengan omong kosongnya. "Rebecca, jangan panggil siapapun bajingan! kamu sekarang di dalam gereja. Jaga bahasamu! Apa kamu tidak punya sompan santun?" Rebecca terkejut. Dia belum pernah melihat Stella seperti ini. Wanita itu selalu bersikap toleran padanya. Mendengar itu, suasana gereja menjadi sunyi. Tepat saat itu, suara pintu terbuka memecah kesunyian. Seorang pria tinggi melangkah masuk. Sinar matahari yang menyilaukan tampak menyinari tubuhnya yang ramping. Saat pintu gereja tertutup lagi, pria itu mendongak. Matanya yang dalam menyapu kerumunan, bibirnya mengerucut menjadi garis tipis. Dia mengancingkan jasnya dam merapikan mantelnya seolah-olah dia datang kesini dengan tergesa-gesa. Cahaya matahari menyinari wajahnya yang tampan. Sepertinya Tuhan telah bekerja keras untuk menciptakannya. Semua mata tertuju padanya seolah-olah dia telah memberikan mantra pada semua orang di dalam gereja."Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum