Semua orang memandang pria itu dengan tatapan kagum. Dia tampak memancarkan pesona yang alami dan maskulin.
Melihat itu mata Rebecca langsung berbinar. Dia menduga pria tampan itu adalah salah satu dari dua kakak laki-laki Dirga. Keluarga Lester adalah salah satu keluarga paling berkuasa di kota itu. Bagaimanapun, Dirga adalah anak haram, Rebecca merasa dia tidak akan pernah punya kesempatan melawan satupun anggota keluarga bangsawan. Pria di hadapannya tampak menawan dan maskulin, jadi Rebecca langsung berpikir pria itu pasti pewaris sah keluarga itu. Ketampanan dan pesonanya sungguh mengejutkan, sekaligus membuatnya bergairah. Dia pikir David adalah pria yang tampan, tapi jika dibandingkan dengan pria yang baru saja tiba, David jelas tidak bisa dibandingkan dengan pria itu, perbandingannya sangat jauh antara keduanya. Rebecca lalu melangkah maju dan menyapa pria itu. "Apakah anda saudara laki-laki Dirga?" Hanya dengan menatap matanya saja sudah membuat wajahnya memerah. "Baiklah, keluarga mempelai pria belum datang. Silahkan duduk. Pernikahannya baru akan di mulai beberapa saat lagi." Ucap Rebecca Rebecca bahkan ingin sekali meminta nomer telfonnya, tetapi melihat situasi saat ini, dia tidak berani melakukannya. Pria itu tidak mengedipkan matanya. Dia mengabaikan Rebecca dan langsung berjalan menghampiri Stella. Wajah Rebecca memerah karena malu. Rasa malu dan gembira itu seketika lenyap dalam selejap. Dia kembali ke tempat duduknya dengan marah. Matanya terbelalak ngeri saat melihat pria tampan itu duduk di samping Stella. Saat itulah dia sadar, lelaki itu tak lain adalah sang lengantin pria, Dirga. Rebecca menggelengkan kepalanya karena tidak percaya. "Bagaimana Dirga bisa terlihat setampan ini?" gumannya Dia membungkuk dan berbisik di telinga ibunya, "Bu, kenapa Ibu tidak mencarikan foto Dirga untukku? Kalau aku tau seperti apa rupanya, aku tidak akan meminta Stella untuk menikahinya menggantikanku." Nora memejamkan mata dan menghembuskan nafas kasar, menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Kemudian, dia berbalik dan menatap putrinya dengan pandangan mencela. "Kamu masih muda. Saat kamu dewasa, kamu akan tahu bahwa penampilan pria adalah hal yang paling tidak penting untuk diperhatikan. Dirga itu pecundang, dia bahkan tidak punya pekerjaan yang layak. Dia idiot tidak berguna yang tidak punya kehidupan. Dia pasangan yang sempurna untuk Stella. Keduanya akan tetap menjadi orang buangan selamanya." Rebecca tidak mau repot-repot membalas perkataan ibunya. Namun, dia benci kenyataan bahwa Stella akan menikah dengan seorang pria tampan. Dia tampak seperti bintang film. Dirga lalu menghampiri Stella dan menatap wajahnya. "Maaf aku terlambat karena aku harus mengurus urusan pribadi dulu." Ucapnya datar "Tidak masalah." Ucap Stella. Stella tidak keberatan. Dia cukup senang mengetahui bahwa Dirga adalah pria yang tampan. Setidaknya ada sesuatu yang baik tentangnya. Tepat saat dia berbalik, tatapannya tertuju pada jam tangan Patek Philippe di pergelangan tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari. Meskipun Stella tidak kaya, dia sudah cukup mengenal dunia untuk mengetahui nilai dari jam tangan tersebut. Dia langsung menyadari bahwa jam tangan itu bernilai setidaknya satu juta dollar. Alisnya terangkat karena terkejut. Semua orang mengatakan kepadanya bahwa Dirga adalah pria miskin dan hina. Itulah sebabnya mereka ingin Stella menikahinya sejak awal. Bagaimana mungkin dia bisa membeli jam tangan semahal itu kalau dia adalah pria miskin dan hina?"Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum