"Aku telah menyerahkan diriku padamu. Mengapa kau tidak mau putus dengan Stella?" tanya wanita itu dengan suara menggoda dan terengah-engah. Dia setengah telanjang dan sedang melayang diatas seorang pria.
"Jangan sebut namanya disaat kita sedang bermesraan." Sang pria begitu bergairah, meremas payudara sang wanita dan mengerang kenikmatan. Wanita itu tampak tidak puas karena tidak mendapatkan jawaban yang diinginkannya. "Tidak mungkin! Dia hanyalah anak angkat, bahkan anjing kami memegang posisi yang lebih penting di keluarga kami daripada dia. Apa bagusnya dia?" Pria tersebut tidak berkata apa-apa. Dia mencengkram pinggang wanita tersebut dan mendorongnya lebih keras, yang membuat wanita tersebut menjerit dan mengerang kenikmatan. Stella Lind berdiri di depan pintu, mendengarkan semua yang terjadi di dalam ruangan itu. Matanya yang lelah berubah menjadi dingin saat dia mengerti apa yang sedang terjadi. Dia baru saja kembali dari Rumah Sakit. Hannah, wanita yang telah membesarkan Stella sejak dia masih kecil, didiagnosa menderita sirosis hati stadium lanjut tiga bulan yang lalu. Wanita itu membutuhkan transplantasi hati secepatnya. Stella harus mengumpulkan uang untuk membayar biaya pengobatan tersebut. Keadaanya makin memburuk karena adik perempuannya berhubungan dengan pacarnya. Stella merasa hidupnya hancur. "Kau mendengarku? Kau harus memberi tahu keputusanmu malam ini. Pilihannya ada padaku atau dia. Pilihan ada di tanganmu." Rebecca Lind memukul dada David Carter, berharap dia mendapat jawabannya sekarang. Stella menendang pintu hingga terbuka dan menatap ke arah dua pasangan tersebut. "Biar aku yang mengurusi masalah kalian. Dia hanya seorang pria. Kalian bisa bersama jika kalian sangat menginginkan itu." Meskipun Stella terdengar acuh tak acuh, hatinya hancur melihat pacarnya selingkuh dengan saudara perempuannya. David adalah teman sekelas Stella semasa kuliah. Dia adalah pria tampan dari keluarga kaya. Dia telah mengejar Stella selama 3 tahun. David telah menyatakan cintanya tepat sebelum mereka wisuda. Kejadian itu terjadi di taman kampus. Banyak orang di sekitar, dan hampir semua mahasiswa menyaksikan adegan romantis itu. penonton bersorak, dan membuat Stella menerima David menjadi pacarnya. Rasa sakit karena penghianatan menghancurkannya. Melihat kedua orang di depannya, Stella mengepalkan tangannya. David buru-buru mendorong Rebecca, mengenakan celananya, dan langsung turun dari tempat tidur. Rebecca hampir terjatuh. Kata-kata dari Stella berhasil menyulut amarahnya. Dia telah berusaha keras untuk bisa berhubungan dengan pria kaya dan tampan seperti David. Stella telah memenangkan hatinya tanpa melakukan apapun, itulah yang membuat Rebecca benci terhadap Stella. Bagaimanapun, Stella hanyak anam angkat Keluarga Lind. "Apa yang kau katakan? Kedengarannya seperti kau yang telah mencampakan David. David yang mencampakanmu, dasar Jalang!" Ucap Rebecca Rebecca mencibir sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Kemudian dia menatap David dan bertanya, "David, apa yang kau katakan padaku tadi? katakan sekarang pada Stella!" David tidur dengan Rebecca hanya karena dorongan hati. Wanita itu telah merayunya, dan dia kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dia berlutut dan meraih pergelangan tangan Stella, "Stella, maafkan aku. Aku tidak tau apa yang sedang kupikirkan." Meskipun air mata memenuhi matanya, Stella menatapnya dengan jijik. Begitu Stella sudah menetapkan pikirannya pada sesuatu, tidak ada seorang pun yang dapat mengubahnya. Dia menarik tangannya dari genggaman David, " Maafkan aku, David. Aku tidak ingin apapun yang telah dinodai oleh Rebecca. Kalian berdua adalah pasangan yang cocok. Ayo kita putus." Rebecca terkejut. David hampir putus asa, tetapi tidak ada sedikitpun kesedihan di wajah Stella. Kemarahan mengalir deras di nadinya karena dia tidak mencapai apa yang diinginkannya. Stella tidak punya waktu untuk bicara dengan mereka berdua. Rebecca selalu bersaing dengannya sejak mereka masih kecil dan dia senang mengambil apapun milik Stella. Dia terbiasa merebut mainan Stella. Sekarang setelah mereka dewasa, dia juga merebut pacarnya. Stella sudah terbiasa dengan hal itu. Sekarang dia hanya khawatir tentang biaya pengobatan Hannah. Tepat saat dia hendak pergi, dia mendengar suara langkah kaki dari koridor. "Ini sudah larut malam, kenapa brisik sekali." Orang tua angkat Stella, Johan Lind dan Nora Duncan, bergegas datang setelah mendengar keributan itu. Johan masuk ke kamar lebih dulu. Matanya terbelalak ngeri saat melihat putrinya duduk di tempat tidur tanpa mengenakan apapun kecuali selimut yang menutupinya. Melihat itu dia berteriak pada putrinya, "Apa yang kau lakukan? Kau akan segera menikah. Apa yang kau lakukan dengan pria lain." Rebecca memeluk dirinya sendiri dan menatap ayahnya dengan mata merah. Dia menggertakan giginya untuj menahan amarahnya. Keluarga Lester dan Keluarga Lind telah sepakat untuk menikahkan anak-anak mereka saat dewasa. Tunangannya adalah anak haram, dan Keluarga Lester telah mengusirnya dari rumah sudah sejak lama. Dia miskin dan bahkan tidak mempunyai pekerjaan yang layak. Dia hanya seorang pemalas yang menyia-nyiakan waktunya tanpa melakukan apapun. Rebecca tidak ingin menikahinya. Dia merasa pantas dapat yang lebih baik darinya. "Aku hamil." Kata Rebecca sambil menunjuk David. "Aku hamil anaknya. Jadi aku tidak bisa menikah dengan orang lain. Sebaiknya ayah batalkan saja pernikahan ini." Ucap Rebecca David tercengang. Dia hanya tidur dengan Rebecca beberapa kali. Bagaimana dia bisa hamil? "Omong kosong! Kau harus menikah dengan Keluarga Lester.!" Johan sangat marah. Dia ingin menampar Rebecca karena bertindak bodoh. Bagaimanapun, pernikahan itu adalah masalag gengsi. Apa yang bisa dia karakan pada Keluarga Lester jika mereka menanyakan alasan pembatalan pernikahan itu? Nora berdiri protektif di depan putrinya. Dia sangat protektif pada Rebecca dan sangat jarang memarahinya. Suaminya sangat marah, dan dia tidak tega melihatnya membentak Rebecca. "Johan, kenapa kamu marah pada Rebecca?" Nora menangis. "Stella juga putri dari Keluarga Lind. Dia juga bisa menikah dengan Keluarga Lester." Ucap Nora Johan dan Nora tidak memiliki anak selama beberapa tahun pertama setelah mereka menikah. Karena tekanan dari para tetua Keluarga Lind, mereka harus mengadopsi Stella. Bertahun-tahun kemudian, Nora berhasil hamil dan melahirkan Rebecca. Semua itu hanya membuatnya sangat membenci Stella. Keberadaan Stella adalah bukti ketidaksuburannya. Hanya dengan melihat Stella saja dia sudah merasa kesal. Setelah melahirkan Rebecca, Nora menjadi memihak kepada putrinya dan membenci Stella. Seiring berjalannya waktu, Stella tumbuh menjadi wanita yang lebih baik dari Rebecca dalam segala hal. Dan itu membuat Nora semakin meningkatkan kebenciannya terhadap Stella. Kata-kata Nora membuat Stella marah. "Kau telah setuju menikahkan Rebecca dengan Keluarga Lester, bukan aku." Geramnya, "Mengapa kau berencana menikahkanku hanya karena putrimu yang manis telah meniduri seseorang?" "Kami telah membesarkanmu selama bertahun-tahun. Sudah saatnya kau membalas kebaikan kami Stella." Ucap Nora dengan suara pelan, matanya berbinar penuh kelicikan, "Kau tidak ingin pembantu itu menjalano operasi? Kami akan membayar biaya pengoobatan asalkan kau mau menggantikan Rebecca menikah dengan Keluarga Lester." Senyun puas muncul di wajah Rebecca. Dia merasa Stella dan anak haram Keluarga Lester akan cocok satu sama lain. Stella menggertakan giginya saat mendengar ucapan Nora. Namun, kata-kata dari Dokter terngiang di benaknya. Hannah sudah tidak punya banyak waktu lagi. Stella baru saja lulus dan tidak mampu membiayai pengobatan Hannah. Meskipun Johan dan Nora mengadopsi Stella, mereka tidak benar-benar peduli padanya. Hannah, pembantu Keluarga Lind yang membesarkan Stella. Hannah seperti nenek yang tidak pernah dimiliki Stella. Dan dia tidak bisa meninggalkannya sendirian. Melihat keraguan di mata Stella, Nora kembali berkara, "Kamu harus menikah dengan seseorang di masa depan. Mengapa kamu tidak mau membantu kami untuk menikahi putra Keluarga Lester? Aku akan memberimu uang setelah kamu menikah." Kaki Stella gemetar saat semua orang di dalan ruangan menatapnya. Dia butuh uang untuk membayar biaya pengobatan Hannah. Air mata akhirnya mengalir di pipinya. Dia menundukan kepalanya dan menjawab dengan suara rendah, "Baiklah, aku akan menikah dengannya.""Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum