“Firman, handle kerjaanku dulu. Aku mau ke PT Internusa,” ucap Alif.
Ia baru saja usai menemui beberapa klien dan langsung melakukan panggilan ke asistennya. Firman yang di seberang sana hanya mengangguk.
“Iya, Pak.”
Alif langsung masuk mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Usai menemui klien di kafe pagi ini. Dia harus pindah beberapa tempat untuk bertemu klien yang lain. Baru pukul dua siang, semua janjinya dengan klien selesai.
Sengaja Alif ingin ke kantor Dira. Ia penasaran apa saja yang dilakukan istrinya. Bisa jadi juga Rayhan berada di sana. Jika memang begitu, berarti mereka telah mempermainkannya selama ini.
Pukul setengah tiga sore, saat Alif tiba di kantor Dira. Ada Linda yang menyambut kedatangan Alif. Wanita itu berdiri gugup sambil menganggukkan kepala memberi salam.
“Selamat siang, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?”
Alif terdiam sejenak, menarik napas panjang sambil me
“Kalau begitu, saya akan siapkan semuanya.” Firman berkata dengan bersemangat. Sementara Alif hanya diam, menatapnya dengan sudut mata dan terlihat lesu. “Saya akan memberi tahu Ibu, Pak. Nanti kita berangkat pukul empat sore saja, biar tidak terjebak macet.” Alif berdecak sambil mengibaskan tangannya ke udara. “Terserah kamu. Atur saja!!” Firman kembali tersenyum lebar kemudian berpamitan keluar ruangan. Sedangkan Alif hanya diam sambil mulai membuka laptopnya. Alif tidak mau berpikir banyak mengenai suasana nanti malam. Memang lebih baik dia datang bersama Dira daripada tidak. Alif ingat saat tempo hari datang ke grand opening gedung milik Dani dengan Maura. Dani tampak terkejut. Meski tidak mengajukan pertanyaan secara langsung, Alif yakin Dani curiga dengannya. “Sudahlah … lebih baik aku mengalah, dari pada nanti Ayah dapat aduan dari Om Dandy,” gumam Alif. Ia tahu bagaimana keakraban Emran dan Dandy selama ini. Bahkan tidak hanya ayahnya saja, bundanya pun sama akrabnya de
“APA!!!??”Mata Alif melebar saat mendengar ucapan Dira. Sedangkan Dira hanya tersenyum dengan wajah penuh kemenangan. Entah mengapa tiba-tiba ide untuk berbohong muncul seketika di benak Dira.“Dia pria yang harusnya aku nikahi. Bukan kamu!!” imbuh Dira.Alif terdiam, jakunnya naik turun menelan saliva dengan kilatan mata menatap Dira.“Dia kekasihku, Mas Alif!!”Kalimat terakhir Dira semakin membuat Alif terkejut. Namun, pria tampan itu tak menunjukkan reaksi terkejutnya secara spontan.Ia hanya diam, menatap Dira dengan mata tajam. Wajahnya terlihat tegang dengan bibir yang terkatup rapat dan gigi yang saling beradu.“Sekarang kamu tahu, kan? Apa hubunganku dengan Kak Rayhan. Jadi jangan pernah melarangku bertemu dengannya lagi atau kamu akan kehilangan anak ini!!!”Usai berkata seperti itu, Dira langsung membalikkan badan dan pergi begitu saja meninggalkan Alif.Puas se
Pukul tujuh malam saat Alif tiba. Seperti biasanya usai bebersih diri, ia langsung makan malam. Kali ini ia dan Dira sudah duduk saling berhadapan, terlihat asyik menikmati makan malam.Sesekali Dira memperhatikan Alif yang duduk di depannya dan menyimpan senyum. Tentu saja reaksi Dira membuat Alif kesal.Alif sudah selesai makan lebih dulu dan kini menatap Dira dengan tajam.“Ada apa?” Alif langsung bertanya to the point. Bukannya menjawab, Dira malah tersenyum meringis.Alif berdecak sambil mengendikkan bahu kemudian sudah berlalu lebih dulu meninggalkan ruang makan.Dira mendengkus kesal sambil memperhatikan punggung Alif yang menjauh. Ternyata lebih mudah memaki Alif daripada mengucapkan terima kasih atas ulahnya hari ini.Dira menggelengkan kepala sambil menyesali sikapnya malam ini.Ia tergesa menyelesaikan makan malam, kemudian gegas menghampiri Alif di ruang kerja. Setelah beberapa kali
“Firman, handle kerjaanku dulu. Aku mau ke PT Internusa,” ucap Alif.Ia baru saja usai menemui beberapa klien dan langsung melakukan panggilan ke asistennya. Firman yang di seberang sana hanya mengangguk.“Iya, Pak.”Alif langsung masuk mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Usai menemui klien di kafe pagi ini. Dia harus pindah beberapa tempat untuk bertemu klien yang lain. Baru pukul dua siang, semua janjinya dengan klien selesai.Sengaja Alif ingin ke kantor Dira. Ia penasaran apa saja yang dilakukan istrinya. Bisa jadi juga Rayhan berada di sana. Jika memang begitu, berarti mereka telah mempermainkannya selama ini.Pukul setengah tiga sore, saat Alif tiba di kantor Dira. Ada Linda yang menyambut kedatangan Alif. Wanita itu berdiri gugup sambil menganggukkan kepala memberi salam.“Selamat siang, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?”Alif terdiam sejenak, menarik napas panjang sambil me
“Sorry, Lif. Aku besok gak bisa. Aku harus keluar kota.”Suara Rayhan di seberang sana langsung menjawab panggilan Alif. Alif hanya mendengkus sambil menganggukkan kepala.“Oke. Kalau begitu setibanya dari luar kota saja. Apa kamu bisa?”Rayhan tersenyum sambil mengangguk.“Iya, tentu. Nanti aku kabari kalau sudah tiba.”Tanpa menjawab, Alif sudah mengakhiri panggilannya. Rayhan adalah sahabatnya sejak kecil. Sejak Rayhan sibuk melanjutkan sekolah dokternya, mereka jadi jarang bertemu. Bahkan saat pernikahan Alif kemarin Rayhan tidak datang.Kini tiba-tiba sahabatnya muncul usai memberi kabar mengenai kehamilan Dira. Tidak hanya itu saja, entah mengapa kemunculan Rayhan belakangan ini membuat Alif kesal. Apalagi saat melihat kedekatannya dengan Dira.Alif mendengkus sambil menatap pintu kamar Dira yang sudah tertutup rapat. Ia tidak jadi turun ke lantai satu dan memilih langsung tidur saja. Mungkin
Alif membisu saat matanya menatap pesan yang baru dikirim Maura.Di sana ada foto Dira bersama Rayhan sedang berjalan beriringan di sebuah mall. Dira tampak bahagia dengan sebuah es krim di tangannya, sedangkan Rayhan hanya tersenyum berjalan di sampingnya sambil menenteng kantong belanjaan.Tepat di bawah foto tersebut ada sebuah caption yang ditulis Maura.“Lif, aku barusan ketemu Dira di mall. Apa kamu kenal siapa pria itu?”Jakun Alif naik turun menelan saliva usai membaca caption yang dikirim Maura. Alif tahu siapa pria yang dimaksud Maura. Namun, tetap saja hal itu membuat sesuatu di dada Alif menguar.Ia langsung menginjak semakin dalam pedal gasnya dan berharap tiba di rumah lebih dulu.Pukul tujuh lewat sepuluh menit saat Alif tiba di rumah. Ia terjebak kemacetan dan membuat mobilnya tidak bisa melaju cepat. Mata Alif menyalang saat melihat mobil Dira sudah terparkir rapi di garasi.Perlahan Alif turun dan masuk k