Dira Aureli terpaksa menggantikan saudari kembarnya untuk menikah dengan Alif Ferdiansyah. Tidak disangka Alif marah saat mengetahui hal itu. Tidak hanya itu, di hari berikutnya saudari kembar Dira ditemukan tewas dengan sebuah surat ancaman bertanda tangankan nama Dira. Kemarahan Alif semakin membuncah dan menuduh Dira pembunuh calon istrinya. Alih-alih membatalkan pernikahan, Alif malah melanjutkan pernikahannya dengan Dira. Ia berencana membuat hidup Dira seperti di neraka.
View More“Apa-apaan ini?! Kamu bukan Disa!”
Dira Aureli terkejut setengah mati saat pria tampan yang sudah resmi menjadi suaminya itu berteriak di hadapannya. Padahal beberapa jam yang lalu, Alif Ferdiansyah terlihat begitu tenang, bahkan senyum bahagia terus terukir menghiasi raut tampannya.
Semua kata-kata yang ia ucapkan saat ijab kabul terdengar lancar tanpa kendala. Bahkan ia terlihat manis selama acara resepsi digelar, tanpa ada tanda-tanda dia akan berubah seperti ini.
“Katakan padaku! Kamu sembunyikan di mana Disa?!” sergah Alif penuh murka.
Dira hanya membisu, menelan saliva sambil menatap amarah yang terlihat jelas di mata pria tampan itu.
Hari ini harusnya menjadi hari pernikahan Alif dan Disa, saudari kembar Dira. Mereka sudah dijodohkan sejak masih remaja. Meski awalnya menolak, pada akhirnya baik, Alif maupun Disa menerimanya.
Disa dan Dira adalah kembar identik. Wajah, suara, gestur tubuh sangat mirip dan sulit dibedakan. Pembedanya hanya di warna rambut. Rambut Disa berwarna hitam, sedangkan Dira berwarna coklat. Dira tidak menyangka Alif akan secepat ini mengenalinya.
“Mas, dengerin dulu. Aku … aku melakukan ini dengan terpaksa. Aku … aku–”
“Omong kosong! Aku tahu selama ini kamu selalu iri dengannya. Pasti kamu yang menghasutnya, kan?”
Wanita cantik dengan mata sipit dan rambut coklat terurai itu hanya diam sambil menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat muram dan serba salah, tampak sekali penyesalan di raut cantiknya.
“Bukannya aku sudah bilang? Aku hanya mencintai Disa, bukan kamu, Dira! Apa belum cukup penolakanku saat itu?”
Dira terdiam sambil menganggukkan kepala. Dia memang pernah mengutarakan perasaannya ke Alif, jauh sebelum Alif bertunangan dengan Disa. Bisa jadi, dulu itu hanya cinta monyet yang dirasakan sesaat oleh Dira. Karena itu, ketika Alif menolaknya, Dira dapat memakluminya dengan mudah.
Namun, entah mengapa, sejak saat itu Alif selalu menyalahartikan sikapnya. Bahkan tidak jarang semua kejadian yang menimpa Dira dianggap untuk mencari perhatian Alif.
“Iya, aku tahu, Mas. Aku mohon … dengarkan dulu penjelasanku. Aku tidak melakukannya dengan sengaja, demi Tuhan, Mas Alif.”
Tidak ada jawaban dari Alif. Dia malah bangkit, mengenakan kembali kemejanya dan berjalan menuju pintu.
Dira melihat gelagat Alif. Dira merasa bersalah dan menyesal sudah menyetujui permintaan papanya. Andai saja Disa tidak menghilang, tentu dia tidak akan terlibat dalam masalah ini.
“Mas, kamu mau ke mana?” tanya Dira, berusaha menahan pria itu.
Sementara Alif sudah membuka pintu dan bersiap keluar. Ia menghentikan langkahnya dan melirik Dira sekilas. Mata elangnya menatap tajam bagai pisau yang menghunus langsung ke ulu hati Dira.
“Bukan urusanmu!” ketus Alif.
Dira menghela napas panjang sambil bangkit menghampiri Alif. Ia menarik lengannya saat pria tampan itu hendak berlalu pergi. Sontak Alif mengibaskan tangannya dengan kasar.
“Jangan sentuh aku!” sentak Alif marah.
Tidak hanya mengibaskan tangan, ia juga sudah mendorong Dira menjauh hingga wanita cantik itu terhuyung ke belakang.
“Aku mohon dengerin penjelasanku dulu, Mas! Aku—”
Namun, Alif seolah menulikan telinga. Ia terus berjalan menyusuri lorong hotel menuju lift.
Memang hari ini mereka melakukan ijab kabul dan resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang lima. Bahkan rencananya akan menikmati malam pertama di sana juga. Sayangnya, kejadian beberapa menit tadi sudah merusak segalanya.
Dira tidak putus asa. Dia langsung berlari mengejar Alif, menahan pintu lift dengan tangannya agar tetap terbuka. Alif menoleh, melihat dengan tatapan yang semakin tajam.
Seakan tahu jika Alif sedang bertanya dengan ulahnya, Dira kembali membuka mulut.
“Bukankah kamu ingin mencari Disa? Aku ikut.”
Alif terdiam sesaat. Dia tidak tahu keberadaan Disa, dan pastinya dengan bantuan Dira, tugasnya akan menjadi sedikit ringan.
“Masuk!”
Selang beberapa saat mereka sudah berada di dalam mobil. Tujuan pertama mereka adalah bandara, stasiun dan terminal bus. Namun, hingga larut malam mencari, mereka tidak juga ditemukan Disa.
Alif terlihat lelah, tapi dia tidak putus asa dan terus mencari.
Dira merasa serba salah. Ia turut bertanggung jawab dengan keadaan Alif. Dira takut Alif jatuh sakit gara-gara pencarian ini.
“Kamu benar-benar tidak tahu kemana Disa pergi, Dira?”
Mereka masih di dalam mobil usai mencari di sekitar terminal dan kali ini Alif bertanya pada Dira. Dira menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.
“Aku tidak tahu, Mas.”
Alif berdecak, meraup kasar wajahnya sambil melirik sinis ke Dira.
“Kamu tidak bohong, kan?”
Dira menggeleng dengan mantap sambil menundukkan kepala. Alif kesal melihat reaksi Dira. Serta merta dia menarik kepala Dira dan meraup pipinya hingga Dira menatap ke arahnya.
“Kalau sampai aku tahu kamu di balik kepergian Disa, aku tidak akan pernah mengampunimu. Kamu dengar aku?!”
Dira menelan ludah. Jantungnya berdegup semakin cepat. Ia sudah berjanji akan menyembunyikan rahasia ini dari Alif. Namun, kalau Alif terus meminta penjelasan, rasanya Dira harus mengingkari janjinya pada papanya.
Alif melihat perubahan di wajah Dira dan merasa wanita itu sedang menyembunyikan sesuatu. Alif mendekatkan wajahnya hingga Dira bisa menghirup aroma maskulin dari tubuhnya.
“Apa? Kamu mau bilang apa, Dira? Katakan.”
Dira menarik napas panjang seolah sedang mengeluarkan seluruh beban di dadanya, kemudian Dira menatap Alif yang berada tidak berjarak di depannya.
Wajah pria ini begitu tampan, masih sama seperti dulu. Hanya saja ekspresi wajahnya yang membuat Dira menggigil ketakutan.
Perlahan, Dira mengulurkan secarik kertas ke Alif dengan tangan gemetar.
“Mas Alif … Disa … Disa tidak mau menikah denganmu.”
Alif terlihat kesal. Ia bersungut-sungut sambil berjalan mendahului ayah dan bundanya. Widuri hanya mengulum senyum melihat ulah putranya.“Alif memang sering gak sabaran, Dira. Kamu harap maklumi, ya?”Dira hanya tersenyum meringis mendengar ucapan mertuanya.Selanjutnya mereka berempat sudah duduk di ruang makan, terlihat asyik menikmati makan malam. Alif dan Dira duduk bersebelahan dengan Widuri dan Emran duduk di depan mereka.“Hmm … ternyata benar kata Alif, masakanmu enak, Dira.”Lagi-lagi Widuri memuji Dira. Tentu saja Alif kesal apalagi namanya diikutsertakan.“Udah deh, Bun. Makan aja jangan pakai ngobrol.”Emran tersenyum mendengar ucapan Alif. Sepertinya putranya tidak mau menunjukkan perhatiannya ke Dira. Bisa jadi karena pernikahan mereka terjadi di luar prediksi membuat Alif belum bisa menunjukkan perasaannya.Emran memaklumi, dia juga pernah di posisi seperti ini sebelum
Dira terdiam usai mendengar kalimat Alif. Segitu bencinya Alif pada dirinya hingga menginginkan kematian Dira. Melihat Dira yang hanya diam saja, Alif langsung berdecak.“Nangis? Buruan kalau mau nangis. Sekalian ngadu ke papamu!”Bukannya menenangkan Dira, Alif malah mengintimidasinya. Namun, Dira hanya diam dan memilih memalingkan wajah dari Alif. Ia bahkan sudah tidur membelakangi Alif.“Aku ngantuk, mau tidur. Kalau Mas Alif mau pulang, pulang saja.”Alif jengkel mendengarnya, tapi dia juga tidak mau berdebat lagi. Tanpa berkata apa pun Alif berlalu pergi meninggalkan Dira. Dira meliriknya sekilas. Ia melihat suaminya sudah keluar dari ruangan.Dira menghela napas panjang sambil melihat pergelangan tangannya yang dibalut perban. Dia benar-benar ketakutan saat melihat darah dan selalu langsung pingsan seperti tadi.Hal ini terjadi usai Dira mengalami kecelakaan mobil. Saat SMA, Dira pernah mengalami kecelakaan mobil bersama mamanya. Dalam kecelakaan itu, mamanya langsung meningga
Dira terpaku mendengar ucapan pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu.Namun, ia tidak melayangkan protes sedikit pun. Percuma, Alif hanya akan semakin murka padanya. “Baik, Mas,” ucap Dira akhirnya. Tidak ada ketakutan terlihat di wajah wanita cantik itu, apalagi kesedihan. Malah kini matanya sudah menatap Alif yang berdiri di depannya.Alif langsung melengos tanpa berkata sepatah pun. Namun, baru beberapa langkah dia sudah berhenti dan bersuara kembali.“Aku lapar. Siapkan makanan!”Dira mengangguk, kemudian langsung turun ke lantai satu. Dia ingat jika tadi melihat dapur sebelum naik ke lantai dua. Untung saja di kulkas banyak persediaan bahan makanan sehingga Dira bisa mengolah makanan dengan cepat.Dira sudah terbiasa mandiri, jadi rasanya tidak kesulitan jika harus memasak dengan cepat. Satu jam kemudian, mereka sudah makan malam bersama. Alif terlihat menikmati, tapi sama sekali tidak berkomentar apa pun tentang masakannya.“Aku nggak suka makan di luar, jadi kamu harus
Dira mematung mendengar kalimat pria itu. “A-apa maksud Mas Alif?" tanyanya gugup. Resah di wajahnya tak bisa disembunyikan. "Aku sama sekali tidak mau menikah dengan Mas.”Alif tersenyum miring mendengarnya. Ia lantas menunjukkan sebuah surat yang ia temukan di buku harian Disa.“Tidak mau katamu? Lalu apa maksudnya ini?”Dira terdiam, matanya melirik ke arah surat yang berada dalam genggaman Alif. Ia tidak tahu apa isinya dan ada hubungan apa dia dengan surat itu.“Kamu memang wanita licik! Teganya kamu lakukan semua ini ke Disa.”"Aku nggak ngerti—"“Kamu yang membunuh Disa, Dira! Kamu pelakunya!”Dira terhenyak. Ia sama sekali tidak paham dengan ucapan Alif. Selama ini, hubungannya dengan Disa baik-baik saja. Memang mereka tidak begitu akrab belakangan ini. Itu pun karena Dira kuliah di luar kota dan jarang bertemu. Namun, apa maksud ucapan Alif dengan menuduhnya sebagai pembunuh Disa?“Aku nggak ngerti maksud ucapanmu, Mas. Aku nggak pernah melakukan seperti yang kamu tuduh.
“Ini ... apa maksudnya, Pa?” tanya Dira linglung.Ia tidak jadi masuk dan hanya berdiri diam di depan pintu. Hal yang sama dilakukan Alif. Pria itu hanya membisu dengan pandangan yang mulai tidak fokus.“Tadi polisi menelepon, mereka menemukan mobil Disa di jurang. Ia mengalami kecelakaan dan meninggal di TKP.”Dira tersentak kaget, dengan spontan menutup mulutnya. Rautnya memucat dengan bulir-bulir yang menggenang di pelupuk matanya.Sedangkan Alif hanya diam sambil menundukkan kepala. Bahunya merosot jatuh mendengar berita itu.“Maafkan Papa, Dira, Alif. Papa benar-benar tidak tahu apa yang menyebabkan Disa seperti ini. Maafkan Papa....”Fabian langsung menangis usai berkata seperti itu. Dira gegas memeluk pria paruh baya itu dan membawa masuk dalam pelukannya. Mereka berdua saling berbagi duka, berusaha menegarkan satu sama lain dalam tangis.Alif melipir menjauh dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak menduga wanita yang dia cintai akan meninggal dengan cara seperti ini. Bahkan Alif b
“Apa katamu?”Dira tidak menjawab hanya menundukkan kepala. Sedangkan Alif langsung merampas kertas yang diberikan Dira tadi. Alif terdiam saat membacanya. Ia tahu, itu memang tulisan tangan Disa. Di sana disebutkan jika Disa membatalkan pernikahannya dengan Alif.“Aku dan Papa menemukan surat itu di kamarnya beberapa jam sebelum pernikahan. Itu sebabnya Papa memintaku menggantikan posisi Disa. Namun, ini hanya sementara, Mas. Nanti kalau Disa sudah ditemukan, kalian bisa melanjutkan pernikahan dengan benar.”Alif hanya membisu, meremas kertas itu dengan wajah mengeras. Kemudian tanpa menoleh ke Dira, ia berkata dengan suara seperti menggeram marah.“Keluar!”Dira terkejut mendengar ucapan Alif. Ini sudah hampir tengah malam dan mereka sedang berada jauh dari keramaian.“Aku bilang keluar!” sergah Alif karena Dira tidak langsung merespon. "SEKARANG!"Dira menelan ludah sambil menatap nanar ke arah pria yang diliputi amarah itu. Sepertinya, Alif melihat reaksinya. Dia menoleh, menyip
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments