LOGINHari pertamaku bekerja di perusahaan ternama itu seharusnya menjadi awal baru. Tapi semuanya berubah ketika tanpa sengaja aku membuka pintu ruang CEO dan melihat sesuatu yang seharusnya tak kulihat. Eldric Adrian, pria sombong sekaligus pemimpin tertinggi perusahaan, menatapku tajam dengan amarah di matanya. “Kau sudah melihat terlalu banyak,” katanya dingin. Sejak hari itu, hidupku bukan lagi milikku. Aku dipaksa menjadi asisten pribadinya, melayani semua keinginannya, menanggung emosinya, dan menyembunyikan rahasia besar yang hampir menghancurkanku
View MoreAku berjalan seorang diri, menuju ruang sang CEO. Langkahku pelan, karena ini kali pertama aku naik ke lantai atas untuk urusan penting, yaitu membawa map yang berisi dokumen penting. Langkahku berhenti tepat di depan pintu bertuliskan “CEO Office.”
Tanganku menggenggam map cokelat berisi dokumen penting yang harus segera ku tandatangani. Hari ini adalah hari pertamaku di perusahaan dan aku sudah hampir terlambat. “Kalau tidak segera ku berikan berkas ini, aku bisa dipecat sebelum sempat bekerja,” gumamku pelan sambil menarik napas dalam. Lorong di lantai atas terasa sunyi. Lampu-lampu putih memantul di lantai marmer, memantulkan bayanganku yang tampak gugup dan kecil. Aku berusaha menenangkan diri, ini hanya pintu, Liana. Kau hanya akan menyerahkan berkas. Tanpa berpikir panjang, aku mengetuk pintu tiga kali. Namun, Tak ada jawaban. Aku mengulanginya lagi, masih hening. "Semoga beliau tidak marah kalau aku langsung masuk." Klek. Begitu pintu ku buka, waktu seolah berhenti. Suara rendah seorang pria terdengar dari dalam, diiringi tawa kecil seorang wanita. Tubuhku membeku. Di depan mataku, seorang pria dengan jas hitam dan kemeja setengah terbuka berdiri di balik meja kerja besar. Seorang wanita dengan gaun merah berdiri terlalu dekat dengannya, terlalu dekat untuk disebut profesional. Kedua tangan pria itu masih menggenggam pinggang wanita itu, seketika mereka menoleh ke arahku bersamaan. Waktu seperti berhenti. Udara di ruangan itu berubah dingin. Tatapan pria itu langsung menusuk ke arahku, dingin, tajam, dan berbahaya. Tatapan yang membuat tenggorokanku kering, seolah semua udara lenyap dari paru-paruku. “Siapa yang memberimu izin masuk?” suaranya berat dan rendah, mengandung ancaman halus. Aku menelan ludah, menunduk cepat. “M-maaf, Tuan. Saya pikir ruangan ini kosong. Saya hanya ingin menyerahkan-" “Keluar!" Satu kata, Tapi nadanya cukup untuk membuat seluruh tubuhku kehilangan kendali. Aku buru-buru berbalik, namun sebelum sempat menutup pintu, langkah berat terdengar mendekat cepat dari belakang. Lalu, cengkeramannya mendarat di pergelangan tanganku. Cengkeraman kuat, tapi tidak kasar. Tegangannya cukup membuatku terpaku di tempat. “Berhenti!” Napasnya terasa di dekat telingaku, hangat, tapi dingin pada saat yang sama. “Kau sudah melihat sesuatu yang seharusnya tidak kau lihat.” ucapnya tenang, tapi menusuk. Aku menahan napas, tubuhku kaku. Detak jantungku memukul dada terlalu keras. “Siapa namamu?” suaranya kini lebih pelan, tapi justru terasa jauh lebih berbahaya. “L-Liana, Tuan. Saya staf baru di bagian administrasi.” Dia diam sejenak, dan aku bisa merasakan tatapannya yang menelusuri wajahku tanpa bicara. Udara di antara kami terasa padat, seakan ada sesuatu yang tidak terlihat tapi nyata. Pria itu, Eldric Adrian, CEO termuda dalam sejarah perusahaan ini. Namanya sering disebut-sebut oleh karyawan lain dengan nada kagum dan takut di waktu bersamaan. Dan sekarang, aku berdiri begitu dekat dengannya, dengan tangan yang masih digenggamnya. “Aku tidak suka orang yang lancang,” ucapnya akhirnya. “Tapi lebih dari itu, aku benci orang yang tidak tahu tempatnya berdiri.” Aku ingin menjelaskan, tapi lidahku kelu. Semua kata seolah hilang ditelan udara. “Maaf, Tuan. saya benar-benar tidak tahu kalau-” Dia menatapku lama, lalu menyeringai tipis. “Mulai hari ini, Liana” Cengkeramannya perlahan melonggar, tapi tatapannya tak beranjak. “Kau bukan lagi staf administrasi. Kau akan bekerja langsung di bawahku.” Aku menatapnya, bingung. “Maksud Tuan?” Senyum dinginnya melebar sedikit. “Anggap saja hukuman, karena berani menyaksikan sesuatu yang bukan milikmu.” Aku menatapnya tak percaya. “Tuan, saya tidak bermaksud—” “Diam!” Nada suaranya tajam, tapi datar. “Kau pikir, aku akan membiarkan seseorang yang melihatku dalam keadaan seperti tadi? Lalu kembali bekerja seolah tak terjadi apa-apa?” Aku menggeleng panik. “Sungguh, saya tidak akan bilang pada siapa pun, Saya janji Tuan” Dia menatapku lama. Entah karena sinar lampu atau tatapan itu sendiri, tapi mata hitamnya terlihat begitu dalam dan berbahaya. Lalu, dengan gerakan pelan namun tegas, dia mendekat. “Janji bisa diingkari,” katanya pelan. Aku menahan napas. Ucapannya membuat darahku seolah berhenti mengalir. Dia melepaskan tanganku perlahan, lalu melangkah kembali ke mejanya dengan aura dominan yang membuatku sulit berpikir jernih. “Mulai besok pagi, kau lapor ke saya langsung. Asisten pribadiku akan memberitahumu detailnya.” Ia menatapku sekilas, lalu menambahkan, “Dan lain kali, ketuk dulu sebelum masuk ke tempat yang tak seharusnya kau masuki. Keluar." Aku hanya bisa menunduk dan mengangguk pelan sebelum melangkah keluar dengan lutut gemetar. Begitu pintu tertutup di belakangku, baru aku bisa menarik napas panjang, napas yang selama ini ku tahan di dada. Langkahku lemah saat berjalan kembali ke meja kerja. Setiap tatapan orang di sekitarku terasa mencurigakan, seolah mereka tahu apa yang terjadi. Padahal hanya aku dan dia yang tahu. Tanganku masih terasa dingin. Di pergelangan tangan kiriku, masih ada bekas samar dari genggamannya. Entah kenapa, setiap kali kuingat sorot matanya, tatapan tajam, dingin, tapi misterius, ada sesuatu di dadaku yang berdebar aneh. Bukan hanya ketakutan, tapi sesuatu yang tak bisa ku jelaskan. Hari pertamaku di kantor baru, dan aku sudah membuat kesalahan besar. Kesalahan yang mungkin akan mengubah hidupku selamanya.Pagi itu terasa lebih berat dari biasanya. Liana datang ke kantor jauh lebih awal, dengan harapan bisa menghindari tatapan Tuan Eldric yang masih membekas di pikirannya sejak malam itu. Bayangan Eldric yang mabuk, wajahnya yang nyaris tak dikenali, dan suaranya yang bergetar di antara kesadaran, semuanya masih jelas. Ia bahkan tak tahu bagaimana harus bersikap sekarang. Haruskah ia berpura-pura tidak terjadi apa-apa? Suara langkah sepatu terdengar dari arah pintu kaca. Liana sontak menegakkan punggungnya, Eldric Adrian baru saja tiba. Pria itu mengenakan jas hitam sempurna seperti biasa, wajahnya tanpa ekspresi, tapi entah mengapa, sorot matanya berbeda. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang tak bisa Liana jelaskan, seperti amarah yang disembunyikan, bercampur dengan rasa tidak nyaman. “Laporan minggu lalu belum ada di mejaku,” ucap Eldric dingin, menaruh tas kerjanya di meja. Suara itu tenang, tapi tajam. “Sudah saya kirim lewat email, Tuan,” jawab Liana pelan. “Email bukan alasan
Cahaya matahari menembus tirai tipis, membias lembut ke dalam ruangan yang masih berantakan. Bau alkohol samar-samar masih terasa di udara.Eldric mengerang pelan, menekan pelipisnya yang berdenyut hebat, kepalanya terasa berat, mulut kering. Ia duduk perlahan di tepi ranjang, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, hanya potongan gambar yang datang dan pergi. Klub malam, suara Damon, lalu…Seseorang memanggil namanya.Dan kini, di sisi ruangan, ia melihat sesosok gadis tertidur di kursi dengan kepala bersandar di tepi ranjang. Rambut hitamnya terurai lembut, wajahnya terlihat lelah, tapi damai.Liana.Eldric mengerjap pelan, seketika, kesadarannya kembali penuh. Ia memandang sekeliling, jas nya di sofa, meja berantakan, dan segelas air di nakas. Keningnya berkerut, saat melihat Liana di sana.“Apa yang dia lakukan di sini?”Suara beratnya membuat Liana terbangun. Gadis itu buru-buru bangkit, sedikit panik.“T-Tuan Eldric! Anda sudah bangun?”Eldric menatap tajam. “Apa yang kau la
Kota sudah mulai sepi ketika Eldric memutuskan keluar dari kantor. Hujan berhenti, tapi langit masih berwarna kelabu. Di depan lobi, seorang pria berjas abu-abu menunggunya sambil menepuk bahu sopir Eldric.“Lama banget, Bro. Gue kira Lo nggak jadi,”Suara berat itu milik Damon, teman lama Eldric sejak masa kuliah, orang yang tahu sisi-sisi yang tidak pernah dilihat publik.Eldric hanya menatap singkat. “Aku butuh udara.”“Udara atau pelarian?” Damon tersenyum miring. “Ayo, gue tau tempat yang pas buat itu.”**Lampu neon berkedip, musik berdentum, dan aroma alkohol bercampur parfum memenuhi ruangan. Eldric duduk di kursi VIP, kemejanya terbuka satu kancing, tangan kirinya memegang gelas berisi cairan berwarna amber.Damon bersandar di sebelahnya, menatap ke arah panggung dansa. “Kau tahu, sejak Freya menikah, kau gak pernah benar-benar hidup, Ric.”Eldric diam. Tidak menoleh, tidak bereaksi.Damon melanjutkan, “Tujuh tahun, Bro. Tujuh tahun Lo sibuk nyiksa diri lo sendiri. Perusahaan
Pertemuan berlangsung lebih lama dari yang ku perkirakan. Setiap kali Eldric berbicara, semua mata tertuju padanya, percaya atau takut, aku sendiri tak tahu. Hanya saja, setiap nada suaranya terdengar pasti, tegas, dan tak memberi ruang sedikit pun untuk kesalahan.Aku duduk di sisi ruangan, mencatat setiap poin yang disampaikan. Sesekali, tatapannya menembus arahku. Bukan marah, tapi cukup untuk membuatku menunduk cepat, pura-pura sibuk menulis.Saat pertemuan berakhir, semua orang bergegas meninggalkan ruangan. Eldric masih berdiri, tangannya bersedekap, menatap keluar jendela besar yang memperlihatkan langit mendung.“Liana,” panggilnya pelan, namun cukup tegas untuk membuatku berhenti.Aku menelan ludah. “Ya, Tuan?”Ia menoleh perlahan. Tatapan itu tajam, tapi entah kenapa terasa sangat dalam.“Kau gugup?” tanyanya tiba-tiba.Aku menggeleng cepat. “Tidak, Tuan. Hanya sedikit-”“Simpan alasanmu.” Ia berjalan mendekat.“Aku tahu kau masih tertekan soal kemarin. Tapi di sini, kesalah
Hari itu kantor terasa lebih sunyi dari biasanya. Mungkin hanya perasaanku saja, atau mungkin memang semua orang sengaja menahan napas setiap kali Eldric Adrian berjalan melewati koridor.Aku mengetik laporan pagi di meja kecil di luar ruangannya. Jemariku nyaris tak berhenti bergerak, tapi pikiranku terus melayang ke insiden rapat kemarin. Sejak saat itu, Eldric tak banyak bicara padaku, tapi setiap tatapan dinginnya seolah mengingatkan, aku tidak boleh salah lagi.Suara langkah sepatu terdengar mendekat.Aku spontan menegakkan punggung, menahan napas.“Masuk.”Suaranya datar, tapi cukup untuk membuat jantungku berpacu.Aku membuka pintu perlahan, membawa berkas yang baru saja selesai. Eldric duduk di kursinya, menatap layar laptop tanpa ekspresi. Wajahnya terlihat tenang, tapi aku tahu, ketenangannya justru yang paling berbahaya.“Kau sudah periksa data keuangan yang ku kirim semalam?” tanyanya tanpa menoleh.“Sudah, Tuan. Semuanya lengkap,” jawabku hati-hati.“Lengkap?”Ia menutup
Keesokan harinya.Sudah lewat pukul sembilan pagi, dan aku masih berdiri di depan ruangan itu, ruangan yang kemarin nyaris menghancurkan hidupku.Aku menatap papan nama di depan pintu: Eldric Adrian, Chief Executive Officer.Nama yang kini selalu terngiang di kepalaku.Setelah insiden memalukan kemarin, aku pikir aku akan langsung dipecat. Tapi justru sebaliknya, aku dipanggil ke kantor HR dan diberi surat mutasi.“Mulai hari ini, kamu jadi asisten pribadi Tuan Eldric,” kata HR dengan wajah datar, seolah itu hal biasa.Aku bahkan tak tahu harus bersyukur atau menangis."Tarik napas, Liana. Ini hanya pekerjaan. Kau bisa melakukannya."Klek, aku pun membuka pintu.Aku melangkah masuk. Eldric sudah duduk di kursinya, mengenakan setelan jas abu gelap. Rambutnya tertata rapi, ekspresinya datar dan tak terbaca. Aura dingin yang kemarin ku rasakan kini bahkan lebih kuat.“Datang tepat waktu. Setidaknya kau tahu caranya mematuhi perintah,” ujarnya tanpa menatap ku.Aku menelan ludah. “Baik, T






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments