Beranda / Rumah Tangga / Istri Pesanan CEO / Menjadi Istri Kedua

Share

Menjadi Istri Kedua

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 20:17:01

Kanya mengusap muka. Ia menghapus air mata yang tidak berhenti menetes di pipinya.

Sudah sejak tadi ia menangis. Lebih tepatnya setelah mengetahui fakta bahwa kedua orang tuanya telah menjualnya pada Raven. Dan setelah transaksi tersebut Kanya menjadi milik Raven sepenuhnya. Hubungannya dengan orang tua serta keluarganya terputus. Kanya tidak boleh menghubungi mereka dan sebaliknya. Kanya jelas sedih. Namun yang membuatnya semakin sakit adalah karena ia tidak tahu apa-apa mengenai hal tersebut. Ia merasa ditipu.

“Berhentilah menangis karena hal itu tidak akan mengubah apapun. Yang ada hanya akan membuat matamu semakin bengkak.”

Kanya menyapukan jari ke pipinya sekali lagi ketika mendengar ucapan Raven. 

“Sekarang ganti pakaianmu, kita pergi sekarang. Saya tunggu di luar.” Lelaki itu menyambung ucapannya sebelum melangkah pergi dari kamar.

Ingin rasanya Kanya marah pada Raven yang telah memperlakukannya seperti barang dagangan. Namun, ia bisa apa? Seluruh hidupnya kini berada di bawah kekuasaan laki-laki itu.

Kanya segera mengganti pakaian dengan baju yang diberikan Raven padanya. Ia kemudian mematut dirinya di cermin. Gaun biru langit yang melekat di badannya begitu pas dengannya. Namun sayangnya tidak bisa menyembunyikan lekuk-lekuk tubuhnya pada beberapa bagian. Kanya tidak tahu harus bersyukur atau malu karena dadanya yang begitu berisi, begitu pun dengan body ala gitar spanyol-nya. Kanya bertubuh mungil namun berisi pada bagian-bagian yang disukai para lelaki.

Kanya keluar setelah semuanya siap. Ia menemukan Raven sedang duduk di beranda menantinya. Pria itu agaknya tidak menyadari kehadiran Kanya karena terlalu fokus pada ponsel di genggamannya.

Kanya berdeham namun Raven tidak merespon hingga akhirnya Kanya bersuara memberitahu keberadaannya.

“Raven, saya sudah siap.”

Mendengar suara Kanya, Raven mengangkat kepala. Selama beberapa saat ia tertegun menyaksikan penampilan istrinya. Kanya membuatnya terpukau. Sebelum terkesima lebih lama, Raven memasukkan ponsel ke saku lalu berdiri dari kursi. Ia melangkah lebih dulu diikuti Kanya di belakangnya.

Mereka masuk ke dalam mobil setelah supir membukakan pintu. Kanya masih merasa canggung duduk di sebelah Raven. Alhasil, ia hanya diam di sepanjang perjalanan.

Mobil berhenti di sebuah rumah besar dan mewah. Kanya tidak tahu itu rumah siapa dan apa tujuan mereka datang ke sana. Berjuta tanda tanya memenuhi dan saling tumpang tindih di kepalanya.

Kanya mengikuti Raven yang mengajaknya keluar dari mobil. Mereka memasuki rumah itu. Tampak dua orang perempuan di sana. Yang satu sudah berumur, mungkin sebaya ibu Kanya, dan yang satunya lagi masih muda dan sangat cantik.

“Kanya, ini ibu Marissa, mama saya.” Raven mengenalkan Kanya pada perempuan yang lebih tua.

Kanya mengangguk sopan dan tersenyum lembut. Ia juga mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan perempuan itu. Alih-alih akan menyambut jabat tangan Kanya, Marissa menarik tangannya dengan cepat.

Kanya terkejut oleh reaksi yang ditunjukkan perempuan itu. Ia langsung memandang ke arah Raven dengan sorot mata meminta penjelasan.

“Ma, Kanya ingin kenalan sama Mama,” kata Raven menengahi.

“Berkenalan kan tidak perlu pakai salaman,” jawab perempuan itu angkuh, lantas bersedekap dan memandang Kanya dengan tatapan tidak suka.

Raven mencoba memahami sikap ibunya lalu mengenalkan Kanya pada perempuan dengan tubuh semampai di sebelah Marissa.

“Aline, ini Kanya,” ucap Raven pada perempuan itu. “Dia istriku,” sambungnya melanjutkan ucapan dengan lidah kelu.

Aline tersenyum. Ia menyambut hangat kedatangan Kanya dan menyapanya dengan ramah. “Hai, Kanya, saya Aline.”

Kanya tersenyum ketika Aline menjabat tangannya lalu memeluk bagaikan seorang sahabat. Kanya merasa lega karena Aline tidak seketus Marissa.

‘Ternyata adik Raven sangat baik. Berbeda dengan ibunya,’ batin Kanya.

Raven terpaku menyaksikan interaksi antara Aline dan Kanya. Tadinya ia pikir jika Aline akan menunjukkan sikap yang buruk pada Kanya.

“Kanya, ayo kita ke ruang makan, kita makan malam bersama.” Aline menggandeng tangan Kanya yang masih tampak canggung. 

Sikap Kanya tidak berubah ketika mereka makan malam bersama berempat. Apalagi ketika ia mendapati tatapan tajam Marissa padanya. Sangat kentara kalau perempuan itu tidak suka padanya. Dan hal itu membuat Kanya merasa tidak nyaman berlama-lama di sana. Ia berharap acara makan malam tersebut segera berakhir.

“Rav, aku tambahin lagi ya?” Aline melirik piring Raven yang hampir kosong.

“Udah, Lin, aku udah kenyang.” Raven menolak.

“Ayolah, Rav, aku udah susah-susah masak sup tiram untuk kamu. Aku sengaja lho bikinnya biar kamu dan Kanya cepat punya anak.” Aline tersenyum sambil melirik Kanya yang menundukkan kepalanya karena malu.

Walaupun bukan berasal dari kota akan tetapi Kanya tidak terlalu bodoh untuk mengetahui bahwa kandungan seng di dalam tiram dipercaya dapat meningkatkan stamina dalam bercinta. Kandungan tersebut terbukti meningkatkan hormon seksual pria dengan meningkatkan produksi testosteron.

“Bentar ya, Rav, aku ambil dulu yang masih hangat di belakang. Kanya, tolong bantu saya ya!”

Kanya mengangguk patuh lantas bangkit dari kursi. Ia mengikuti Aline.

Setelah menyalin dari wajan sup ke dalam wadah, Aline memberikannya pada Kanya. 

“Tolong kamu bawa ini,” pintanya.

Kanya menerima dari tangan Aline. Tepat di saat itu entah mengapa Aline menyenggolnya hingga sup itu tumpah dan kuahnya mengenai baju dan tangan Kanya.

“Aww!!!” Kanya menjerit kaget. Kuah sup itu sangat panas.

Sudut-sudut bibir Aline terangkat membentuk senyum sinis ketika melihat Kanya kesakitan. Ia memang sengaja melakukannya. Sebelum Kanya menyadari senyum sinis yang terselip di bibirnya, Aline buru-buru meminta maaf pada perempuan itu.

“Duh, Kanya, maaf ya, saya nggak sengaja. Baju kamu jadi kotor begini.” Aline menunjukkan rasa bersalahnya dengan mengambil serbet kemudian mengusap-usap baju Kanya yang kena kuah sup. Tapi tetap saja nodanya tidak bisa hilang.

“Sudah, tidak apa-apa,” ujar Kanya. Ia tidak ingin bersikap berlebihan karena hal sekecil itu.

“Nodanya nggak bisa hilang, bajumu jadi kotor begini.” Aline tetap merasa tidak enak hati. “Kamu ganti baju dengan baju saya dulu ya?”

“Tidak apa-apa, Aline, biar saya pakai baju ini saja,” kata Kanya menolak.

“Ayolah, nggak usah sungkan. Saya jadinya yang nggak enak.” Di ujung kalimatnya Aline langsung menggandeng tangan Kanya, membawa ke kamarnya.

Kanya akhirnya hanya bisa pasrah. Ia ikut dengan Aline ke kamar pribadi perempuan itu. Aline memberinya baju ganti dan menyuruh Kanya memakainya.

Meski tidak enak hati namun Kanya tetap memakainya dengan perasaan canggung. Kanya merasa kesulitan memasang zipper baju itu yang terletak di bagian punggung.

“Biar saya bantu pasangkan,” kata Aline berinisiatif begitu mengetahui Kanya kewalahan menaikkan zipper tersebut.

Aline menarik ke atas zipper baju dengan keras. Gerakannya begitu kasar seakan sedang melampiaskan kekesalannya.

Kanya meringis merasakan gerakan kasar di punggungnya. Namun ia diam saja.

Lantas Kanya mengangkat kepalanya. Tanpa sengaja matanya menyapu dinding. Ia terkejut melihat foto di bingkai besar yang terpajang di sana. Foto Raven dan Aline mengenakan pakaian pengantin.

Bagaimana bisa suaminya berfoto seperti itu dengan adiknya sendiri?

“Aline, yang di dalam foto itu Raven ya?” Kanya menunjuk bingkai foto dengan telunjuknya.

“Iya, benar,” jawab Aline yang masih berdiri di belakang Kanya.

“Itu acara apa? Kenapa kalian sama-sama pakai pakaian pengantin?” Kanya terbingung-bingung.

“Tentu saja pakai pakaian pengantin. Foto itu diambil di hari pernikahan kami.”

Jawaban Aline membuat Kanya terkejut. Ia refleks memutar tubuh mengarah pada Aline.

“Maksudmu apa ya?” tanya Kanya dengan muka pucat pasi. Jantungnya berdegup semakin kencang.

“Kanya, apa kamu tidak tahu? Saya juga istri Raven, sama sepertimu.” Perempuan itu menjawab sambil mengembangkan senyum lebar.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Akibat dari kurang tahu kita tentang calon suami yang tak pernah dikenali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Pesanan CEO   Happy Ending

    Raven termangu sekian lama sambil memandang nanar cincin yang diberikan Kanya langsung ke telapak tangannya.“Nggak bisa begitu, Nya. Kamu nggak bisa membatalkan pernikahan kita hanya karena Qiandra terbukti sebagai anak Davva. Kita sudah merencanakan semua ini dengan matang. Undangan sudah dicetak, gedung sudah di-booking, belum lagi yang lainnya,” tukas Raven tidak terima. Ini bukan hanya semata-mata perihal persiapan pernikahan, melainkan tentang perasaannya pada Kanya. Ia tidak rela melepas Kanya justru setelah perempuan itu berada di genggamannya.“Rav, mengertilah, aku nggak bisa,” jawab Kanya putus asa. Entah bagaimana lagi caranya menjelaskan pada Raven bahwa dirinya benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan mereka.“Kamu minta aku untuk mengerti kamu, tapi apa kamu mengerti aku? Alasan kamu nggak jelas. Kenapa baru sekarang kamu bilang nggak bisa menikah denganku? Kenapa bukan dari sebelum-sebelumnya? Kenapa setelah kedatangan Davva? Semua ini terlalu lucu untuk disebut hany

  • Istri Pesanan CEO   Cinta Saja Tidak Cukup

    Waktu saat ini menunjukkan pukul satu malam waktu Indonesia bagian barat, tapi tidak sepicing pun Kanya mampu memejamkan matanya. Adegan demi adegan tadi siang terus membayang. Saat ia bertemu dengan Davva, bicara berdua dari hati ke hati, serta mengungkapkan langsung kegalauannya pada laki-laki itu. Dan Davva dengan begitu bijak menjawab saat Kanya menanyakan apa ia harus memikirkan lagi hubungannya dengan Raven.“Aku rasa aku butuh waktu untuk mengkaji ulang hubungan dengan Raven. Aku nggak mau gagal lagi seperti dulu. Menurut kamu gimana kalau misalnya aku menunda atau membatalkan pernikahan itu?”Davva terlihat kaget mendengar pertanyaan Kanya. Ia memindai raut Kanya dengan seksama demi meyakinkan jika Kanya sungguh-sungguh bertanya padanya. Dan hasilnya adalah Davva melihat keraguan yang begitu kentara di wajah Kanya.“Aku bingung, aku nggak mau gagal lagi.” Kanya mengucapkannya sekali lagi sambil menatap Davva dengan intens.“Follow your heart, Nya. Ikuti apa kata hatimu. Dan ja

  • Istri Pesanan CEO   Kesadaran Yang Menghampiri

    Kanya tersentak ketika mendengar ketukan di depan pintu. Pasti itu Raven yang datang, pikirnya. Beberapa hari ini memang tidak bertemu dengan laki-laki itu. Bukan karena mereka ada masalah, tapi karena Kanya sedang butuh waktu untuk sendiri.Mengayunkan langkah ke depan, Kanya membuka pintu. Tubuhnya membeku seketika begitu mengetahui siapa yang saat ini berdiri tegak di hadapannya. Bukan Raven seperti yang tadi menjadi dugaannya, tapi ...“Dav ...”Davva membalas gumaman Kanya dengan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.“Aku baru tahu semuanya dari Raven. Aku minta maaf karena waktu itu ninggalin kamu. Aku nggak tahu kalau kamu hamil anak kita,” bisik Davva pelan penuh penyesalan.“Kamu nggak salah, Dav, aku yang salah. Aku pikir Qiandra anak Raven,” isak Kanya dalam dekapan laki-laki itu.Kenyataan bahwa Qiandra adalah darah daging Davva membuat Kanya begitu terpukul. Beberapa hari ini ia merenungi diri dan menyesali betapa bodoh dirinya yang tidak tahu mengenai hal tersebut.

  • Istri Pesanan CEO   Pulang

    Davva menegakkan duduknya lalu memfokuskan pendengarannya pada Raven yang menelepon dari benua yang berbeda dengannya.“Sorry, Rav, ini kita lagi membicarakan siapa? Baby girl apa maksudnya?” Davva ingin Raven memperjelas maksud ucapannya. Apa mungkin Raven salah orang? “Ini aku Davva. Kamu yakin yang mau ditelepon Davva aku? Atau mungkin Davva yang lain tapi salah dial?”“Aku nggak salah orang. Hanya ada satu Davva yang berhubungan dengan hidupku dan Kanya, yaitu kamu," tegas Raven.Perasaaan Davva semakin tegang mendengarnya, apalagi mendengar nada serius dari nada suara Raven.“Jadi maksudnya baby girl apa? Kenapa kasih selamat sama aku?” tanya Davva tidak mengerti. Justru seharusnya Davvalah yang menyampaikan ucapan tersebut pada Raven karena dialah yang berada di posisi itu.“Aku tahu semua ini nggak akan cukup kalau hanya disampaikan melalui telepon. Ceritanya panjang. Tapi aku harus bilang sekarang kalau Qiandra adalah anak kandung kamu, Dav. Dia bukan darah dagingku. Hasil tes

  • Istri Pesanan CEO   Karena Darah Lebih Kental Daripada Air

    Kanya mengajak Raven keluar dari ruangan dokter. Mereka tidak mungkin berdebat apalagi sampai bertengkar di sana.“Jawab pertanyaanku, Nya, siapa bapak anak itu?” Raven kembali mendesak setelah mereka tiba di luar.Kanya menggelengkan kepala. Bukan karena tidak tahu, tapi juga akibat syok mendapati kenyataan yang tidak disangka-sangka.“Jadi kamu nggak tahu siapa bapak anak itu? Memangnya berapa banyak lelaki yang meniduri kamu, Nya?” Kanya membuat Raven hampir saja terpancing emosi.“Jangan pernah menuduhkku sembarangan, Rav! Aku bukan perempuan murahan yang akan tidur dengan laki-laki sembarangan! Aku masih punya harga diri,” bantah Kanya membela diri.“Tapi hasil tes itu nggak mungkin berbohong, Kanya!” ucap Raven gregetan. “Ini rumah sakit internasional, tenaga medis di sini juga profesional. Mereka nggak akan mungkin salah menentukan hasil tes. Jangan kamu pikir mamaku yang mengacaukan agar hasilnya berbeda. Ini kehidupan nyata, Kanya, bukan adegan sinetron!”Suara tinggi Raven m

  • Istri Pesanan CEO   Hasil Tes DNA

    “Kanya, aku rasa sudah saatnya kita lakukan tes DNA. Aku nggak mau menunggu lagi. Aku nggak bisa melihat kamu mengurus anak-anak kita sendiri.”Kanya menolehkan kepalanya kala mendengar ucapan Raven.Hari ini baby Qiandra berumur satu bulan. Kanya sudah sejak lama pulang dari rumah sakit. Kondisinya pasca persalinan juga sangat baik.Setelah saat itu Raven datang ke rumah sakit, Davva pergi tiba-tiba. Padahal Raven ingin mengucapkan terima kasih padanya.“Siang ini aku harus pulang ke NY, Nya.” Itu alasan Davva saat Kanya menelepon menanyakan keberadaannya.“Tapi kenapa kamu pergi nggak bilang aku dulu?”“Maaf banget ya, Nya, aku ada panggilan mendadak dan nggak sempat bilang ke kamu.”Setelah hari itu Kanya tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Davva. Davva sibuk dengan pekerjaannya, Kanya juga sedang menikmati hari-harinya memiliki buah hati yang baru.“Kanya! Gimana?” tegur Raven meminta jawaban lantaran Kanya tidak menjawab.“Harus banget ya tes DNA itu?” Kanya masih merasa keber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status