Najwa berniat ke dapur untuk mengambil beberapa Loyang yang baru ia beli bersama Sarah kemarin dan akan ia bawa ke toko kue hari ini. Sepanjang jalan menuju dapur, hatinya yang gamang dan galau itu kini berangsur lega. Tak bisa dipungkiri bahwa ia masih mencintai Hamish dan menempatkan lelaki itu satu-satunya di hatinya hingga kini. Najwa sangat mencintai Hamish, sosok ayah yang selama ini dirindukannya ia temui dalam diri Hamish. Lembut dan pengertian, meski terkadang ucapan Hamish ada yang menusuk hatinya, ia bisa memakluminya.Pagi ini tak bisa dipungkiri kalau Najwa merasa tersanjung dengan perhatian Hamish yang tiba-tiba itu padanya. Najwa tahu bahwa Hamish tak suka berada di dapur, menyiapkan makanan seperti tadi benar-benar bukan seperti Hamish, itu kenapa Najwa merasa diratukan. Najwa terus melangkah, sesekali senyum terbit di wajahnya yang ayu itu. Gamis panjang dan kerudungnya yang berwarna pink itu seolah menegaskan bahwa hari ini hatinya sangat cerah seperti mentari pagi y
“Kasihan ya bu Najwa, kurang apa dia untuk pak Hamish?” bisik Widya pada Tuti. Tuti hanya mengangguk sembari menguleni adonan hingga kalis sebelum mendiamkannya, untung saja suhu malam ini terasa panas jadi semoga adonan yang ia buat nanti mengembang dengan sempurna seperti sebelum-sebelumnya.“Mbak,” tegur Widya karena Tuti hanya diam.“Aku gak bisa berkomentar apa-apa, Wid. Gimana, ya? Ujian tiap orang beda-beda. Dan kebetulan ujian bu Najwa soal suaminya,” kata Tuti.“Kalau bu Najwa ngajukan gugatan perceraian bisa, kan?” tanya Widya.“Bisa, apalagi pak Hamish itu menikah lagi tanpa sepengetahuan bu Najwa, jatuhnya kan berselingkuh dan undang-undang perselingkuhan itu ada, bisa diperkarakan,” kata Tuti.“Kenapa bu Najwa gak pilih jalur itu saja?” tanya Widya heran.“Kamu sendiri kenapa masih bertahan dengan suamimu yang katamu pemalas itu?” tanya Tuti. Widya terdiam, ia tak bisa menemukan jawaban yang pas untuk Tuti.“Karena dia gak mendua,” jawab Widya.“Mana ada perempuan yang ma
Jika tahu pulang ke rumahnya sendiri akan membuatnya terluka seperti ini, Najwa tak akan pulang ke rumah tadi dan memilih tidur di toko saja. Najwa sangat kecewa dengan sikap Hamish yang berat sebelah kepadanya, bahkan tak mempercayai ucapannya sama sekali.“Najwa, buka pintunya sayang,” suara Hamish masih terdengar di luar pintu kamarnya dengan ketukan pelan.“Sudah malam mas, aku lelah dan ingin tidur. Pergilah,” jawab Najwa.“Ijinkan aku tidur denganmu, sayang …” pinta Hamish memohon.“Setelah apa yang telah terjadi barusan?” tanya Najwa.“Aisyah tak pernah berbohong, Najwa,”“Jadi maksudmu aku yang berkata dusta?” sahut Najwa.“Bukan begitu, kupikir kamu pasti lelah dan memikirkan hal yang tidak-tidak,” kata Hamish mencari alasan.“Kembali saja kepada Aisyah, mas. Bukankah mas tadi bilang kalau Mufti sampai terbangun gara-gara aku?” tanya Najwa. Hamish menghela napas, ia benar-benar frustasi dan tak tahu lagi harus menghadapi Najwa bagaimana. Dia pikir memiliki dua istri akan sang
Najwa berusaha menyibukkan diri dengan fokus pada adonan kue pesanan yang diterimanya, meski tanpa dipungkiri, ia kepikiran terus akan Mufti.“Bu Najwa kenapa?” tanya Tuti pada Najwa.“Pak Hamish menitipkan Mufti padaku, Ti, saat aku menaruhnya di atas tempat tidur untuk mencari mainan di kamar mandi, tiba-tiba Mufti menangis, aku berlari keluar dan melihat dia sudah di lantai,” kata Najwa.“Astaghfirulloh,” ucap Tuti sangat kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh Najwa tersebut.“Dia guling-guling sampai jatuh, bu?” tegas Tuti, Najwa menggeleng.“Memangnya bayi hampir dua minggu bisa tengkurap?” tanya Najwa dan Tuti menggeleng.“Terus kenapa bisa jatuh?” tanya Tuti bingung.“Itulah yang aku bingungkan serta cemaskan, Tut. Pak Hamish marah besar dan gak percaya sama aku. Aku juga cemas sama Mufti,” kata Najwa.“Bukankah di kamar bu Najwa ada cctv?” Widya nyeletuk obrolan, membuat Najwa dan Tuti saling memandang dengan tatapan kaget dan baru sadar apa yang dikatakan oleh Widya ada
Aisyah terlihat tak sabar kala Hamish menemui Najwa. Sungguh, ia hanya ingin menjadi ratu seorang di rumah yang ia tinggali sekarang ini. Ia berharap rencananya dengan mencubit paha Mufti tadi pagi dan meletakkkannya di lantai kamar Najwa berhasil membuat Hamish mengusir Najwa dari rumah. Ia yakin kalau Hamish masih sangat mencintainya dan akan menuruti apa yang ia minta.“Cklek,” pintu rumah terbuka dan Hamish masuk ke dalam rumah dengan wajah menunduk. Dada Aisyah berdebar-debar dan ia merasa Hamish telah berhasil berbicara dengan Najwa soal kepergian Najwa dari rumah.“Ada apa, mas?” tanya Aisyah berpura-pura perhatian. Ditimang-timangnya Mufti dalam dekapannya. Hamish hanya menoleh padanya sekilas lalu berlalu dan memilih duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Aisyah menyusul duduk di sebelahnya, menunggu dengan tak sabar apa yang akan dikatakan oleh Hamish soal hasil bicaranya dengan Najwa, “kenapa mas Hamish murung? Mbak Najwa nggak mau ngaku kalau udah melempar anak kita?” tan
Najwa bukan cemburu dengan apa yang terjadi antara Hamish dan Aisyah tadi di dapur, ia malah sangat kesal karena dengan mudahnya Aisyah mempermainkannya di rumahnya sendiri dan Hamish seolah condong padanya.Adil?Apakah ini yang dinamakan adil?Najwa mengucapkan kata istighfar dan sangat bingung dengan situasi yang ada sekarang ini. Ia tak tahu harus berbuat apa jika di rumah sendiri ia merasa tak nyaman dengan keberadaan Aisyah. Apakah ia harus pergi dari rumahnya sendiri? bagaimana jika ibu mertuanya sakit?Air mata merembes dari kedua mata Najwa. Ia memeluk dirinya sendiri yang kesepian dan terpuruk. Ia ingin membagi perasaannya, tapi pada siapa? Sarah. Ya, dia hanya memiliki satu teman baik dan itu adalah Sarah. Sebenarnya Najwa masih memiliki beberapa teman baik juga, hanya saja mereka sudah sibuk dengan rumah tangga mereka sendiri dan hanya dengan Sarah ia bisa menghabiskan waktu bersama-sama, karena Sarah belum mau menikah juga.Pintu kamar Najwa diketuk tiga kali lalu terbuka
"Najwa, tunggu!" seru Hamish saat Najwa terus melangkah dan tak memedulikan sama sekali tawaran dari Aisyah. Bagi Najwa, menghindari Aisyah lebih baik karena ia sekarang tahu betul kalau madunya itu berwajah dua. Dan sialnya, sang suami lebih percaya ucapan madunya dari pada dirinya.Ah, aku memang siapa? Aku memang menikah dengannya bertahun-tahun, tapi bukankah aku hanya pelarian saja? Mas Hamish tentu lebih percaya mantan kekasihnya itu karena mereka saling mengenal jauh sebelum aku hadir dalam diri mas Hamish, bukan begitu?Najwa merasa kerdil. Ia mengalami krisis kepercayaan diri karena sang suami berat sebelah."Najwa, kamu gak dengerin aku?" suara Hamish naik satu oktaf membuat langkah kaki Najwa berhenti dan hatinya terasa nyeri. Tak cukup membuat hati Najwa terluka dengan menghadirkan madu yang juga dibawa pulang ke rumahnya, kini Hamish juga membentaknya di hadapan madu dan pekerjanya. Melihat Hamish yang marah kepada Najwa, diam-diam Aisyah tersenyum senang. Hal ini sudah
"Bu Najwa," sapa asisten rumah tangganya yang melihat wajah majikannya pucat. Najwa menoleh ke asistennya dengan terpatah-patah, seluruh tubuhnya masih gemetaran dengan apa yang baru saja terjadi pada Aisyah. Sungguh, Najwa tak pernah menyangka kalau Aisyah akan jatuh karena ia tampar."A-aku gak sengaja, bi," kata Najwa pada asisten rumah tangganya dengan suara yang gagap dan penuh penyesalan. Masih teringat jelas di benaknya kejadian barusan hingga membuat Prima dan ibu mertuanya melarikan Aisyah keluar rumah."Bu, tenang," kata asistennya pada sang majikan. Sebenarnya asistennya itu merasa sangat prihatin kepada majikannya. Ia sudah ikut dengan Najwa sejak Najwa berhasil membuka usaha toko kuenya dan belum menikah dengan Hamish. Ia tahu betul bagaimana usaha Najwa dalam mempertahankan rumah tangganya yang sering sekali mendapatkan badai. Bahkan, ia yang menemani Najwa untuk melakukan program hamil ketika Hamish tak sempat mengantarnya. Segala macam cara dilakukan Najwa untuk bisa m