"Lho kamu?!" ucap seorang lelaki.
"Eh, Bapak?! Akhirnya ada juga keluarga pak Kenzie yang datang ke sini!" seruku sambil berdiri dari kursi."Pak, terima kasih banyak ya sudah datang ke sini!" Aku menggenggam dan mengguncang-guncangkan tangan kakak pak Kenzie sambil tersenyum lebar."Kamu siapa ya? Adeeva?" tanya kakak pak Kenzie yang segera kujawab dengan anggukan.Aku segera mengemas tas yang tadi dibawakan oleh Ruby ke rumah sakit."Lho kamu mau ke mana?!" tanya pak Kenzie."Pulang Pak, sudah ada keluarga Bapak di sini. Kalau gitu saya pamit dulu, permisi," ucapku dan tanpa menunggu jawaban mereka langsung keluar dari ruangan."Hei Adeeva!" Teriakan pak Kenzie terdengar, namun aku sama sekali tidak peduli dengannya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan beristirahat dengan nyaman.Ketika sampai di loby rumah sakit, seorang lelaki mendekatiku dan bertanya apakah benar aku Adeeva."Iya, saya Adeeva, bapak siapa ya?" tanyaku bingung karena aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya, tapi dia tahu namaku."Saya supir keluarga pak Kenzie, pak Kenzie tadi memberi perintah agar saya mengantarkan mbak Adeeva sampai ke rumah dengan selamat," ucapnya panjang lebar."Hah? Nggak usah Pak! Saya bisa kok pulang sendiri!" ucapku buru-buru menolak.Namun seberapa keras pun aku menolak, pak supir itu tetap memohon kepadaku untuk ikut karena itu adalah perintah dari atasannya. Dia bilang bisa-bisa dia kena omel karena tidak mengantarku sampai rumah. Akhirnya aku pun mengiyakan tawaran itu.Sesampainya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan beranjak menuju tempat tidur."Akhirnya bisa rebahan juga, haaah, enaknyaa. Kasur memang yang terbaik," ucapku sambil mengecas ponselku yang sudah kehabisan daya.Suara notifikasi masuk ketika data kunyalakan.Kamu sudah sampai rumah Deev?Ternyata pesan dari pak Kenzie. Mau tak mau kubalas karena dia sudah dengan senang hati memberiku tumpangan sampai ke rumah, meski bukan dia sendiri yang mengendarai mobilnya, namun tetap saja.Sudah Pak, terima kasih tumpangannya.Setelah membalas pesan pak Kenzie, aku segera mematikan data dan memejamkan mata karena mataku sudah tidak kuat terbuka.Keesokan harinya aku bersiap-siap menuju kantor karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Kantorku memang masuk pukul setengah delapan, jadi aku tidak terlalu buru-buru di pagi hari."Hai By, tumben udah datang?" tanyaku pada Ruby yang tidak biasanya sudah duduk di kursinya, biasanya dia akan datang tepat jam setengah delapan."Iya nih, emang tumben kok tadi kerjaan rumah selesai awal," ucap Ruby sambil tersenyum."Eh kemarin gimana?" tanya Ruby dengan wajah usil."Apanya yang gimana? Pak Kenzie? Kakaknya datang semalam, ya udah aku pulang deh," ucapku santai."Lah? Katanya keluarganya nggak bisa datang?" tanya Ruby yang kujawab dengan menaikkan bahuku.Tak lama kemudian Aldi terlihat berjalan bersama dengan seseorang di belakangnya."Selamat pagi semuanya, maaf hari ini saya yang menggantikan pak Kenzie ke kantornya karena ada rapat penting. Mohon kerja samanya," ucap kakak pak Kenzie yang semalam kutemui."Baik Pak," kami menjawab serempak."Panggil saja saya Mahendra," ucapnya lagi.Kami bekerja seperti biasa. Tak ada yang spesial, hanya bos kami yang berganti sebentar. Waktu rapat pun tiba, aku dan Ruby tinggal di ruangan dan hanya Aldi yang ikut dengan pak Mahendra.Tepat pukul dua belas aku dan Ruby memutuskan untuk makan karena rapat masih belum selesai.Kami makan di kantin karena Ruby sudah tidak pilih-pilih makanan."Boleh ikut duduk di sini?" tanya seorang lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Gilang."Silakan silakan," ucap Ruby dengan semangat.Kami mengobrol panjang lebar, bukan kami, Ruby dan Gilang yang mengobrol panjang lebar. Aku mendengarkan, sesekali mengangguk mengiyakan atau menggeleng.Selesai makan aku dan Ruby langsung pamit pergi, kembali ke ruangan kami. Gilang pun undur diri karena harus kembali ke ruangannya.Sebelum pergi, tak kusangka Gilang berkata sesuatu, "Adeeva, akhir pekan ada acara nggak?" tanya Gilang membuatku heran mengapa dia menanyakan hal itu."Eem kayanya sih nggak ada acara Lang," jawabku jujur."Kalau gitu, boleh nggak kalau akhir pekan ini aku ajak kamu jalan-jalan?" tanyanya."Boleh, nanti aku kabari lagi ya. Takutnya tiba-tiba ada acara mendadak," jawabku."Iya, aku tunggu kabarnya ya Deev, semoga kabar baik," ujarnya lalu pergi meninggalkan aku dan Ruby."Ciee, diajakin kencan uhuy!" goda Ruby."Apaan sih By, jalan-jalan biasa aja kok ini," jawabku sambil berjalan meninggalkan kantin.Sepanjang jalan menuju ruangan kami, bahkan di lift yang isinya bukan hanya kami, Ruby menggodaku dengan mengatakan bahwa sepertinya Gilang menyukaiku."Apaan sih By? Diem deh, kamu cantik kalau diem," ucapku yang membuat Ruby seketika terdiam."Lah, kalau diem aja cantik ya berarti kalau ngomong juga cantik dong!" ucapnya setelah beberapa lama terdiam."Semua perempuan ya cantik sih. Kalau ganteng itu cowok," ucapku sambil berjalan cepat meninggalkan Ruby.Sesampainya kami di ruangan, ternyata sudah ada Aldi yang duduk di sana."Gimana rapatnya? Lancar?" tanya Ruby pada Aldi."Aman, pak Mahendra lebih berpengalaman dari pak Kenzie," bisik Aldi membuatku dan Ruby tertawa.Ketika kami sedang tertawa-tawa, pak Mahendra keluar dari ruangannya membuat kami seketika terdiam. "Adeeva, bisa ke ruangan saya sebentar?" tanya pak Mahendra."Eh? Oh, ba- baik Pak," ucapku gagap karena kaget mengapa tiba-tiba aku harus datang ke ruangan bos.Setelah pak Mahendra masuk ke ruangan, aku pun menyusul masuk.Kenapa ya? Apa aku ada salah? Apa semalam aku sempat menyinggung perasaan pak Mahendra ya?Sambil berjalan pelan, kupikirkan kesalahan-kesalahan yang kemungkinan kulakukan."Permisi Pak," ucapku sambil membuka pintu kantor."Masuk." Suara pak Mahendra terdengar dingin, berbeda sekali dengan adiknya."Begini Adeeva-" Aku yang sedang menutup pintu merasa kaget dan langsung berjalan menuju tengah ruangan."Iya Pak?" tanyaku takut."Begini, oh silakan duduk dulu," ucap pak Mahendra mempersilakanku duduk di sofa yang memang ada di ruangan pak Kenzie.Aku menundukkan kepala takut mendengar apa yang akan dikatakan oleh pak Mahendra."Begini, saya mengenal adik saya sudah sejak lama.. Sejak kecil saya selalu memperhatikan adik saya dan belum pernah saya melihat dia menyukai seseorang seperti dia menyukai kamu," ucap pak Mahendra membuat debaran jantungku tak menentu.Maksudnya apa ini?"Jadi maksud saya-" Belum selesai pak Hendra berbicara, seseorang menginterupsi kami.Pintu ruangan dibuka dengan keras."Kenzieee. Calon istrimu datang!""Eh, siapa ini? Kok ada Abang sih di sini? Kenzie ke mana?" tanya wanita itu tanpa spasi."Kenzie sedang sakit," ucap pak Mahendra."Hah? Kok aku nggak dikasih tau sih?! Di rumah sakit apa di rumah?!"Aku segera berdiri dan menganggukkan kepalaku pada pak Mahendra untuk meminta izin keluar membiarkan mereka berbicara berdua. Aku tak ingin terlibat dalam perbincangan orang lain.Tapi aku jadi penasaran, apa yang akan dikatakan oleh pak Mahendra tadi ya?Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Beberapa bulan telah berlalu sejak aku menyelidiki perselingkuhan suamiku. Dengan bukti-bukti yang sudah kudapatkan, sepertinya kami bisa berpisah secepatnya.Setelah pernikahan penuh kesedihan, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami. Aku bisa terlepas dari keluarga besar mas Gilang yang selalu menanyakan kapan kami akan memiliki anak. Jujur saja aku selalu tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Apakah mereka pikir ketika pasangan yang sudah menikah belum memiliki keturunan, semua adalah salah wanita? Apakah mereka pikir masalahnya selalu ada pada wanita? Mengapa jarang sekali yang berpikir bahwa laki-laki mungkin saja bisa bermasalah?Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Hari ini aku memutuskan untuk mengemas barang-barangku untuk keluar dari rumah ini. Di saat aku sedang mengemasi barangku, terdengar suara keras mas Gilang.(kembali ke prolog)Setelah mengatakan semua hal, aku pun bersiap untuk keluar dari rumah."Oh ya, tunggu saja, sebentar lagi surat cerai akan datan
Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini aku merasa suamiku berubah. Tidak, dia tidak berubah total, dia masih baik, dia juga masih menyayangi Angel, namun sekarang dia jarang ada di rumah, dia juga jarang meluangkan waktunya untukku dan Angel.Pernah suatu waktu, ketika Adeeva datang ke rumahku, dia seperti ingin mengatakan satu hal."Kenapa sih Deev, cemas gitu, ada apa?" tanyaku padanya kala itu."Eh? Nggak papa kok By, emm, suami kamu di mana By?" tanyanya tiba-tiba."Entah, tadi sih pamitnya mau ketemu temen di daerah Y. Emang kenapa?""Eh? Oh, enggak, kayanya tadi aku ngeliat suami kamu sih, tapi ya nggak tau bener apa enggaknya, soalnya ya cuma liat sekilas banget," ucapnya dengan suara yang terdengar ragu."Oooh, liat di mana Deev?" tanyaku karena jujur saja aku penasaran."Aku liat suami kamu di jalan ke arah daerah X," jawab Adeeva."Oh gitu ya."Ini aneh, jelas-jelas tadi suamiku berkata akan menemui temannya di daerah Y, daerah X itu ada di jalan yang berkebalikan dengan
Hari ini aku memutuskan untuk libur dari pekerjaanku dan bermain ke rumah Ruby. Selain aku merindukan Angel, aku juga ingin memberitahu Ruby tentang suaminya.Aku memesan taksi dan segera mengatakan alamat rumah Ruby. Karena ini memang hari libur kantor, jadi Ruby ada di rumah."Hai Angel!""Aunty!" Angel berlari ke arahku dengan terburu-buru sampai akhirnya dia malah terjatuh."Hati-hati sayang, jangan lari-larian," ucapku sambil memapah Angel untuk berdiri."Udah dibilangin jangan suka lari-lari, masih aja lari-larian terus," ucap Ruby yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Hai By, gimana kabar?" tanyaku yang langsung memeluknya."Kabar baik Deev. Kamu sendiri baik kan?" tanyanya membalas pelukanku."Baik juga, alhamdulilah.""Ayo masuk. Maaf ya berantakan," ucap Ruby."Enggak kok, wajar berantakan, kan ada anak kecil," ucapku lalu berjalan masuk setelah Ruby mempersilakan."Mau minum apa?" tanya Ruby."Sirup ada nggak?" tanyaku."Ada dong, mau sirup rasa apa? Jeruk? Melon? Leci?"
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang