Sammy, untuk mengunjungi dan berziarah ke rumah abadi mendiang ibunya, baru saja turun dari taksi yang ditumpanginya di ujung gang sempit yang mengarah ke area pemakaman. Dia sangat mengenal tempat itu, jadi dia tidak merasa takut meskipun daerah itu relatif sepi.
Namun, si bocah kaya raya itu tidak menyadari bahwa ada tiga pasang mata yang mengawasinya. Di belakang Sammy, tepatnya di ujung lorong tempat Sammy turun, tiga orang preman lokal tersenyum jahat ke arah Sammy.
“Kita dapat jackpot, teman-teman. Hari ini sepertinya kita bisa membeli berkilo-kilo Tepung Dewa...” gumam preman plontos itu pelan, ”Kalian tunggu di sini, aku akan mengambil harta karunnya dulu.”
(Tepung Dewa: Narkoba)
“Tunggu, Bos. Kamu yakin itu anak kecil, bukan Tuyul? Terlihat banyak uang dan dia akan pergi ke pemakaman. Bukankah itu Tuyul?” Gendut berkomentar dengan mulut yang masih sibuk mengunyah bakso.
(Tuyul adalah sejenis hantu yang bertubuh anak kecil yang terkenal suka mencuri uang. Ini adalah mitos yang beredar di Indonesia.)
‘Plak!” sebuah pukulan yang cukup keras ke kepala Gendut dari rekannya.
“Kalau makan, ya makan saja. Persetan dengan Tuyul!” Si kurus memaki-maki temannya dan juga bosnya karena merasa dirinya sangat benar.
“Terserah kamu, yang penting aku sudah mengingatkan,” jawab si Gendut, tidak peduli dengan ucapan rekannya atau langkah si Bos yang mengikuti Sammy.
Sementara itu, si kecil yang awalnya berjalan menuju area pemakaman berhenti sejenak saat tak sengaja berbelok ke kanan, tepatnya ke toko bunga yang biasa ia datangi bersama Papanya.
“Beli bunga untuk Mama dulu,” gumamnya sambil berjalan menuju toko bunga tersebut, ”Viona Florist? Bukan nama toko yang biasanya?” gumamnya lagi, sedikit bingung saat menyadari nama toko tersebut dari tempatnya berada.
Masih sibuk memikirkan nama-nama toko bunga yang berbeda, sebuah tepukan terasa di pundak Sammy, “Mau ke mana, adik kecil? Mau Paman antar, ha?”
Sammy mendongak ke atas. Dia cukup terkejut dengan pria yang berada di dekatnya saat ini. Rasa takut langsung mengalir dalam aliran darahnya, “Preman...” pikirnya dalam hati.
Sammy menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu, Paman. Terima kasih. Aku akan ke rumah Mama sebentar lagi. Aku bisa sendiri.” kata Sammy yang langsung mendapat jawaban cepat di tengah rasa takutnya.
“Tidak ada rumah penduduk di sini. Hanya ada toko-toko yang sepi tanpa pelanggan. Hanya ada pemakaman di ujung sana. Dasar bocah, mau menipuku, ya?” preman itu mulai menunjukkan sifat aslinya. Botak menarik tas sekolah Sammy hingga terangkat.
Tidak menjawab atau menanggapi si botak, Sammy langsung berlari setelah melepaskan tas ranselnya dan satu-satunya tujuan Tuan Muda Keluarga Clayton adalah toko bunga yang sudah beberapa kali dikunjunginya. Si kecil bahkan tidak menghiraukan nama toko yang berbeda.
'Kling... Kling...' Bel di pintu depan berbunyi ketika Sammy masuk tanpa izin.
Si kecil segera menengok ke sana kemari mencari tempat yang aman untuk berlindung. Deretan keranjang berisi bunga-bunga bertangkai panjang sepertinya cocok untuk bersembunyi dari kejaran preman-preman botak itu.
Seorang wanita cantik dengan rambut disanggul ke belakang terlihat keluar dari sebuah ruangan.
“Selamat datang, mau cari bunga apa?” sapa wanita di depan pintu, ‘Oh, di mana orangnya?’ gumamnya seketika saat tidak menemukan siapa pun di sana. Dia yakin jika bel berbunyi itu pertanda ada orang yang membuka pintu di dalam, “Hantu mana yang bisa mendorong pintu?”
'Prang!” Suara guci keramik pecah langsung mengagetkan wanita itu. Seorang anak kecil berseragam sekolah terlihat duduk meringkuk ketakutan. Hal ini terlihat dari wajahnya yang pucat dan keringat dingin yang menetes di wajahnya.
“Sejak kapan ada anak kecil di sana?” gumam wanita itu dalam hati saat melihat Sammy, namun saat ia menoleh ke arah pecahan jambangannya, wanita itu menjerit, ”Keramik-ku, Lord...”
“M-maaf, Bibi. A-aku tidak sengaja. Aku takut...” Dengan kata-kata yang terhenti, Sammy meminta maaf.
“Takut? Dari siapa-,”
'Kling... Kling...' Suara bel pintu yang berbunyi menarik perhatian wanita itu.
“Selamat da...” wanita itu secara refleks menyapa, ”Mau cari bunga?” Ucapannya mulai tersendat ketika dia melihat pria yang terlihat seperti preman.
“Hei, Cantik. Aku tidak mencari bunga, tapi mencari anak kecil. Apakah kamu melihat seorang anak yang berpakaian sekolah masuk ke sini?” Preman botak dan brewokan yang dipanggil Si Jago itu bertanya kepada wanita di toko bunga.
‘Pantas saja anak itu bersembunyi. Ternyata dia dikejar-kejar si botak...' gumam wanita itu sambil mulai mengelus dada, “Memangnya anak kecil siapa itu?”
“Ya ampun, manis sekali. Tapi ini bukan urusanmu. Nanti saja, ya...” Pria botak itu menggoda lagi sambil mencolek dagu wanita cantik itu dengan cepat.
“Sopanlah, Botak!” tegur wanita itu, ”Aku jual beli bunga, bukan anak manusia. Tidak ada anak yang masuk ke sini. Jadi pergilah dari sini!”
“Ya ampun... Ya ampun... Kenapa kamu semakin cantik? Nanti kalau aku sudah selesai, aku traktir jajan di pojok gang ya.” Pria botak itu merayu lagi.
“Tentu, tapi kalau kau bisa melewatiku.” Wanita itu menantang. Ia terlihat menggulung lengan kaosnya yang kebesaran ke atas, tanpa sengaja memperlihatkan tato bergambar Teratai Mekar di lengan atasnya.
'Teratai Mekar? Tidak mungkin itu dia...' Si Botak bergumam pada dirinya sendiri.
'Braak!!!' Sebuah hentakan di meja kasir dari seorang wanita membuyarkan lamunan si Botak, “Kenapa melamun? Jadi bingung, ya?” bentak wanita itu.
“Melihat wanita cantik sepertimu, bagaimana aku tidak bisa terbang? Itu wajar, Say-,”
“Ah, Bacot!” gerutu wanita itu singkat sebelum memberikan pukulan kuat di wajah si botak, membuat si botak menghentikan panggilan menjijikkan yang sudah diduga wanita itu.
Si Botak terlempar mundur beberapa langkah, meringis sambil memegangi hidung peseknya yang sudah mengeluarkan darah, “Pelac*r! Mau main kasar, ya?!” geramnya.
“Tidak perlu banyak omong. Pilih saja,” tantang wanita itu sambil menunjukkan kepalan tangan kanannya, ‘ke rumah sakit,’ lalu menggantinya dengan kepalan tangan kiri sambil memiringkan dagunya ke kiri, ”yang kiri, tiket ke kuburan. Pilih kau mau kemana!”
“Jalang! Kau minta ditiduri, ha?” Pria botak itu mulai berjalan dengan marah. Dia tidak bisa menerima diremehkan oleh seorang wanita penjaga toko bunga yang tubuhnya bahkan lebih kecil darinya.
Namun, baru beberapa langkah, pintu toko bunga itu berbunyi lagi, menampakkan pria keriting kurus dan pria gendut di sana.
“Bos, kenapa wajahmu?” Si Kurus masih sempat tertawa kecil sebelum rekannya memegang pundaknya dengan kuat, “Apa yang kamu lakukan, Gendut? Masih lapar?”
Si Gendut meraih rekannya dan membisikkan sesuatu, “Tadi malam aku dapat kabar, ini dia bos Teratai Mekar ada di daerah sini. Coba lihat tato perempuan itu, kau lihat, kan?”
Bisikan Gendut tiba-tiba membuat mata Cungkring melirik ke arah tato wanita itu, “Sial, benar juga, tapi apa iya?”
“Kalian berdua cuma mau mengobrol? Tangkap Jalang itu, akan kurobek mulutnya!” Si Botak yang marah segera memberi perintah.
Wanita itu tiba-tiba melebarkan matanya. Dengan satu gerakan cepat setelah ia berdiri, tangan kirinya mencengkeram wajah si Botak dan membantingnya ke meja kasir.
“Braaak!!!
“Diam di tempat kalau kalian masih mau bernafas!” teriak wanita itu kepada para preman yang berusaha mendekat.
Sementara itu, si kecil semakin ketakutan. Sammy tidak menyangka bahwa bibi cantik yang dimintanya untuk meminta pertolongan ternyata lebih menakutkan dari para preman itu.
Pria kurus itu cukup berani untuk menyerang dari belakang. Namun wanita itu dengan cepat mengarahkan tendangannya tepat ke wajah pria kurus itu.
“Brakk! Pria kurus itu bergoyang dan jatuh berlutut setelah wajahnya merasakan tendangan sepatu boot wanita itu. Sammy bahkan tertawa melihat pemandangan itu.
“Teman gendutmu itu sudah memberitahuku tentang tatoku, tapi kamu masih saja berteriak padaku. Nyalimu besar juga, ya!” bisik wanita itu di telinga si botak dalam genggaman tangannya.
'Sial, kenapa aku tidak bisa mengangkat kepalaku sekarang? Perempuan iblis macam apa yang punya tenaga segila ini?” Botak bergumam dalam hati sambil menahan rasa sakit.
“Aku akan memberimu dan geng sampahmu dua puluh empat jam untuk keluar dari sini. Jika kalian masih nakal, bersiap-siaplah untuk menjadi mangsa Teratai Mekar. Larilah sebelum kau menjadi bangkai di tanganku.” Wanita itu memperingatkannya untuk terakhir kalinya sebelum tangannya melepaskan wajah Botak yang babak belur.
Ia kemudian menoleh ke arah Gendut yang kini berdiri ketakutan dengan celana yang basah, “Apa kau mengompol di sana?” bentaknya dan hanya mendapat anggukan dari Gendut yang ketakutan, “Cepat bawa temanmu pergi dari sini sebelum kesabaranku habis!”
"Maaf, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang menurutku bersifat pribadi. Dan lagi, kurasa sikapmu salah, Tuan,""Walau aku tidak mengenalmu ataupun tahu seberapa akrabnya hubunganmu dengan Wakil Presdir, tapi kau tidak dibenarkan untuk duduk di kursinya. Silahkan turun dari sana dan duduklah bersamaku di sofa,"Sikap Milea yang berani membuat Ben menyunggingkan senyumnya, meski kebodohan Milea sangat fatal kali ini. Ia melakukan kesalahan terbesar dengan tidak mengenali atasannya sendiri.Ben hanya tersenyum mengikuti perintah Milea yang sudah memasuki peran sebagai sekretaris Wakil Presdir yang baik. Ben bangkit dari kursi kebesarannya dan berjalan mendekati Milea yang lebih dulu duduk di sofa, tempat duduknya semula.Tapi langkah Ben terlihat aneh karena saat ini bukannya ia seharusnya berjalan ke sofa di seberang Milea, tapi Ben malah terlihat mendekati Milea dan mengurung Milea hingga tersudut bersandarkan kepala sofa dengan tidak nyaman."Untuk nyali seorang
"Kau Milea?" Dita bertanya dengan sedikit bingung saat melihat dengan langsung penampilan Milea saat ini.Benar saja, Milea memang terlihat seperti pria. Ya, pria yang cantik."Ya, benar. Namaku Milea Anandita. Aku yang melamar pekerjaan di perusahaan ini, Nona." jawab Milea panjang."Apa penampilanmu memang seperti ini sehari-hari?" Dita bertanya bingung."Hmm, tergantung, Nona. Aku bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan, hehe." jawab Milea setengah tertawa, "Tapi, walau penampilanku aneh seperti ini, percayalah, aku bisa menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Dan aku yakin bisa membantu meringankan tugas Wakil Presdir dengan pengalaman bekerjaku, Nona." sambung Milea yakin."Hmm, boleh juga. Baiklah, kurasa aku menyukaimu dan setuju agar kau menjadi sekretaris Wakil Presdir. Tapi—,” ucap Dita setengah menggantung."Kau seorang wanita. Meskipun saat ini kau berpenampilan sebagai pria, di masa depan siapa yang akan tahu apakah kau akan mengubah penampilanmu dan malah berbalik menggoda
Kantor pusat The Eye God Tower…"Cory, bagaimana dengan penerimaan sekretaris baru yang kuajukan padamu? Apa kau sudah mulai menjalankan perintahku?" tanya Dita pada sahabatnya Cory yang merupakan Manajer Departemen HRD di Eye God Tower."Sudah. Tenang saja. Aku tidak mungkin mengecewakanmu, Dita." jawab Cory santai, "Tapi, aku tidak yakin kau akan menerima wanita-wanita yang melamar ke kantor hari ini." lanjut Cory ragu."Why not? Apa ada yang salah dengan persyaratanku?" tanya Dita bingung."Hmm, entahlah. Aku tidak yakin. Silahkan kau lihat sendiri data-data pemohon pekerjaan itu. Duduklah dulu di sofa, aku akan memanggil bawahanku untuk membawa data mereka," ucap Cory seraya mempersilahkan Dita menunggu dengan santai."Apa ada yang aneh? Sepertinya persyaratan mencari sekretaris handal untuk Direktur sudah cukup standart,” Dita masih bingung."Bukan itu masalahnya. Tunggulah sebentar lagi, kau akan tahu apa yang kumaksud saat ini." ucap Cory.Beberapa menit kemudian, sekretaris Co
Kelahiran si kembar Sophia dan Sean membuat kebahagiaan keluarga Clayton menjadi lebih sempurna. Baik Angie dan bayinya, ketiganya dipulangkan dari rumah sakit dengan keadaan sehat dan bugar.Pasca Angie melahirkan secara Caesar, Joe tentu saja memerlukan banyak waktu luang di rumah untuk membantu istrinya menjaga ketiga anak mereka, karena tidak mungkin Nyonya Neta atau Tuan Royce yang terus berada di rumah mereka.Meskipun mempekerjakan Nanny, tapi Angie dan Joe berusaha memberikan waktu full untuk anak-anak mereka.Dan sudah pasti jika ceritanya seperti itu, maka ada Ben yang menjadi tumbal perusahaan. Tidak main-main, bahkan itu sampai menginjak 6 bulan. Hahaha…Sementara itu, malam hari di kantor The Eye God Tower."Sayang. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Ini sudah terlalu malam." rengek seorang wanita seksi bernama Dita.Dita Sagala, itulah nama lengkap dari wanita cantik di hadapan Ben yang sudah terlihat bosan menunggu sang pacar.Faktanya, Dita adalah wanita baik dan dari ke
"Angie, kau tidak apa-apa, kan? Bagaimana perasaanmu? Kau butuh sesuatu?” Tanya Ben beruntun pada Angie.Kini Angie sudah berada di ruangan rawat. Sementara si kembar masih di ruang perawat untuk dibersihkan.“I’m OK, Ben,”“Ada yang sakit tidak? Perlu kupanggilkan dokter?” Kini ia bertanya khawatir. Raut wajah pucat kakak iparnya itu jelas sekali dilihatnya.“Tidak perlu. Terima kasih. Kau terlihat kacau,” jawab Angie sambil tersenyum ringan dan sesekali meringis.Kondisi Angie yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal mengharuskannya menjalani operasi caesar. Tapi semua itu tidka masalah, yang terpenting Angie dan kedua bayinya sehat. Itulah yang sangat penting bagi mereka semua.“Angie, terima kasih untuk semuanya,” Ben berucap lagi, kali ini wajahnya memerah menahan tangis.“Terima kasih untuk apa?”“Terima kasih karena kau datang ke keluarga kami. Membawa cahaya kebahagiaan bagi Sammy dan kakakku, tentu saj aaku juga bahagia melihat keduanya bahagia,” Ben kini menang
Angie berjalan pelan ke arah tangga sejak kehamilannya mendekati bulan kelahiran. Joe memang sengaja mengganti kamar mereka ke lantai satu, alasannya tentu saja agar Angie tidak harus bolak-balik naik turun tangga.Angie mendongak ke atas. Ini adalah hari minggu Sammy dan Ben sepertinya belum bangun, terbukti mereka yang belum turun ke bawah sejak tadi.Baru saja Angie hendak naik ke anak tangga pertama, wanita itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa sakit.Angie meringis sambil memegang pegangan tangga supaya tidak jatuh. “Ya ampun, Nyonya! Nyonya tidak apa-apa?” tanya seorang asisten rumah tangga yang kebetulan lewat dengan teh di tangannya. Wanita paruh baya itu menaruh tehnya lalu beralih menghampiri Angie lagi. Dia menahan tubuh Angie agar tidak jatuh.“Bibi, sakit sekali,” lirih Angie.“Tuan Joe, Tuan Ben! Lihatlah Nyonya. Nyonya kesakitan!” Teriak asisten rumah tangga tersebut.Joe yang baru saja keluar kamar dan mendengar suara teriakan langsung berjalan terdesak. Sement