Share

2. Berita Heboh

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-04 06:01:13

"Ummi, kenapa?" tanya pria dewasa yang tidak lain adalah Abah Haji Sulaiman yang merupakan ayah dari Syamil. Ia baru saja pulang dari mengisi majlis ta'lim dan mendapat laporan dari Rukmini dan Nela, bahwa istrinya jatuh pingsan setelah menelepon Syamil.

Abah Haji mengusap rambut sang Istri perlaham, sambil menanti cerita yang akan keluRmar dari bibir istrinya.

"Bah, besok kita harus ke Bandung. Syamil, Bah, t-tadi Ummi telepon karena rindu, tapi yang angkat perempuan dan perempuan itu bilang, Syamil lagi sakit dan baru aja tidur habis dikerik. Anak kita bukan kuliah di sana, Bah, tapi malah pacaran. Ayo, kita jemput, Bah!" Bu Umi merengek pada suaminya. Bahkan air matanya sudah turun dengan sangat deras karena terus membayangkan hal buruk yang akan terjadi pada putra bungsunya yang solih.

"Ummi berarti belum percaya dengan Syamil. Anak lelaki kita tidak mungkin seperti itu. Bisa saja wanita yang di telepon itu adalah teman sesama anak kos yang mungkin memang tengah merawat Syamil. Gak papa, Mi. Abah yakin, kalau Syamil bisa menjaga diri dan kehormatan orang tua. Kalau Ummi terus berprasangka, nanti malah anaknya benar-benar berbuat nekat loh. Sudah, besok pagi lagi kita telepon ya. Sekarang Ummi istirahat, Abah mau mandi dulu." Pria dewasa itu bangun dari duduknya dan langsung berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Ia pun sama cemasnya dengan sang Istri, tetapi rasa percaya dan yakinnya pada Syamil lebih besar daripada pikiran buruk yang baru saja istrinya sampaikan. Biarlah besok ia menelepon Syamil lebih dulu untuk menanyakan kabar.

Hani sudah tiga kali mengganti kompres  Syamil. Bahkan ia sempat membelikan bubur ayam tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Agar Syamil bertenaga dan bisa minum obat. Namun, Syamil hanya makan tiga sendok saja, karena ia merasa mual.

"Kamu kayaknya payah banget deh, Syamil," kata Hani sambil memeriksa kening pemuda itu yang semakin panas saja. Ini sudah pukul setengah sebelas malam dan Syamil belum ada perubahan sama sekali. Ia ingin meninggalkan Syamil di kamar, tetapi tidak tega.

"Ya, gimana saya gak payah, itu rok yang Mbak Hani pakai, terangkat ke atas. Tentu saja saya semakin sakit kepala dan demam," jawab Syamil tanpa membuka matanya. Hani tertawa pendek, lalu membetulkan rok yang tersingkap.

"Kamu mau ke dokter gak?" tanya Hani lagi.

"Gak mau, Mbak. Saya mau tidur saja, tapi kalau Mbak Hani masih di sini, saya pasti gak bisa tidur. Ini lagian sudah malam, pulang deh, Mbak. Besok juga saya sembuh." Kali ini, Syamil membuka matanya untuk melihat Hani yang sudah bangun dari duduknya.

"Iya sudah, aku pulang ya. Kabari saja kalau kamu butuh bantuan. Ponsel kamu lowbatt banget, jadinya aku charger. Oh, iya, itu aku bawa teko dari rumah, isinya air teh panas. Jangan lupa diminum ya biar kamu keringetan."

"Makasih, Mbak Hani."

"Sama-sama." Hani tersenyum. Lalu mengusap rambut Syamil seperti seorang kakak tengah mengusap rambut adik lelakinya. Pemuda itu hanya bisa pasrah, karena kalau ia larang jangan sentuh, maka Hani akan bertanya kenapa, mengapa, dan itu artinya wanita hamil di dalam kamarnya ini tidak pulang-pulang. Lebih baik ia pasrah saja terhadap perlakuan Hani padanya.

Begitu suara pintu ditutup, Syamil bernapas lega. Pemuda itu membuka matanya perlahan. Lalu meraba handuk basah kompres yang masih ada di keningnya. Jika sejak tadi yang melakukannya ada Hani, maka kali ini ia harus bisa mengompresnya sendiri. Ia paksakan menutup mata agar besok sudah lebih sehat.

Pukul lima subuh, Hani sudah keluar dari rumahnya. Ia melakukan rutinitas pagi sebelum matahari terbit yaitu jalan pagi selama satu jam, dari jam lima pagi sampai jam enam. Ia harus rutin melakukan olah raga agar bayinya juga sehat di dalam perutnya.

Sepanjang jalan, Hani diperhatikan para tetangga yang mayoritas mahasiswa dan mahasiswi karena ia jalan pagi dengan hot pants dan juga baju besar. Pahanya terekspos menantang, sehingga membuatnya menjadi pusat perhatian.

Pulang dari jalan pagi, Hani mampir ke pedagang yang menjual sayuran matang. Ia membeli sop baso dan juga tempe goreng. Ia sengaja membeli lebih untuk ia berikan juga pada Syamil.

Tok! Tok!

"Syamil, kamu udah sembuh?" tanya Hani begitu ia bisa mendorong pintu kamar Syamil. Pemuda itu rupanya tengah berbaring lemas di ranjang, dengan memakai sarung. Pasti Syamil baru saja salat subuh. Batin Hani.

"Mbak, kamu jangan masuk dulu! Coba sebutkan, saat ini kamu pakai kostum apa?" tanya Syamil yang masih saja memejamkan matanya.

"Hot pants kuning dan baju besar," jawab Hani bingung.

"Berarti kamu pulang dan ganti baju, Mbak, setelah itu baru ke sini juga terserah. Tidak juga gak papa."

"Oke, berati aku ganti kostum ya." Hani pun langsung pergi dari kamar Syamil untuk mengganti pakaiannya. Setelah ia yakin rapi, Hani kembali ke kosan untuk menjenguk Syamil.

"Syamil, kalau begini gak papa?" Hani melebarkan senyumnya pada Syamil.

"Mbak, maksud saya ya bukan pakai mukena juga." Syamil merasa ia akan segera terkena penyakit komplikasi jika terlalu lama berteman dengan Hani. Bayangkan saja, atasnya memang Hani memakai mukena, tetapi ia tetap saja menggunakan hot pants di balik mukenanya itu.

"Ish, kamu ribet deh. Padahal pahaku udah gak keliatan kan? Emang masih salah? Udah, ah, orang aku cuma mau ngantar ini, biar kamu sarapan. Oh, iya, semalam sebelum HP kamu lowbatt banget, ibu kamu telepon nanya kamu. Ya udah, aku bilang baru saja tidur, habis aku kerik."

"Apa? Ummi saya telepon?" Syamil yang tadinya lemas mendadak bersemangat, lebih tepatnya terkejut. Hani mengangguk. Tanpa disuruh, Hani sudah membuka makanan yang ia bawa untuk Syamil. Hani juga membawakan teh baru dalam tumbler untuk pemuda itu.

"Terus, Mbak bilang apa sama orang tua saya?" tanya Syamil panik.

"Baru saya mau bilang teman, ibu kamu malah nebak, pacar Syamil ya? Ya udah, aku bilang aja iya. Biar orang tua kamu tenang kalau kamu punya pacar saat merantau." Hani tersenyum, mengulurkan piring berisi makanan untuk Syamil.

"Apanya yang tenang? Aduh, habis deh hidup gue!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
bisa pingsan bu haji dan pak haji haduuh
goodnovel comment avatar
Endah Setyawati
nguing.. nguing.. nguing..
goodnovel comment avatar
Roszilah Talib
Baru 2 bab sudah heboh…semangat ya neng nulisnya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   133. Asoy

    Keduanya sudah mandi dan juga solat magrib berjamaah. Syamil memimpin dengan membaca surah Ar Rahman yang isi surah tersebut adalah tentang cinta kasih. Bahkan Syamil menangis saat membacakan surah tersebut. Hani pun ikut menangis, sehingga Syamil begitu terharu melihat sang Istri. "Sudah, kan sudah selesai solat, air matanya masih turun aja! Neng terharu dengan surah itu ya?" Syamil mengusap kepala Hani dengan lembut. "Saya nangis bukan karena terharu, tapi karena kecapean berdiri. Surahnya kepanjangan. Rokaat pertama surah Ar-Rahman, rokaat kedua Surah Yasin, hiks.... " Syamil tertawa terpingkal-pingkal. Ia benar-benar keterlaluan pada istrinya. Bisa-bisa nanti Isya, Hani gak mau jama'ah lagi gara-gara kepanjangan ayat. Hu hu hu... "Neng, maaf ya. Sini, biar saya pijitin!" Syamil tidak tega dan tentu saja langsung meminta maaf. Kedua kaki istrinya ia pegang dan ia pijat dengan lembut. Hani pun membiarkan Syamil memijat kakinya karena memang rasanya sakit dan pegal. "Maaf ya, sa

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   132. Pengantin Baru

    "Apa ini, Mi?" tanya Syamil saat ummi-nya menyodorkan sebuah kartu mirip kartu ATM. "Buat kamu bulan madu. Biar gak digangguin pembaca, he he he.... ""Ya Allah, Ummi, makasih ya, Mi." Syamil memeluk ummi-nya dengan penuh rasa haru. "Ummi ini kapok, mungkin karena waktu pernikahan kamu yang pertama Ummi gak kasih hadiah nginep di hotel, makanya jadi gitu. Sekarang Ummi mau memperbaiki kesalahan Ummi. Kamu dan Hani selamat menikmati menginap di hotel selama empat hari. " Kalian bisa jalan-jalan naik speedboat, bisa ke Dufan sekalian, bisa main ke sea world. Menikmati makan malam romantis di depan pantai Ancol." Bu Umi menjelaskan dengan penuh antusias. Ia memang sudah menyiapkan semua untuk Syamil dan juga Hani. "Mi, terima kasih ya," ujar Hani akhirnya, setelah sejak tadi hanya memperhatikan Syamil dan ummi-nya berbincang. "Sama-sama Hani. Ummi lega ternyata kamu ibu kandung Syam, sehingga Ummi dan Syam tidak akan dipisahkan." Bu Umi sudah berkaca-kaca. Hani memeluk mertuanya. "

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   131. Alhamdulillah

    Salah satu orang yang paling tersedu-sedan di ruangan itu adalah Bu Restu. Dengan baju kebaya sederhana yang dipinjamkan Bu Umi, serta selendang panjang yang ia pakai di kepala, Bu Restu terus terisak. Ia begitu terharu bisa menyaksikan momen anak bungsunya menikah dengan sebenar-benarnya menikah."Mama, maafkan Hani. Mohon ... d-doa restu Mama." Kalimat itu ia ucapkan terbata-bata diantara linangan air matanya. "Pasti Mama doakan, Sayang. Semoga bahagia selalu ya, Nak. Maafkan Mama." Keduanya saling berpelukan erat. Dilanjut dengan sungkem pada Hadi."Akhirnya adik Abang menikah juga. Selamat yq, Hani. Semoga sakinah, mawaddah, wa rohmah." "Makasih, Bang. Hani minta doa dan restunya." Adik dan kakak itu pun saling berpelukan sambil menangis Syamil yang ikut sungkem pada Bu Restu."Mohon doa restunya, Ma," bisik Syamil dengan suara bergetar menahan tangis."Titip Hani ya. Mama pesan, tolong jaga Hani. Jika kamu sedang marah, tolong jangan berkata kasar pada Hani. Mama percayakan an

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   130. Akad Nikah

    "Beneran kamu gak mau ikut melamar wanita yang akan menjadi kakak ipar kamu?" tanya Pak Rahmat pada Zahra. Dirinya dan Raka sudah bersiap berangkat karena taksi online sudah menunggu di depan pagar rumah. "Nggak, Pa, semoga acaranya lancar." Zahra tidak berani menoleh pada Raka. Ia hanya menatap papanya saja sambil tersenyum tipis. "Ya sudah kalau begitu, Papa dan Raka berangkat dulu. Besok pagi Papa InsyaAllah sudah ada di rumah." Zahra mengangguk paham. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sampai taksi yang ditumpangi papa dan Raka meluncur pergi. Kemarahan Raka kemarin, sangat membuatnya syok dan sadar, bahwa selama bertahun-tahun hanya dirinya yang memendam perasaan itu, sedangkan Raka tetap menganggapnya sebagai adik. Zahra merapikan semua baju untuk ia masukkan ke dalam tas. Tekadnya sudah bulat untuk kembali bekerja dan tinggal di kosan saja. Jika ia tetap di rumah, maka kenangan almarhumah mamanya dan Raka pasti mengusiknya dan membuatnya susah sadar diri. "Mbak Zahra

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   129.Pengakuan

    Kehadiran Raka di rumah tentu saja membuat Pak Rahmat sedikit lega. Meskipun hanya satu malam saja putranya menginap, paling tidak, pria itu merasa ada teman bicara. Masalah yang menumpuk membuatnya stres memikirkan masalah anak-anaknya.Jika Pak Rahmat senang dengan kehadiran Raka, menemani Raka makan di ruang makan, tetapi tidak dengan Zahra yang masih belum keluar kamar sejak mulai Raka tiba di rumah. "Ck, ya ampun Zahra belom sembuh juga ngambeknya," gumam Raka saat nasi dalam piring hampir habis. "Ya, nanti kamu bicara saja dengan Zahra. Ada hal yang harus kamu ketahui, tetapi lebih baik Zahra sendiri yang memberitahu." "Maksud Papa? Hal penting apa, Pa? Berkaitan dengan Syamil?" Pak Rahmat mengangkat bahunya. "Bisa jadi." Jawaban ambigu Pak Rahmat membuat Raka menghela napas. Pasti ada ha besar yang ditutupi papa dan adiknya. Pak Rahmat memang sudah menimbang untuk tidak membicarakan masalah perasaan putrinya pada Raka. Ia tidak mau ikut campur terlalu dalam, apalagi soal

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   128. Penjelasan Raka

    "Wah, calon pengantin jangan suudzon dulu!" Raka mengulurkan tangan ingin berjabat dengan Syamil. Pemuda itu pun membalas jabat tangan Raka tanpa senyuman. Wajahnya masih masam karena merasa cemburu dengan Raka. "Mas Raka udah tahu status kita, Sya. Mas Raka ke sini hanya mau anter oleh-oleh dan meluruskan masalah dengan saya. Semua udah selesai kok." Hani menambahkan dengan bijak. Syamil tidak menyahut. Ia duduk memutuskan duduk di samping Raka dengan muka yang masih ditekuk. "Ya sudah, menurut saya masalah diantara kita sudah selesai. Doakan masalah saya juga selesai ya, Hani." Raka berdiri dari duduknya. "Mas, habiskan dulu tehnya!" Hani mengangkat cangkir teh yang masih ada setengah cangkir lagi. Raka pun duduk untuk menghabiskan tehnya. Hani dan Syamil saling pandang. Hani mendelik karena wajah Syamil masih saja masam, padahal Raka sudah menjelaskan. "Saya pamit deh, naik taksi online-nya dari depan saja. Oh, iya, Sya, jangan lupa undang saya saat kalian menikah ya. Selagi se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status