Share

3. Hidup atau Mati

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-04 22:31:44

"Assalamu'alaikum, Syamil, kata ummi kamu sakit. Apa benar itu, Nak?"

"Wa'alaykumussalam, benar, Bah, tapi sudah baikan. Hanya saja belum bisa ke kampus lagi hari ini. Padahal masih masa pengenalan lingkungan kampus."

"Kenapa gak bisa?"

"Karena Syamil lagi banting tulang, Bah. Syamil sakit, Bah, gimana mau ke kampus, orang dijemur di bawah sinar matahari."

"Ya pasti kalau berjemur itu di bawah matahari, Syamil, kalau di atas matahari namanya apa?"

Abahnya mulai konyol. Pasti karena Abahnya senang akan segera mempersunting Nela untuk menjadi istri kedua. Batin Syamil.

"Minum obat ya? Semalam kata ummi ada yang kerik, siapa? Lelaki atau perempuan?"

"Oh itu, iya, Bah, karena saya udah gak kuat masuk angin, jadinya ditolongin sama Mbak Hani."

"Siapa Mbak Hani? Kakak kampus kamu atau kakak kos?"

"Ibu muda tetangga Syamil yang lagi hamil, Bah."

"Hah? Apa? Ibu-ibu hamil? Siapa yang menghamili ibu muda itu? Apakah k-kamu... "

Bu Umi yang ikut menguping pembicaraan antara suami dan putra bungsunya tentu saja terkejut bukan main, hingga wanita berusia empat puluh dua tahun itu merasa pandangannya menggelap.

"Ummi, Ummi!"

Syamil menutup panggilan dari abahnya. Pemuda itu bisa menebak bahwa umminya pingsan karena mendengar percakapan tadi. Kepalanya yang masih berdenyut, terasa semakin panas saja. Maksud hati mengatakan ibu muda hamil agar orang tuanya tidak berpikiran buruk ia pacaran atau dekat dengan wanita lain, tetapi ia malah salah strategi. Umminya mengira mungkin ia adalah ayah bayi yang dikandung wanita itu.

Tok! Tok!

"Syamil, gue Joko!" Seru Joko dari balik pintu kamar Syamil. Pemuda itu sengaja mengunci pintu kamar agar Hani tidak tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan pakaian kekurangan bahan.

"Bentar!" Syamil turun dari tempat tidur single bed dengan tubuh masih sangat lemas. Pemuda itu memutar anak kunci dua kali, lalu menekan kenop pintu perlahan.

"Kenapa, Ko?" tanya Syamil dengan mata sedikit memicing. Sinar matahari jam dua siang begitu silau, tepat berada di depan kamarnya.

"Nggak papa, Syamil. Gue tadi dimintain tolong sama Mbak Hani. Itu loh, cewek seksi di depan kosan kita itu rumahnya. Sodara jauh lu'kan?"

Syamil mengangguk. Ia mengira urusan dengan Hani selesai saat tadi pagi, tetapi siang terik begini, Joko bertamu hanya karena Hani.

Jika bukan karena calon kakak ipar yang akan mengisikan pulsa wifi setiap bulan, pastinya ia tidak mau menjadi mata-mata Hani.

"Iya, kenapa emangnya? Kalau gak terlalu penting, lu ke sini lagi besok aja ya. Gue lagi sakit kepala nih!" Syamil memijat pelipisnya.

"Kagak, tadi sodara lu itu minta tolong sama gue. Katanya lu sakit, ponsel lu gak aktif. Dia cuma minta gue pastiin kalau lu masih idup atau udah gak ada, ha ha ha.... " Bukan hanya Joko yang tertawa, Syamil pun ikut terbahak.

"Oh, iya, katanya kalau lu masih ada, ini buat lu!" Joko mengulurkan box makanan ukuran sedang pada Syamil.

"Enak banget bisa punya sodara cantik, seksi, dan baik seperti Mbak Hani. Coba gue jadi sodara lu ya. Pasti gue juga jadi sodara, Mbak Hani." Syamil memutar bola mata malasnya. Ia mengambil kotak makanan tersebut lalu mengucapkan terima kasih pada Joko.

Pintu ia kunci kembali, lalu ia membuka kotak makan tersebut. Ada dua ekor paha ayam goreng yang baunya sangat sedap ditemani sambal dan nasi yang juga masih hangat. Langsung saja Syamil menyantap makanan itu dengan lahap. Memang ia kesal dengan Hani, tetapi wanita itu juga sangat baik dan sangat memperhatikannya disaat ia sakit seperti ini.

Makasih makan siangnya, Mbak Hani. Rasanya enak. Mbak Hani pintar masak ya.

Send

Sebuah pesan yang ia kirimkan pada Hani, lengkap dengan foto piring makan yang isinya hampir habis.

Makasih, Syamil. Makan yang banyak ya. Kalau masih kurang paha ayamnya, masih ada paha saya ini, hi hi hi....

Syamil melempar ponselnya karena ngeri. Ia sudah bertekad untuk tidak mau terlalu dekat dengan Hani karena matanya bisa katarak karena terus-terusan melihat wanita berpakaian seksi.

Hani tertawa membaca balasan pesannya pada Syamil. Hatinya benar-benar terhibur dengan adanya Syamil yang bisa ia jadikan teman sekaligus adik di tempat asing seperti ini.

Syamil mungkin sedikit aneh karena ia remaja solih, beda dengan teman-teman kosannya yang selalu saja terang-terangan menatap tubuhnya yang memang sering terekspos di beberapa bagian. Bukan karena sengaja, tetapi saat memasuki usia kehamilan lima bulan, dirinya selalu merasa gerah, sehingga sangat senang dengan pakaian terbuka, longgar, dan juga seksi.

Kring! Kring

Nama Arif muncul di layar ponselnya. Suaminya sudah lama sekali tidak menghubungi atau bahkan sekedar mengirimkan pesan padanya. Ia bahkan hampir lupa kalau sebenarnya ia masih memiliki suami.

"Halo."

"Halo, Hani, kamu lagi apa? Gimana kabar kamu dan si bayi? Mm... kamu gak ada flek gitu?"

"Flek apa? Pak Arif berharap saya keguguran, iya? Kalau begini jadinya, kenapa kemarin mau saja menikahi saya? Kenapa menyentuh saya kalau tidak benar-benar iklas saya mengandung anak Pak Arif. Jangan telepon saya lagi! Jangan pedulikan saya lagi! Saya benci kalian!"

Hani melemparkan ponselnya ke sembarang tempat. Gadis itu menangis sesegukan karena begitu sedih dengan nasibnya. Sudah menjadi istri kedua diam-diam, dibuang, dan kini ia benar-benar sendiri. Tidak ada yang peduli dengannya atau kasihan padanya.

Hani benar-benar mengurung diri di rumah. Tidak keluar sekali pun untuk olah raga atau belanja sayuran. Menyapu teras rumahnya pun tidak. Tentu hal ini membuat Syamil bertanya-tanya. Sudah dua hari sejak Hani mengirimkan paha ayam padanya, gadis itu tidak terlihat lagi.

Syamil yang sudah merasa sehat dan berencana masuk kuliah hari ini, memutuskan mampir sebentar untuk melihat keadaan Hani. Jangan sampai hal buruk terjadi pada gadis itu. Karena calon abang iparnya bisa sangat marah kalau Hani kenapa-napa.

Tok! Tok!

"Mbak, assalamu'alaikum!" Tidak ada jawaban. Lampu ruang depan menyala, tetapi rumah dalam keadaan sangat sepi. Syamil mengintip dari jendela dan betapa terkejutnya ia saat melihat Hani tengah tak sadarkan diri di atas karpet rumahnya.

Brak!

Syamil mencoba mendobrak pintu rumah Hani. Namun, tidak bisa. Tenaganya belum benar-benar pulih sehabis sakit.

Brak!

Pemuda itu mencoba sekali lagi dan berhasil. Syamil berlari masuk rumah untuk melihat keadaan Hani yang tak sadarkan diri dengan wajah sangat pucat bagaikan mayat.

"Tolong!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Christine Tan
dua ekor paha ayam goreng.... thor? dua potong... kali .........
goodnovel comment avatar
Arthantie Ghyta
gimana gak pingsan 2hari gak makan si hani ,ayo cepet laporan sama kak Didin mil
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   133. Asoy

    Keduanya sudah mandi dan juga solat magrib berjamaah. Syamil memimpin dengan membaca surah Ar Rahman yang isi surah tersebut adalah tentang cinta kasih. Bahkan Syamil menangis saat membacakan surah tersebut. Hani pun ikut menangis, sehingga Syamil begitu terharu melihat sang Istri. "Sudah, kan sudah selesai solat, air matanya masih turun aja! Neng terharu dengan surah itu ya?" Syamil mengusap kepala Hani dengan lembut. "Saya nangis bukan karena terharu, tapi karena kecapean berdiri. Surahnya kepanjangan. Rokaat pertama surah Ar-Rahman, rokaat kedua Surah Yasin, hiks.... " Syamil tertawa terpingkal-pingkal. Ia benar-benar keterlaluan pada istrinya. Bisa-bisa nanti Isya, Hani gak mau jama'ah lagi gara-gara kepanjangan ayat. Hu hu hu... "Neng, maaf ya. Sini, biar saya pijitin!" Syamil tidak tega dan tentu saja langsung meminta maaf. Kedua kaki istrinya ia pegang dan ia pijat dengan lembut. Hani pun membiarkan Syamil memijat kakinya karena memang rasanya sakit dan pegal. "Maaf ya, sa

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   132. Pengantin Baru

    "Apa ini, Mi?" tanya Syamil saat ummi-nya menyodorkan sebuah kartu mirip kartu ATM. "Buat kamu bulan madu. Biar gak digangguin pembaca, he he he.... ""Ya Allah, Ummi, makasih ya, Mi." Syamil memeluk ummi-nya dengan penuh rasa haru. "Ummi ini kapok, mungkin karena waktu pernikahan kamu yang pertama Ummi gak kasih hadiah nginep di hotel, makanya jadi gitu. Sekarang Ummi mau memperbaiki kesalahan Ummi. Kamu dan Hani selamat menikmati menginap di hotel selama empat hari. " Kalian bisa jalan-jalan naik speedboat, bisa ke Dufan sekalian, bisa main ke sea world. Menikmati makan malam romantis di depan pantai Ancol." Bu Umi menjelaskan dengan penuh antusias. Ia memang sudah menyiapkan semua untuk Syamil dan juga Hani. "Mi, terima kasih ya," ujar Hani akhirnya, setelah sejak tadi hanya memperhatikan Syamil dan ummi-nya berbincang. "Sama-sama Hani. Ummi lega ternyata kamu ibu kandung Syam, sehingga Ummi dan Syam tidak akan dipisahkan." Bu Umi sudah berkaca-kaca. Hani memeluk mertuanya. "

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   131. Alhamdulillah

    Salah satu orang yang paling tersedu-sedan di ruangan itu adalah Bu Restu. Dengan baju kebaya sederhana yang dipinjamkan Bu Umi, serta selendang panjang yang ia pakai di kepala, Bu Restu terus terisak. Ia begitu terharu bisa menyaksikan momen anak bungsunya menikah dengan sebenar-benarnya menikah."Mama, maafkan Hani. Mohon ... d-doa restu Mama." Kalimat itu ia ucapkan terbata-bata diantara linangan air matanya. "Pasti Mama doakan, Sayang. Semoga bahagia selalu ya, Nak. Maafkan Mama." Keduanya saling berpelukan erat. Dilanjut dengan sungkem pada Hadi."Akhirnya adik Abang menikah juga. Selamat yq, Hani. Semoga sakinah, mawaddah, wa rohmah." "Makasih, Bang. Hani minta doa dan restunya." Adik dan kakak itu pun saling berpelukan sambil menangis Syamil yang ikut sungkem pada Bu Restu."Mohon doa restunya, Ma," bisik Syamil dengan suara bergetar menahan tangis."Titip Hani ya. Mama pesan, tolong jaga Hani. Jika kamu sedang marah, tolong jangan berkata kasar pada Hani. Mama percayakan an

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   130. Akad Nikah

    "Beneran kamu gak mau ikut melamar wanita yang akan menjadi kakak ipar kamu?" tanya Pak Rahmat pada Zahra. Dirinya dan Raka sudah bersiap berangkat karena taksi online sudah menunggu di depan pagar rumah. "Nggak, Pa, semoga acaranya lancar." Zahra tidak berani menoleh pada Raka. Ia hanya menatap papanya saja sambil tersenyum tipis. "Ya sudah kalau begitu, Papa dan Raka berangkat dulu. Besok pagi Papa InsyaAllah sudah ada di rumah." Zahra mengangguk paham. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sampai taksi yang ditumpangi papa dan Raka meluncur pergi. Kemarahan Raka kemarin, sangat membuatnya syok dan sadar, bahwa selama bertahun-tahun hanya dirinya yang memendam perasaan itu, sedangkan Raka tetap menganggapnya sebagai adik. Zahra merapikan semua baju untuk ia masukkan ke dalam tas. Tekadnya sudah bulat untuk kembali bekerja dan tinggal di kosan saja. Jika ia tetap di rumah, maka kenangan almarhumah mamanya dan Raka pasti mengusiknya dan membuatnya susah sadar diri. "Mbak Zahra

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   129.Pengakuan

    Kehadiran Raka di rumah tentu saja membuat Pak Rahmat sedikit lega. Meskipun hanya satu malam saja putranya menginap, paling tidak, pria itu merasa ada teman bicara. Masalah yang menumpuk membuatnya stres memikirkan masalah anak-anaknya.Jika Pak Rahmat senang dengan kehadiran Raka, menemani Raka makan di ruang makan, tetapi tidak dengan Zahra yang masih belum keluar kamar sejak mulai Raka tiba di rumah. "Ck, ya ampun Zahra belom sembuh juga ngambeknya," gumam Raka saat nasi dalam piring hampir habis. "Ya, nanti kamu bicara saja dengan Zahra. Ada hal yang harus kamu ketahui, tetapi lebih baik Zahra sendiri yang memberitahu." "Maksud Papa? Hal penting apa, Pa? Berkaitan dengan Syamil?" Pak Rahmat mengangkat bahunya. "Bisa jadi." Jawaban ambigu Pak Rahmat membuat Raka menghela napas. Pasti ada ha besar yang ditutupi papa dan adiknya. Pak Rahmat memang sudah menimbang untuk tidak membicarakan masalah perasaan putrinya pada Raka. Ia tidak mau ikut campur terlalu dalam, apalagi soal

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   128. Penjelasan Raka

    "Wah, calon pengantin jangan suudzon dulu!" Raka mengulurkan tangan ingin berjabat dengan Syamil. Pemuda itu pun membalas jabat tangan Raka tanpa senyuman. Wajahnya masih masam karena merasa cemburu dengan Raka. "Mas Raka udah tahu status kita, Sya. Mas Raka ke sini hanya mau anter oleh-oleh dan meluruskan masalah dengan saya. Semua udah selesai kok." Hani menambahkan dengan bijak. Syamil tidak menyahut. Ia duduk memutuskan duduk di samping Raka dengan muka yang masih ditekuk. "Ya sudah, menurut saya masalah diantara kita sudah selesai. Doakan masalah saya juga selesai ya, Hani." Raka berdiri dari duduknya. "Mas, habiskan dulu tehnya!" Hani mengangkat cangkir teh yang masih ada setengah cangkir lagi. Raka pun duduk untuk menghabiskan tehnya. Hani dan Syamil saling pandang. Hani mendelik karena wajah Syamil masih saja masam, padahal Raka sudah menjelaskan. "Saya pamit deh, naik taksi online-nya dari depan saja. Oh, iya, Sya, jangan lupa undang saya saat kalian menikah ya. Selagi se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status