Mencoba Menerima
Rose seketika lupa dengan ujian kecilnya, harusnya dia menguji Ayra apakah benar benar layak untuk kakaknya dan juga cocok dengan dirinya, sepertinya dia mulai menyukai Ayra karna menganggap Ayra memiliki hobi yang sama dengan dirinya. “Oh iya, apa kamu suka dengan kpop? Aku berencana membeli album baru Taehyung,” ucap Ayra.“Apa? Kamu suka BTS? Wah, kita sama sama Army. Kamu tahu, aku sangat suka sekali dengan V dia benar benar tampan, kekasih onlineku. Setiap kali mendengar Love me again dan Rainy Days, rasanya aku melayang, wah, indah sekali,” ucap Rose seraya terus saja tersenyum.“Wah, kalau begitu aku akan membelikanmu albumnya, aku dengar itu masih cukup sulit didapatkan, apalagi yang bertanda tangan,” ucap Ayra.“Benarkah? Kamu bisa mendapatkannya?” Tanya Rose antusias.“Ya, kebetulan ada kenalan yang membeli langsung dari Korea,” ucap Ayra seraya tersenyum.“Wah, asih,” ucap Rose antusias.“Ya, walaupun aku lebih suka Jimin dan Dynamite, bolehlah kita dengarkan lagu V bersama,” ucap Ayra seraya tersenyum. "Sepertinya kalian mudah sekali akrab," ucap Ardian yang tiba tiba muncul."Kak, kamu tau tidak, Ayra menyukai squishy, jarang sekali kan ada yang menyukai squishy sepertiku. Dia juga Army, kakak tahu ibu selalu marah jika aku mengumpulkan segala hal tentang mereka," ucap Rose dengan penuh semangat. Mendengar itu, Ardian melihat ke arah Ayra dan tersenyum, sepertinya ide mengenai squishy dan Kpop seketika meluluhkan hati Rose."Kita langsung saja ke meja makan, ibu dan ayah sudah menunggu kita di sana," ucap Ardian."Iya kak, aku sudah sangat lapar sekali, aku sengaja tidak makan siang demi bisa makan bersama dengan calon istri kakak," ucap Rose."Terimakasih Rose, aku sangat merasa dihargai," ucap Ayra."Tenang saja, kita memiliki hobi yang sama, sepertinya kita akan cocok di rumah ini," ucap Rose seraya mengedipkan mata.***Ayra, Ardian dan Rose berjalan ke arah ruang makan yang cukup luas itu. Ada meja keramik berukuran cukup besar dengan delapan buah kursi."Ibu ini Ayra," ucap Ardian mengenalkan Ayra."Ayra ini Ibuku, yang di sana Loly, adikku paling kecil dan ayah, kamu sudah mengenalnya bukan," ucap Ardian mengenalkan seluruh anggota keluarganya.Ayra terlihat menyalami semuanya.“Hai Loly,” sapa Ayra seraya mencium pipi Loly.“Kamu cantik sekali,” lanjut Ayra. Tidak ada yang aneh, semua sepertinya menerima dengan tangan terbuka. "Ini calon istri kakak? Apa kakak akan menikah?" ucap Loly dengan suaranya yang khas."Iya Loly, ini kakak Ayra," ucap Ardian seraya tersenyum ke arah Loly.“Cantik, tapi lebih cantik Loly,” ucap Loly seraya menggerakkan bibirnya.Nyonya Sisca terlihat mengulaskan senyum.“Loly memang begitu, tidak mudah dekat dengan orang baru, kamu harus berusaha keras menaklukkan hatinya,” ucap nyonya Sisca pada Ayra. Ayra hanya mengangguk pelan, seraya mengulaskan senyum."Duduklah, kita langsung makan saja, ibu sudah cukup lapar," ucap nyonya besar Sisca."Ini semua makanan kesukaan Ardian dan ayahnya, ada udang asam manis, ikan bakar, sup daging, tumis jamur dan perkedel jagung kesukaan Loly," ucap nyonya Sisca seraya menunjukkan beberapa jenis masakan yang sudah tersaji di atas meja.Cukup lengkap, seperti yang baru saja nyonya Sisca sebutkan, ditambah dengan aneka buah segar, minuman hangat dan dingin, juga beberapa makanan ringan seperti buah kering, manisan manis warna warni, kerupuk udang berukuran kecil yang terlihat cantik di dalam toples Kristal bening."Terimakasih nyonya," ucap Ayra."Ah panggil saja Ibu, kamu akan menjadi bagian dari rumah ini bukan," ucap nyonya Sisca seraya tersenyum."Ba-baik ibu," ucap Ayra gugup."Ini semua ibu yang memasak sendiri?" tanya Ayra. Mendengar pertanyaan itu, Rose terdengar sedikit batuk, tersedak ringan, dia meraih gelas air putih, menenggaknya dengan cepat, lalu tertawa."Ibu? Ibu tidak bisa memasak, tidak ada yang bisa memasak di rumah ini. Semua makanan ini kita pesan dari restoran yang ada di hotel bintang Lima," ucap Rose."Ya begitulah, tidak ada yang bisa memasak, padahal ayah dan Ardian lebih suka masakan rumah. Pembantu kita yang lama yang bisa memasak, dia pulang kampung karena anaknya sakit, sepertinya tidak akan kembali," penjelasan nyonya Sisca seraya menyiapkan piring dan juga nasi untuk suaminya. "Ardian sangat menyukai sup daging sapi, kamu harus belajar membuatnya," ucap nyonya Sisca seraya mengambil semangkuk sup daging dan memberikannya pada anak kesayangannya itu."Bagaimana dengan pekerjaanmu Ayra?" tanya presdir Herlambang."Semua baik pak, tidak ada masalah," ucap Ayra. "Panggil saja ayah, pak Herman pasti sangat bangga dengan kehadiranmu. Ayah dengar kamu adalah dokter idola yang banyak disukai pasien," ucap presdir Herlambang yang berusaha memuji kecerdasan Ayra."Kamu bekerja? Bagaimana bisa menjadi istri kakak?" tanya Rose yang seketika membuat nyonya besar Sisca memandang ke arah anak gadisnya itu. "Ibu, apa yang aku katakan benar kan, tidak ada yang salah kan ?" ucap Rose seraya memandang ke arah ibunya, pandangan tajam."Ya, memang seorang istri seharusnya berada di rumah, menyiapkan seluruh kebutuhan suaminya dan menjadi istri yang baik, apalagi prinsip keluarga kita memang seperti itu," ucap nyonya besar Sisca."Sudahlah itu kita bahas nanti saja, kita makan dulu," ucap ayah Ardian berusaha membuat suasana kembali tenang."Kamu suka yang mana Ayra?" tanya Ardian."Aku tidak memilih makanan, semuanya aku suka," ucap Ayra."Itu bagus sekali Ayra, tidak merepotkan seperti ibu yang harus menjaga pola makan," ucap Rose seraya melirik ke arah piring ibunya yang hanya berisi satu sendok nasi, sayuran hijau dan setengah butir telur rebus."Kamu juga harus menjaga bentuk tubuh Rose, anak gadis memang harus seperti itu," ucap nyonya besar Sisca membela diri.Ardian terlihat sibuk melayani Loly, dengan telaten mengambilkan nasi, lauk pauk dan minum. Ardian terlihat begitu menyayangi Loly, begitu juga dengan Loly, dia sangat nyaman dengan perhatian kakaknya itu."Terimakasih kakak," ucap Loly seraya tersenyum sempurna, memperlihatkan deretan giginya.Ayra yang melihat itu segera meraih piring untuk Ardian, mengambilkannya nasi dan meletakkan piring nasi itu di sebelah mangkuk sup daging."Terimakasih," ucap Ardian, lalu dia mulai menyantap makanannya."Loly mau perkedel jagung?" tanya Ardian, tanpa menunggu jawaban dari adiknya, dia segera mengambil perkedel jagung itu untuk Loly, meletakkannya di piring kecil dan menaruhnya dekat dengan piring besar Loly."Terimakasih Ardian, kamu tau apa yang Loly sukai," ucap nyonya besar Sisca."Ardian sangat menyayangi Loly, sudah tiga hari ini Loly melakukan semuanya sendiri, karena belum menemukan perawat yang baru," ucap nyonya Sisca."Ya, kita sempat punya perawat gila, yang pertama kerjanya hanya main ponsel dan yang setelahnya malah membuat Loly jatuh dan terluka cukup parah," ucap Rose."Mencari perawat yang penuh cinta kasih memang sangat sulit," ucap pak Herlambang.“Apalagi untuk anak anak seperti Loly,” lanjut pak Herlambang"Iya ayah, memang seperti itu, tidak semuanya memiliki kesabaran dan ketelatenan," ucap Ayra."Sepertinya kamu cukup mengerti tentang itu Ayra," ucap pak besar Herlambang."Saya sempat bekerja paruh waktu di panti asuhan Sayap Malaikat dan panti jompo sewaktu masih kuliah, cukup lama, sekitar dua tahun, jadi saya sudah cukup akrab dengan kebutuhan anak anak dengan kondisi berkebutuhan khusus," penjelasan Ayra yang membuat nyonya Sisca dan Rose tersenyum penuh makna. "Kamu hebat sekali Ayra, pasti sudah sangat berpengalaman," ucap nyonya Sisca dengan sedikit pujian yang membawa pesan terselubung."Beruntung sekali jika Loly memiliki perawat sepertimu," lanjut nyonya Sisca yang disambut dengan senyum tulus Ayra.“Walaupun susah berkenalan dengan orang baru, Loly bias menilai orang orang yang tulus padanya,” lanjut nyonya Sisca.Mereka semua selesai dengan makan siangnya, dan berkumpul di ruang tengah untuk sekedar mengakrabkan diri.Nyonya Sisca terlihat sibuk menata piring piring kotor, melihat hal itu Ayra menghampiri nyonya Sisca dan membantunya."Biar saya saja ibu," ucap Ayra."Satu minggu ini kita tidak memiliki pembantu rumah tangga, kita hanya memiliki dua satpam, satu tukang kebun dan satu petugas binatu yang membereskan pakaian kotor. Seperti yang aku bilang tadi, pembantu yang cocok dengan keluarga ini harus pulang kampung. Kami sempat memiliki pembantu pengganti tapi dia mencuri perhiasan Rose," penjelasan nyonya Sisca sembari merapikan meja makan dengan sangat hati hati mengingat kukunya baru saja mendapat perawatan mahal.Masa Masa Sulit “Bu Ayra adalah orang yang kuat,” ucap sekretaris Edo."Ya, dia memang wanita yang kuat," ucap Arsen.“Baiklah pak, saya pulang dulu,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, maaf mengganggu waktu liburmu,” ucap Arsen.“Tidak apa apa pak, hubungi saya jika ada yang bapak perlukan,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, terima kasih,” ucap Arsen. Sekretaris Edo bergegas pergi, Arsen membawa beberapa paper bag bingkisan itu ke kamar di mana Ayra berada.“Ayra, aku membawakan semua kebutuhanmu, jika ada yang kurang sampaikan saja,” ucap Arsen pada Ayra yang terlihat mengamati pemandangan diluar jendela kamarnya. Arsen meletakkan semua bingkisan itu di lantai.“I-iya,” ucap Ayra singkat. Arsen tahu, segala hal yang menimpa Ayra tidak bisa semudah itu diterima, dia masih terguncang dan Arsen berusaha memberi Ayra ruang. "Aku ada di luar, jika kamu
Setelah peristiwa itu Pagi hari, Ayra tersadar, dia mendapati tubuhnya sudah berganti pakaian dengan pakaian hangat, tertutup selimut tebal, tangannya juga terpasang selang yang terhubung dengan cairan infus. Dia berada di sebuah kamar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit, ada perban menempel di sana, mungkin itu adalah luka yang dihasilkan dari pertengkaran sengit tadi malam. Ayra yang masih begitu lemah hanya bisa menghela nafas lega, bersyukur Tuhan memberinya hidup kedua walaupun belum bisa membedakan ini semua hanya mimpi atau kenyataan. Samar samar dia melihat sosok yang sudah tidak asing lagi, dia adalah Arsen, iya Arsen. teman Ayra sewaktu masih duduk di bangku kuliah, yang selalu menjadi sahabat baiknya, hingga saat ini. Arsen duduk di kursi yang ada di kamar itu, tertidur, terlihat sangat kelelahan. Arsen yang menyelamatkannya, memberikan hidup kedua bagin
Misi Penyelamatan Di dalam mobil, suasana tegang benar benar terasa.“Kemana kita harus membawanya?” Tanya Ardian.“Kita buang saja, kita hanyutkan di sungai,” ucap Isabela memberi ide.“Apa?” Tanya Ardian tidak percaya.“Tidak, di jembatan akan sangat ramai sekali, kita tidak bisa membuangnya di kota,” ucap Ardian“Apa kamu yakin dia sudah mati?” tanya Ardian.“Dia masih hidup, nafasnya tipis. Kamu tidak melihat darah yang keluar dari kepalanya? Aku yakin dia tidak akan bertahan,” ucap Isabela.“Apa yang kita lakukan, kita sudah menjadi pemb-unuh,” ucap Ardian gugup dan juga takut. Isabela menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi kekuatan.“Ini yang terbaik, kita harus menyingkirkannya, tidak ada pilihan lain,” ucap Isabela.“Pikirkan anak kita, apa kamu yakin rela menukar hidupmu yang penuh dengan kemewahan dengan hidup di penjara?” Tanya Isabela.
Medan Perang Ardian membawa Ayra ke apartemennya, penthouse mewah yang bahkan memiliki lift sendiri. Ayra hanya diam, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia bahkan belum percaya bahwa dirinya akan mengalami hal semacam ini, bertemu dengan selingkuhan suaminya. Mereka sampai di depan pintu apartemen, Ardian membuka pintu itu.Di dalam apartemen sudah ada Isabela, duduk dengan santainya di sofa yang ada di sana.Hati Ayra bergetar hebat.“Wanita itu,” gumam Ayra. Ayra menatap wanita itu dalam dalam, bahkan matanya nyaris keluar. Isabela mengulaskan senyum, seolah sengaja melakukan itu. Dia berdiri, lalu mendekat kearah Ayra.“Apa kamu kaget?” Tanya Isabela, berusaha terlihat tenang.“Kamu?” Tanya Ayra.“Isabela?” tebak Ayra. Ardian mengerutkan dahi, dia bahkan tidak menyangka jika Ayra mengenal Isabela.“Ya, orang yang selalu kalah dari
Peristiwa Mengerikan Mulai TerjadiPart 2 Mobil Ardian masuk ke dalam lingkungan apartemen.“Itu mobil mas Ardian, ya, itu mobilnya,” ucap Ayra yakin.Ayra segera berlari mengikuti mobil itu hingga ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Dengan nafas tersengal sengal, Ayra berhenti tepat di depan mobil Ardian.“Ar-Ardian,” ucap Isabela gugup.“Ada apa?” Tanya Ardian yang belum menyadari kehadiran Ayra.“Di-dia,” ucap Isabela seraya menunjuk ke arah Ayra berdiri. Ardian melihat kearah itu, dia kaget, ada istrinya di sana.“A-Ayra,” ucap Ardian.“Isabela, sebaiknya kamu bawa Amora naik, aku akan menemuinya,” pinta Ardian.“I-iya,” ucap Isabela yang segera keluar dari mobil, berusaha menyembunyikan wajahnya dan masuk ke dalam area apartemen. Ayra melihat wanita itu, dengan perasaan campur aduk yang luar biasa. Ayra berusaha menstabilka
Peristiwa Mengerikan Mulai Terjadi Ayra menginjakkan kaki di apartemen itu, apartemen mewah yang harganya pun tidak biasa. Ayra memegang dadanya, menguatkan hati juga pikirannya. Jantung itu berdegup dengan kencang, seperti genderang perang, dia bahkan kesulitan untuk menstabilkan deru jantungnya.“Kamu harus kuat Ayra, apapun yang akan kamu dapatkan di tempat ini,” ucap Ayra. Dengan yakin dia memasuki apartemen itu, mendekat ke arah resepsionis sebagai jalan pintas dari pada harus mencari cari tidak jelas.“Se-selamat siang,” sapa Ayra.“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya resepsionis yang terdengar begitu ramah.“Ma-maaf saya mau Tanya, apa benar bapak Ardian Herlambang tinggal di salah satu unit penthouse?” Tanya Ayra. Mendengar hal itu, petugas resepsionis bernama Naira itu mengerutkan dahi. Ayra menangkap sinyal keragu raguan.“Oh, maaf, saya hanya mau mengantarkan pesanan kado,