Share

BAB 7 Mencoba Menerima

Penulis: Nietha_setiaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-30 11:34:37

Mencoba Menerima

Rose seketika lupa dengan ujian kecilnya, harusnya dia menguji Ayra apakah benar benar layak untuk kakaknya dan juga cocok dengan dirinya, sepertinya dia mulai menyukai Ayra karna menganggap Ayra memiliki hobi yang sama dengan dirinya.

“Oh iya, apa kamu suka dengan kpop? Aku berencana membeli album baru Taehyung,” ucap Ayra.

“Apa? Kamu suka BTS? Wah, kita sama sama Army. Kamu tahu, aku sangat suka sekali dengan V dia benar benar tampan, kekasih onlineku. Setiap kali mendengar Love me again dan Rainy Days, rasanya aku melayang, wah, indah sekali,” ucap Rose seraya terus saja tersenyum.

“Wah, kalau begitu aku akan membelikanmu albumnya, aku dengar itu masih cukup sulit didapatkan, apalagi yang bertanda tangan,” ucap Ayra.

“Benarkah? Kamu bisa mendapatkannya?” Tanya Rose antusias.

“Ya, kebetulan ada kenalan yang membeli langsung dari Korea,” ucap Ayra seraya tersenyum.

“Wah, asih,” ucap Rose antusias.

“Ya, walaupun aku lebih suka Jimin dan Dynamite, bolehlah kita dengarkan lagu V bersama,” ucap Ayra seraya tersenyum.

"Sepertinya kalian mudah sekali akrab," ucap Ardian yang tiba tiba muncul.

"Kak, kamu tau tidak, Ayra menyukai squishy, jarang sekali kan ada yang menyukai squishy sepertiku. Dia juga Army, kakak tahu ibu selalu marah jika aku mengumpulkan segala hal tentang mereka," ucap Rose dengan penuh semangat. Mendengar itu, Ardian melihat ke arah Ayra dan tersenyum, sepertinya ide mengenai squishy dan Kpop seketika meluluhkan hati Rose.

"Kita langsung saja ke meja makan, ibu dan ayah sudah menunggu kita di sana," ucap Ardian.

"Iya kak, aku sudah sangat lapar sekali, aku sengaja tidak makan siang demi bisa makan bersama dengan calon istri kakak," ucap Rose.

"Terimakasih Rose, aku sangat merasa dihargai," ucap Ayra.

"Tenang saja, kita memiliki hobi yang sama, sepertinya kita akan cocok di rumah ini," ucap Rose seraya mengedipkan mata.

***

Ayra, Ardian dan Rose berjalan ke arah ruang makan yang cukup luas itu. Ada meja keramik berukuran cukup besar dengan delapan buah kursi.

"Ibu ini Ayra," ucap Ardian mengenalkan Ayra.

"Ayra ini Ibuku, yang di sana Loly, adikku paling kecil dan ayah, kamu sudah mengenalnya bukan," ucap Ardian mengenalkan seluruh anggota keluarganya.

Ayra terlihat menyalami semuanya.

“Hai Loly,” sapa Ayra seraya mencium pipi Loly.

“Kamu cantik sekali,” lanjut Ayra. Tidak ada yang aneh, semua sepertinya menerima dengan tangan terbuka.

"Ini calon istri kakak? Apa kakak akan menikah?" ucap Loly dengan suaranya yang khas.

"Iya Loly, ini kakak Ayra," ucap Ardian seraya tersenyum ke arah Loly.

“Cantik, tapi lebih cantik Loly,” ucap Loly seraya menggerakkan bibirnya.

Nyonya Sisca terlihat mengulaskan senyum.

“Loly memang begitu, tidak mudah dekat dengan orang baru, kamu harus berusaha keras menaklukkan hatinya,” ucap nyonya Sisca pada Ayra. Ayra hanya mengangguk pelan, seraya mengulaskan senyum.

"Duduklah, kita langsung makan saja, ibu sudah cukup lapar," ucap nyonya besar Sisca.

"Ini semua makanan kesukaan Ardian dan ayahnya, ada udang asam manis, ikan bakar, sup daging, tumis jamur dan perkedel jagung kesukaan Loly," ucap nyonya Sisca seraya menunjukkan beberapa jenis masakan yang sudah tersaji di atas meja.

Cukup lengkap, seperti yang baru saja nyonya Sisca sebutkan, ditambah dengan aneka buah segar, minuman hangat dan dingin, juga beberapa makanan ringan seperti buah kering, manisan manis warna warni, kerupuk udang berukuran kecil yang terlihat cantik di dalam toples Kristal bening.

"Terimakasih nyonya," ucap Ayra.

"Ah panggil saja Ibu, kamu akan menjadi bagian dari rumah ini bukan," ucap nyonya Sisca seraya tersenyum.

"Ba-baik ibu," ucap Ayra gugup.

"Ini semua ibu yang memasak sendiri?" tanya Ayra. Mendengar pertanyaan itu, Rose terdengar sedikit batuk, tersedak ringan, dia meraih gelas air putih, menenggaknya dengan cepat, lalu tertawa.

"Ibu? Ibu tidak bisa memasak, tidak ada yang bisa memasak di rumah ini. Semua makanan ini kita pesan dari restoran yang ada di hotel bintang Lima," ucap Rose.

"Ya begitulah, tidak ada yang bisa memasak, padahal ayah dan Ardian lebih suka masakan rumah. Pembantu kita yang lama yang bisa memasak, dia pulang kampung karena anaknya sakit, sepertinya tidak akan kembali," penjelasan nyonya Sisca seraya menyiapkan piring dan juga nasi untuk suaminya.

"Ardian sangat menyukai sup daging sapi, kamu harus belajar membuatnya," ucap nyonya Sisca seraya mengambil semangkuk sup daging dan memberikannya pada anak kesayangannya itu.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu Ayra?" tanya presdir Herlambang.

"Semua baik pak, tidak ada masalah," ucap Ayra.

"Panggil saja ayah, pak Herman pasti sangat bangga dengan kehadiranmu. Ayah dengar kamu adalah dokter idola yang banyak disukai pasien," ucap presdir Herlambang yang berusaha memuji kecerdasan Ayra.

"Kamu bekerja? Bagaimana bisa menjadi istri kakak?" tanya Rose yang seketika membuat nyonya besar Sisca memandang ke arah anak gadisnya itu.

"Ibu, apa yang aku katakan benar kan, tidak ada yang salah kan ?" ucap Rose seraya memandang ke arah ibunya, pandangan tajam.

"Ya, memang seorang istri seharusnya berada di rumah, menyiapkan seluruh kebutuhan suaminya dan menjadi istri yang baik, apalagi prinsip keluarga kita memang seperti itu," ucap nyonya besar Sisca.

"Sudahlah itu kita bahas nanti saja, kita makan dulu," ucap ayah Ardian berusaha membuat suasana kembali tenang.

"Kamu suka yang mana Ayra?" tanya Ardian.

"Aku tidak memilih makanan, semuanya aku suka," ucap Ayra.

"Itu bagus sekali Ayra, tidak merepotkan seperti ibu yang harus menjaga pola makan," ucap Rose seraya melirik ke arah piring ibunya yang hanya berisi satu sendok nasi, sayuran hijau dan setengah butir telur rebus.

"Kamu juga harus menjaga bentuk tubuh Rose, anak gadis memang harus seperti itu," ucap nyonya besar Sisca membela diri.

Ardian terlihat sibuk melayani Loly, dengan telaten mengambilkan nasi, lauk pauk dan minum. Ardian terlihat begitu menyayangi Loly, begitu juga dengan Loly, dia sangat nyaman dengan perhatian kakaknya itu.

"Terimakasih kakak," ucap Loly seraya tersenyum sempurna, memperlihatkan deretan giginya.

Ayra yang melihat itu segera meraih piring untuk Ardian, mengambilkannya nasi dan meletakkan piring nasi itu di sebelah mangkuk sup daging.

"Terimakasih," ucap Ardian, lalu dia mulai menyantap makanannya.

"Loly mau perkedel jagung?" tanya Ardian, tanpa menunggu jawaban dari adiknya, dia segera mengambil perkedel jagung itu untuk Loly, meletakkannya di piring kecil dan menaruhnya dekat dengan piring besar Loly.

"Terimakasih Ardian, kamu tau apa yang Loly sukai," ucap nyonya besar Sisca.

"Ardian sangat menyayangi Loly, sudah tiga hari ini Loly melakukan semuanya sendiri, karena belum menemukan perawat yang baru," ucap nyonya Sisca.

"Ya, kita sempat punya perawat gila, yang pertama kerjanya hanya main ponsel dan yang setelahnya malah membuat Loly jatuh dan terluka cukup parah," ucap Rose.

"Mencari perawat yang penuh cinta kasih memang sangat sulit," ucap pak Herlambang.

“Apalagi untuk anak anak seperti Loly,” lanjut pak Herlambang

"Iya ayah, memang seperti itu, tidak semuanya memiliki kesabaran dan ketelatenan," ucap Ayra.

"Sepertinya kamu cukup mengerti tentang itu Ayra," ucap pak besar Herlambang.

"Saya sempat bekerja paruh waktu di panti asuhan Sayap Malaikat dan panti jompo sewaktu masih kuliah, cukup lama, sekitar dua tahun, jadi saya sudah cukup akrab dengan kebutuhan anak anak dengan kondisi berkebutuhan khusus," penjelasan Ayra yang membuat nyonya Sisca dan Rose tersenyum penuh makna.

"Kamu hebat sekali Ayra, pasti sudah sangat berpengalaman," ucap nyonya Sisca dengan sedikit pujian yang membawa pesan terselubung.

"Beruntung sekali jika Loly memiliki perawat sepertimu," lanjut nyonya Sisca yang disambut dengan senyum tulus Ayra.

“Walaupun susah berkenalan dengan orang baru, Loly bias menilai orang orang yang tulus padanya,” lanjut nyonya Sisca.

Mereka semua selesai dengan makan siangnya, dan berkumpul di ruang tengah untuk sekedar mengakrabkan diri.

Nyonya Sisca terlihat sibuk menata piring piring kotor, melihat hal itu Ayra menghampiri nyonya Sisca dan membantunya.

"Biar saya saja ibu," ucap Ayra.

"Satu minggu ini kita tidak memiliki pembantu rumah tangga, kita hanya memiliki dua satpam, satu tukang kebun dan satu petugas binatu yang membereskan pakaian kotor. Seperti yang aku bilang tadi, pembantu yang cocok dengan keluarga ini harus pulang kampung. Kami sempat memiliki pembantu pengganti tapi dia mencuri perhiasan Rose," penjelasan nyonya Sisca sembari merapikan meja makan dengan sangat hati hati mengingat kukunya baru saja mendapat perawatan mahal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 180 Akhir Kisah

    Akhir KisahMalam itu di dalam mobil, Alana terlihat menatap Arsen yang sedang sibuk menyetir.“Apa kamu akan melakukan itu selama perjalanan pulang?” tanya Arsen. Alana mengulaskan senyum, rupanya Arsen mengetahui apa yang dia lakukan, terus memandangi laki laki tampan yang ada di sebelahnya.“Apa kamu mau membelikanku ice cream, waktu itu kamu bilang aku menjatuhkan ice cream di bajuku, padahal aku tidak terlalu suka makan ice cream (kejadian di mall),” ucap Alana.“Tidak mungkin, ice cream itu makanan yang hampir semua orang suka,” ucap Arsen.“Ya, mungkin karena aku sudah lama tidak memakannya,” ucap Alana.“Aku sudah lupa bagaimana rasanya,” lanjut Alana.Arsen terlihat mengarahkan matanya pada Alana, hanya sekian detik.“Baiklah,” ucap Arsen yang kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah kedai ice cream yang cukup terkenal.Mobil Arsen berhenti di depan kedai ice cream itu.“Ayo kita turun, kamu boleh membeli apapun yang kamu inginkan,” ucap Arsen seolah mengatakan itu pada anak k

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 179 Tidak Ingin Hidup Miskin

    Tidak Ingin Hidup MiskinNyonya Sisca terlihat duduk di apartemen mewah. Penthouse yang dulu ditempati Isabela, sekarang ditempati oleh Rose dan akan menjadi tempat tinggal nyonya Sisca.“Ibu, minumlah,” ucap Rose seraya menyodorkan segelas teh hangat.“Bibi Esti sedang menemani Amora tidur, Rose akan bantu ibu ke kamar ibu,” lanjut Rose.“Apa kita akan tinggal di sini?” tanya nyonya Sisca.“Iya ibu, rumah ibu disita, juga dua apartemen yang lain. Untung apartemen ini sudah atas nama Rose, kakak memberikan apartemen ini untuk Rose tempati,” ucap Rose.“Apa kakakmu memberikan tempat ini untuk Isabela?” tanya nyonya Sisca.“Iya, dulu, sebelum akhirnya dia datang ke rumah,” ucap Rose.“Sebelum dia menghancurkan keluargaku,” ucap nyonya Sisca.Rose terlihat duduk di sebelah ibunya duduk, memegang tangannya, mengelusnya lembut.“Sudahlah ibu, tidak perlu diingat lagi, kita bisa memulainya,” ucap Rose.Nyonya Sisca terlihat menatap Rose dengan pandangan mendalam.“Apa? Memulai? Tidak, semua

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 178 Satu Orang Lagi

    Satu Orang Lagi“Arsen? Apa yang baru saja kamu katakana?” tanya nyonya Farida yang kemudian melangkah mendekat ke arah Alana dan Arsen.“Tan-tante Farida,” ucap Arsen gugup.“Arsen, katakana sekarang, apa benar Alana, Alana,” ucap nyonya Farida terhenti.Arsen, Alana dan nyonya Farida duduk di kursi sofa ruang tengah.“Ya Tuhan, apa itu benar Alana, ah, Ayra,” ucap nyonya Farida seraya memeluk Alana.“Maafkan Alana tante, Alana tidak menceritakannya sejak awal, Alana minta maaf,” ucap Alana.Nyonya Farida terlihat mengusap air matanya, dia merasakan apa yang Ayra alami selama tinggal di rumah mewah itu.“Mereka benar benar kejam,” ucap nyonya Farida seraya melepaskan pelukan Alana.“Tante mengerti kenapa kamu sampai di titik ini,” lanjut nyonya Farida.“Tante, tolong rahasiakan ini semua, hanya Arsen dan beberapa orang yang tahu,” ucap Arsen.“Beberapa orang? Siapa?” tanya nyonya Farida seraya menatap Arsen.“E-Edo dan Amanda,” ucap Arsen.“Apa? Kamu mempercayai mereka tapi tidak den

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 177 Tidak Mengakui Kesalahan

    Tidak Mengakui KesalahanArdian terlihat hanya diam, di sebuah ruangan yang bercat hitam. Sendiri, memahami situasi dengan cepat.“Baiklah pak Ardian, mari kita lanjutkan,” ucap seorang penyidik yang baru saja masuk ke ruangan itu.“Sudah aku bilang, aku tidak membunuh istriku! Itu adalah kecelakaan!” teriak Ardian.“Baiklah, anda terus saja mengatakan itu. Jika memang itu kecelakaan, lalu kenapa anda mengatakan pada keluarga anda bahwa istri anda pergi dengan laki-laki lain?” tanya penyidik.“Apa? Siapa yang memberikan informasi seperti itu?” tanya Ardian dengan mata bulat penuh.“Adik anda sudah memberi keterangan, dia kami tetapkan sebagai saksi,” ucap penyidik.“Apa? Rose? Tidak, dia tidak tahu apa apa,” ucap Ardian.“Ya, saya tahu, pelakunya adalah anda dan nyonya Isabela. Anda tahu nyonya Isabela bahkan mendapat tuntutan yang sangat panjang, kejahatannya tidak bisa dimaklumi,” ucap penyidik.Ardian terdiam, melihat kearah penyidik berperawakan kecil namun tengil. Senyumnya penuh

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 176 Penangkapan Ardian

    Penangkapan Ardian“A-Ainun,” gumam nyonya Sisca dengan pandangan tidak percaya.Pak Herlambang masih berusaha untuk memahami situasi, tidak ingin tertipu dengan prasangkanya. Namun setelah sekian detik berpikir cepat, wanita yang tiba tiba muncul itu benar benar Ainun, cinta pertamanya.Rose menatap ke arah wanita itu. Dia ingat, wanita yang pernah dia kagumi saat pertama kali melihatnya.“Dia, wanita yang aku lihat malam itu,” gumam Rose dalam hati.Ardian sudah memahami situasinya sejak awal, tidak ada kekagetan di wajahnya, dia hanya penasaran, apa alasan dibalik kemunculan wanita itu? Bukankah dia yang sudah meninggalkan ayahnya puluhan tahun lalu.“A-Ainun,” gumam lirih pak Herlambang. Laki-laki tampan yang berdiri di samping nyonya Ainun terlihat memberi isyarat penghormatan, menundukkan kepalanya pada semua orang yang ada di hadapannya.“Laki-laki itu tampan sekali,” puji Rose dalam hatinya. Dia berusaha membuyarkan pikiran itu dan fokus memahami apa yang sebenarnya terjadi.“

  • Istri Sengsara Sang Billionaire   BAB 175 Semua Datang Bersamaan

    Semua Datang Bersamaan Sekretaris Pete memberikan uang kepada beberapa orang yang merupakan petugas pemakaman. “Pak, semua sudah beres, kami akan merawat makam itu. Oh iya, ngomong ngomong mayat siapa itu?” tanya salah satu petugas pemakaman. “Seperti biasa, mayat dari rumah sakit yang tidak memiliki identitas setelah penyelidikan,” ucap sekretaris Pete memberikan alasan yang mungkin masuk akal dan bisa diterima. “Pak Arsen itu sangat luar biasa, beliau mengurus beberapa jenazah tanpa identitas. Seingat saya ada lima tunawisma yang sudah dimakamkan di sini, dibiayai pribadi oleh pak Arsen,” ucap petugas makam itu. “Ya, sesama manusia kita harus memanusiakan manusia lain,” ucap sekretaris Pete. “Apa seperti itu tidak diurus pemerintah?” tanya petugas makam. “Tentu saja, pemerintah juga mengurus hal semacam itu, namun jenazah jenazah tanpa nama yang datang ke rumah sakit Keluarga Sehat selalu diurus pribadi oleh pak Arsen,” ucap sekretaris Pete. “Pak Arsen memang sangat l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status